Oleh: Muhammad Daffa
Musthofa al-Gholayani. Seorang politikus, aktivis sosial, pakar bahasa, dan sastra Arab asli Syiria menyimpulkan: “Seluruh bangsa yang sedang mengidap penyakit sosial (disease) lebih membutuhkan dokter sosial ketimbang pengobat jasad kasar masyarakatnya. Ketika anak-anak bangsa lebih banyak dikirimkan ke sekolah kedokteran dan sedikit sekali yang dididik di madrasah moral dan sosial, maka hal ini adalah suatu tanda kerusakan moral di hati mereka. Sementara kemajuan bangsa tidak akan tercapai kecuali moral sosial diobati oleh pegiat yang tumbuh aktif dalam diri bangsa itu sendiri”.
Apa yang disampaikan beliau, hari ini sudah terasa. Saat ini, umat muslim sedang berada pada masalah internal maupun di luar dirinya. Maka satu-satunya kelompok masyarakat Indonesia yang ideal untuk memperbaiki komponen sosial adalah santri.
Penyimpangan moral (Social contagion) kaum muslimin sampai penetrasi negara-negara adidaya yang menyisakan perasaan kekalahan (social lag) Islam, serta persaingan antar lapisan sosial dunia untuk mendapatkan posisi terdepan, yang hanya menciptakan konflik pergolakan (confusion) dengan diperparah oleh jaringan informasi internet—mengharuskan santri sebagai social worker (aktivis sosial), untuk lebih serius dalam melecutkan aktivitas sosialnya.
Peran Santri
Santri sebagai penyerap dan penghayat ajaran Islam di pesantren (lembaga paling efektif dan fokus di bidang agama), haruslah bisa memberikan wujud perbaikan dalam komunitas komunal. Karena sungguh pegiat sosial seperti santri, memiliki manhaj istimewa rekonstruksi sosial integral (metode perbaikan sosial yang menyeluruh) dalam bidangnya. Mengingat Islam sendiri membawa pesan-pesan perbaikan (sosial rekonstruktion), diantaranya budaya dakwah.
Dalil (Judgement law) dakwah termaktub dalam firman Allah swt:
ولتكن منكم امة يدعون الى الخير و يامرون بالمعروف وينهون عن المنكر و اولئك هم المفلحون
“Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang meyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar. Dan merekalah orang-orang yang beruntung”. (Q.S. Ali-Imron 104)
Arahan dakwah kepada kebajikan menurut al-Baidhowi, menyeluruh pada segala hal bermuatan kebaikan duniawi atau ukhrawi. Bahkan Habib Abdullah bin Alawy al-Haddad menegaskan artian dakwah memuat segala dalil yang menjelaskan keutamaan mengajar, belajar, ceramah, mengingatkan, jihad dan amar ma’ruf nahi mungkar adalah satuan cabang dakwah. Kandungan luas ini akan menyentuh seluruh problem yang ada sekarang.
Dalam ayat di atas, selain memberikan legalitas dakwah, terselip kewajiban secara terbuka (fardlu kifayah) untuk orang-orang berilmu supaya aktif dalam menggencarkan dakwah. Sebab alasan ini diperjelas dengan ayat:
فلولا نفرمن كل فرقة منهم طائفة ليتفقهوا في الدين ولينذروا قومهم اذا رجعوا اليهم لعلهم يحذرون.
“Mengapa sebagian dari setiap golongan di antara mereka tidak pergi untuk memperdalam ilmu pengetahuan agama mereka dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali, agar mereka dapat menjaga dirinya.” (At-Taubah: 122)
Syarat Pendakwah
Konklusinya, dakwah sebagai pekerjaan sosial hanya legal dan wajib dijalankan oleh orang-orang berlimu (kompatibel). Karena jika tidak, muatan dakwah hanya menimbulkan kegaduhan berupa bid’ah, kafir, cenderung ekstrim, dan radikal. Bahkan sampai penghalalan darah sesama.
Menariknya, upaya rekonstruksi sosial menurut sociology of religion ini, merupakan cara untuk menyatukan dan merawat masyarakat bangsa. Sebab ayat dakwah di atas adalah penjelasan ayat sebelumnya, berupa:
واعتصموا بحبل الله جميعا ولا تفرقوا ( ال عمران : 103 )
“Dan berpegang teguhlah kamu semuanya pada tali agama Allah, dan janganlah bercerai-berai.” (Ali-imron 103)
Al-Muraghy menjelaskan ayat ini bahwa sebuah bangsa tidak akan maju kecuali dengan persatuan seluruh masyarakatnya, tidak berdasarkan saling membenci dan memusuhi. Maka agama menyerukan persatuan seluruh elemen yang terakomodir dalam bumi yang satu, meski berbeda agama dan jenis. Dan memerintahkan semua elemen berpengang teguh dengan ajaran Allah Swt.
Kita dapat membuktikan kesohihan statement ini dengan merujuk sejarah negara Islam pertama, Madinah dengan piagamnya sebagai undang-undang dasar yang disusun sendiri oleh Rasulullah Saw. Harmonisasi antar umat beragama, ragam suku dan ras, memiliki kewajiban dan hak sama di mata hukum, serta saling peduli untuk melindungi negara.
Merawat Persatuan
Lanjut al-Muraghy, setelah perintah persatuan, dalam surat Ali-Imron 14 (ayat dakwah), Allah Swt. menyerukan untuk memotifasi semua personal umat untuk mengikuti, melestarikan, menjaga ajaran agama, menanamkan rasa kecintaan dan simpati individu, untuk menebar kebaikan bagi seluruh umat. Bukan mencintai diri sendiri dan kepentingannya. Dengan demikian, masyarakat memiliki ikatan yang kuat dalam persatuan, guna meraih kebaikan bersama, layaknya tubuh yang satu.
Artinya, dakwah adalah kontrol sosial yang mempersatukan dan mengisinya dalam kebaikan bersama. Sangat irasional bila dakwah dijadikan bilah pedang untuk memecah belah umat. Padahal perpecahan begitu mengerikan. Sehingga Syekh Yasir, Direktur Madrasah Al-Ghozaliyah Syiria, mewanti-wanti agar keadaan yang menimpa Syiria tidak terjadi di Indonesia. Dalam urgensi mejaga persatuan dan keamanan ini, beliau sampai berpesan:
الحاكم الظلوم خيرمن فتنة تدوم
“Pemerintah yang berbuat lalim labih baik dari fitnah ) perpecahan dan penumpahan darah) yang berlarut-larut.”
Maka dalam dakwah diperlukan kesabaran dan kelembutan, karena tujuan maslahat tidak mungkin dicapai dengan cara menempuh mafsadah. Meski pemerintahan seakan membuta tulikan diri terhadap aktifitas penyimpangan. Walaupun seakan perbuatan itu tidak dapat dihentikan kecuali ‘membakar sarang’. Sekalipun Muslimin memiliki power sosial, namun jika ada perlawanan kembali dengan cara yang sama, tidak dalam waktu lama—yang tersisa hanyalah darah, puing, dan kebodohan.
Mengenai wasilah dakwah, As-Sa’di berpendapat; “Perintah tentang sesuatu adalah mengerjakan hal itu sekaligus untuk melaksanakan penyempurnanya jika tidak dapat disempurnakan kecuali dengan hal tersebut. Maka seluruh penyaluran dakwah berhukum sama dengan dakwah itu sendiri.” Dan segala hal yang dapat mewujudkan tujuan dakwah mungkin bisa untuk ditempuh selagi tidak diharamkan secara syara’. Dengan arti mendirikan sekolah dan membantu pemerintah untuk menerapkan hukum bernafas syariat. Baik apresiasi melalui ucapan, tindakan, dan harta—sama hukumnya dengan dakwah. Substansi ini memiliki pemahaman kegiatan dakwah di dunia maya, baik konten berupa tulisan, gambar, suara, dan video, memiliki hukum yang yang sama.
Ciri Peradaban yang Maju
Menurut teori Ibnu khaldun, fenomena sosial yang terjadi saat sebuah peradaban mulai maju ialah masyarakatnya akan peduli pada hal tersier (tahsiniah). Salah satunya adalah kesenian. Kesenian dalam arti umum yaitu karya yang mewujudkan keindahan yang dapat dinikmati fikiran dan sanubari. Dalam konteks ini, maka keindahan bintang, bulan, gugusan gunung, dan bukit—keterampilan, kecantikan, dan ayat-ayat Tuhan, adalah kesenian tidak tertandingi dalam arti verbal yang umum. Dan, dalam kesenian juga dapat memasukan syair atau puisi, prosa, novel, tabloid kekinian dalam artian yang sama.
Kesenian Dakwah
Di era digital, film dan musik dengan ragamnya adalah bentuk hiburan kesenian modern. Yahya Ridho Jadd, ulama kontemporer Mesir menyampaikan, harusnya kaum Muslimin mulai merintis dakwah melalui kesenian, bukan lagi membahas landasan dasar hukumnya. Pasalnya saat ini, umat manusia tidak dapat terlepas dari kesenian. Bahkan menurutnya, sangat aneh bila para Mufti mengharamkan kesenian, karena mereka tidak mengerti apa itu seni. Uraian Yahya berikutnya, selagi sebuah kesenian diformulasikan dengan moral dan ajaran syara’, maka kesenian adalah metode dakwah yang dapat bertrasformasi hukum; baik mubah, mandub, atau wajib disesuaikan dengan keadaan.
Sebuah analisa yang baik ini, dapat dijadikan perbandingan. Khususnya dalam dunia perfilman kita, baik melalui TV nasional atau layar lebar—sudah terjadi perang budaya yang jomplang dan menyedihkan. Padahal aktor, sutradara, produsen, dan mayoritas penonton adalah Muslim. Belum lagi hiburan sejenis yang dipancarkan jaringan internet. Di dunia musik juga tak jauh bebeda.
Yahya Ridlo Jadd menuturkan, pertama muncul seni teather sandiwara di Mesir, dimulai dan dipelopori oleh Abdurrahman al-Bana (ayah Hasan al-Bana pendiri Ikhwanul Muslimin) sebelum abad 20. Sementara beribu kilo meter, berbeda pulau, bahasa, jauh sekali sebelum di Mesir itu, guru seluruh santri, Sunan Kalijaga telah bersafari dakwah dengan kesenian wayang, tari, musiknya. Bahkan masjidnya dibangun sesuai seni dan falsafah yang elok memikat masyarakat. Hari ini, santri adalah pewarisnya. Cukup sudah mengimpor metode dan tatbik (penerapan) dari Timur Tengah. Sebab kita memiliki metode yang lebih mapan, moderat, damai, dan jauh dari kontradiksi, ketidakpastian serta perang seperti negara-negara jauh di sana.[]
Tentang penulis:
Nama : Muhammad Daffa
TLL : Chilegon, 04 Juni 2001
Wali : H. Rohmatullah
Alamat : JL. Kubangwates RT. 01 RW. 02 Ciorawaseh Grogol Cilegon BANTEN
Pondok : HMC
Baca juga:
HARGA SEBUAH RASA AMAN
Subscribe juga:
Pondok Pesantren Lirboyo
# DAKWAH SYARIAH SANTRI |RESOLUSI SOSIAL DAN MORAL
# DAKWAH SYARIAH SANTRI |RESOLUSI SOSIAL DAN MORAL
# DAKWAH SYARIAH SANTRI |RESOLUSI SOSIAL DAN MORAL
# DAKWAH SYARIAH SANTRI |RESOLUSI SOSIAL DAN MORAL
# DAKWAH SYARIAH SANTRI |RESOLUSI SOSIAL DAN MORAL