Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Indonesia kembali berduka. Betapa tidak, beberapa hari yang lalu gempa berkekuatan 7.0 SR mengguncang wilayah Lombok dan sekitarnya. Saat gempa berlangsung, rasa takut dan bingung menghantui masyarakat terdampak. Dalama keadaan demikian, bolehkah mereka mengumandangkan adzan karena bencana tersebut? Dan bagaimanakah sikap yang baik ketika terjadi sebuah bencana?
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
(Sholihah – Banyuwangi)
_________________
Admin- Wa’alaikumsalam Wr. Wb.
Pada dasarnya, kesunahan adzan disyariatkan untuk menandai masuknya waktu shalat fardu. Akan tetapi, kesunahan adzan tidak hanya terbatas pada hal itu. Adzan juga disunahkan dalam beberapa keadaan yang lain, misalkan bayi yang baru lahir, pemberangkatan sebuah perjalanan, terjadi musibah kebakaran, ketika tersesat, dan lain sebagainya.
Adzan di luar shalat fardhu pun tidaklah dilarang, sebab adzan sebagai dzikir sangat dianjurkan pada setiap saat kecuali ketika buang air (qadha’ hajah). Apalagi dengan adzan yang bertujuan mengharap keberkahan, mengharap ketenangan hati atau menghilangkan rasa sedih sedang menimpa. Sebagaimana keterangan dalam kitab Mausu’ah al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyah,
“Pada mulanya, adzan disyariatkan untuk memberi tahu masuknya waktu shalat. Akan tetapi terkadang adzan juga disunahkan di luar waktu shalat dengan tujuan mengharap keberkahan mengharap ketenangan hati atau menghilangkan rasa sedih sedang menimpa.”[1]
Selain itu salah satu sikap yang tepat untuk dilakukan ketika terjadi bencana alam adalah dengan berdoa. Imam Zakaria al-Anshori pernah berkata,
“Disunnahkan bagi setiap orang untuk merendahkan diri kepada Allah dengan jalan berdoa atau sesamanya ketika terjadi bencana gempa dan semacamnya seperti petir dan angin topan”.[2] []waAllahu a’lam
____________________
[1] Mausu’ah al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyah, II/372.
[2] Asna al-Mathalib, IV/149, CD. Maktabah Syamilah.