Fungsi sholat salah satunya adalah menjadi tiang agama (menjaga agama seseorang). Kalimat tersebut sudah tidak asing mengisi ruang dengar kita. Sholat yang secara bahasa dapat kita artikan sebagai doa, tentunya sudah setiap hari kita akrab dengan aktifitas ini. Sholat adalah keharusan, urgensi, dan keniscayaan bagi setiap umat Islam di seluruh dunia, sampai kesudut-sudutnya yang terkecil dan tergelap. Semua ras, bahasa, dan kesatuan, bersatu dalam ritual yang sama.
Dalam menjelaskan fungsi sholat, Allah SWT berfirman:
فَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ إِنَّ الصَّلَاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا (103)
“Maka dirikanlah salat! Salat bagi orang-orang mukmin adalah yang difardhukan dan mempunyai waktu.”
Namun dari sekian hari yang kita lalui, pernahkah tersadar kalau salat kita terkadang hanya berlalu sebagai rutinitas, dan begitulah, hanya berlalu seolah datang dan pergi. Bertamu dan hilang pulang. Padahal Allah SWT juga telah berfirman:
وَأَقِمِ الصَّلَاةَ لِذِكْرِي (14)
“Dirikanlah Salat untuk mengingat-Ku ”
وَأَقِمِ الصَّلَاةَ إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَر
“Dirikanlah Salat! Karena salat dapat mencegah dari perbuatan keji dan munkar.”
Pendapat Habib ‘Idrus bin ‘Umar al-Habsy
Menurut Habib ‘Idrus bin ‘Umar al-Habsy, lafadz الصَّلَاةَ yang dima’rifatkan dengan Al memberikan mafhum bahwa tidaklah mungkin salat bisa mencegah dari perbuatan keji dan munkar kecuali ketika kita lakukan dengan jalan yang bagus serta melaksanakna apa yang wajib dan sunah beserta hadirnya hati. Seperti apa yang kita tahu tentang fungsi Al ta’rif Lil Kamal, yang kita pelajari lewat kitab-kitab nahwu.
Sebagaimana salah satu fungsi utama dari sholat, mengingat-Nya, sholat adalah munajat, dan bagaimana mungkin seseorang bisa melupakan esensi salatnya? Padahal setiap hari, minimal lima kali, tujuh belas rakaat, setiap orang melakukanya. Nabi Muhammad SAW bersabda:
.من لم تنهه صلاته عن الفحشاء والمنكر لم يزدد من الله الا بعد
“Orang yang salatnya tidak bisa mencegahnya dari perbuatan keji dan munkar, maka dia akan semakin bertambah jauh dari Allah. ” (HR. Thobaroni)
Penjelasan Khusyu
قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ (1) الَّذِينَ هُمْ فِي صَلَاتِهِمْ خَاشِعُونَ (2)
“Sungguh beruntung orang-orang yang beriman (1) mereka yang dalam salatnya khusyu’ (2)”
Seberapa sering hadirnya hati kita dalam tiap salat kita? Sesering ketika mendengarakan musik klasikkah? Hujjatul Islam Imam Abu Hamid al-Ghozaly mencontohkan, ketika salat, kita diumpamakan sebagai seseorang yang akan menghadiahkan budak kepada seorang raja nan agung. Rukun-rukun salat akan mewakili organ utama, seperti kepala, jantung, dan hati. Sedangkan gerakan sunah akan mewakili anggota tubuh yang bersifat pelengkap, mata, dan jemari tangan misalnya. Maka khusyu dalam salat akan mewakili nyawanya. Berarti ketika salat kita tidak dalam kondisi khusyu, kita diumpakankan memepersembahkan sebuah bangkai kepada raja nan agung. Pantaskah? Jangankan bangkai, emas perak saja kita masih harus bertanya “Pantaskah?”
فَوَيْلٌ لِلْمُصَلِّينَ (4) الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ (5)
“Maka celakalah orang-orang yang shalat, Mereka yang lalai dalam salatnya.”
Raja di dunia yang bertahta dalam istana megahnya tidak mungkin mengizinkan rakyatnya sembarangan masuk ke dalam istana, tidak akan semudah itu. Istananya pasti berlipat penjaga, apalagi tempat di mana Sang Raja duduk di atas singgasananya. Seorang budak yang bisa menanggalkan jejak kaki di karpetnya adalah sebuah keajaiban. Tentu seseorang tak hanya harus punya pangkat untuk bisa bertemu rajanya, tapi juga harus punya janji bertemu, dan lain sebagainya. Membingungkan? Akan tetepi Allah SWT memerintahkan hamba-Nya untuk “bertamu” minimal sehari lima kali. Siapapun dia, apapun kedudukannya, dan bagaimanapun dia. Bahkan orang yang tidak ‘bertamu’ harus siap-siap menerima ghodhob-Nya.
Lantas, sudahkah kita mengembalikan esensi sholat kita? Mulailah dari hal yang paling sederhana: Khusyu dalam takbir, dalam membaca إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ (5) , dan khusu’ dalam membaca Syhahadatain ketika tasyahud. Ingatkah rasanya sowan Mbah Yai War? Bagaimana rasanya?
Kisah ‘Isa bin ‘Uqbah
Syahdan, ‘Isa bin ‘Uqbah ketika beliau sedang rukuk, para burung-burung sampai tidak menyadari mereka hinggap di pundak beliau -saking tenangnya– yang mereka tahu, mereka sedang hinggap di sebuah tembok.
Dan Muslim bin Yasar, suatu ketika ketika beliau salat, terjadi kebakaran di rumahnya, orang-orang terkaget-kaget akan kejadian tesebut dan mereka bergotong royong memadamkan api di rumah beliau. Sampai api berhasil padam, ummu waladnya berkata: “Telah terjadi kebakaran di rumahmu, orang-orang kaget dan memadamkan apinya, sedangkan engkau masih dalam sholat tanpa menoleh”
Beliau menjawab: “Aku tidak tahu kalau telah terjadi kebakaran.”
Kesimpulan
Akhir kata, mari kita perbaiki kembali salat kita, sudahkah benar? Sudahkah memberikan Atsar? Sabda nabi,
من صلي ركعتىن لم يحدث نفسه فيهما شيئ من الدنيا غفر له ما تقدم من ذنبه
“Barangsiapa menjalankan sholat dua rakaat, sembari hatinya tidak membisikinya sesuatu tentang dunia, maka dosa-dosanya yang telah lalu terampuni.”
Sahabat ibnu ‘Abbas pernah berkata:
ركعتان مقتصدتان في تفكر خير من قيام ليلة والقلب ساه
“Dua rakaat yang biasa sembari berftafakkur lebih utama dari pada ibadah semalam dalam keadaan lupa.”
تحسين الأعمال أحب إلى الله من تكثير الأعمال ( إيضاح أسرار علوم المقربين . ص:136 )
“Memperbaiki kualitas perbuatan, lebih bagus daripada memperbanyak melakukan perbuatan.”
Mengutip do’a Nabi Ibrahim AS.
رَبِّ اجْعَلْنِي مُقِيمَ الصَّلَاةِ وَمِنْ ذُرِّيَّتِي رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَاءِ (40) رَبَّنَا اغْفِرْ لِي وَلِوَالِدَيَّ وَلِلْمُؤْمِنِينَ يَوْمَ يَقُومُ الْحِسَابُ (41)
“Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang yang tetap melaksanakan salat, ya Tuhan kami, perkenankanlah doaku. Ya Tuhan kami, ampunilah aku dan kedua ibu bapakku dan semua orang yang beriman pada hari adanya perhitungan (Hari Kiamat).”
Itulah fungsi sholat yang bisa kami sampaikan. Semoga bermanfaat. Jangan lupa untuk dukung youtube dan media sosial Pondok Lirboyo, agar semakin berkembang dan maju.