Dahulu, masyarakat di daerah Wonogiri memang terkenal dengan sebutan kaum abangan. Sebutan yang biasanya disematkan untuk daerah-daerah yang adat istiadat dan budaya warisan leluhur masih kuat dan mengakar sampai anak cucu. Juga karena masih minimnya pengetahuan tentang agama. Daerahya hampir tak pernah tersentuh oleh ajaran apapun kecuali ajaran jawa.
Realitasnya, Wonogiri tidak seperti apa yang sudah didengar oleh telinga sebagian orang. Kini Wonogiri menampakkan wajah barunya. Sekarang ajaran agama Islam ahlussunah wal-jamaah kian berkembang di daerah yang konon disabda oleh para wali tidak akan pernah tersentuh oleh hawa agama itu. Kalaupun masyarakatnya masih minim pengetahuan tentang agama (baca; syari’at), kegiatan Islami bisa berjalan. Sedikit demi sedikit meski tidak setiap hari dilakukan.
Sore itu pengurus Masjid Al Iman melakukan sedikit persiapan acara yang akan dilaksanakan pada malam harinya. Sebenarnya bukan acara atau event besar yang akan berlangsung di sana. Hanya pembukaan rutinan Maulid atau Maulidan seperti yang biasa dilakukan oleh para santri.
Bedanya, rasa antusias masyarakatnya sungguh besar menyambut kegiatan rutinan yang pertama kalinya mereka gelar. Mulai membersihkan masjid, menata alas tikar dan karpet, memasang sound system dan membeli menu sekedarnya. Dan yang membuat hal ini kian istimewa bagi mereka adalah kedatangan salah satu Da’i dari Pondok Pesantren Lirboyo yang Ramadhan kemarin bermukim di sana. Kedatangannya ke dusun Kepuh desa Soco kecamatan Slogohimo itu tidak pernah disangka sebelumnya. Sontak mereka terkejut dan menyambutnya dengan gembira.
Malam harinya, setelah sholat Isya’ dilakukan secara berjamaah di masjid, segerombolan orang yang menamai kelompoknya dengan Majelis Taklim Tibbil Qulub (MT2Q) Al Muqorrobin datang dengan membawa mobil sederhana. Rebana, seragam dan tas anggota yang berisi surban, tasbih dan kitab adalah identitas yang menjadi ciri khas mereka dalam melakukan rutinitasnya. Berdakwah telah mereka lakukan dari masjid satu ke masjid di tujuh kecamatan daerah Wonogiri Jawa Tengah.
Awalnya, hanya ada segelintir pribumi yang sudah berada di masjid. Baru setelah Pak Zaenal, salah satu alumni Lirboyo tahun 2001 asal Kendal Jawa Tengah, membacakan wasilah, para warga berduyun-duyun datang memadati ruangan masjid.
Pertama kitab yang dibaca adalah Ratibul Haddad. Kitab yang berisi aurad yang dikarang oleh Sayyid Abdullah al-Haddad ini mereka baca bersama-sama dengan dipandu oleh salah satu pentolan MT2Q, Pak Ghufron Nawawi, yang juga alumni Lirboyo asal Nganjuk Jawa Timur. Terlihat jelas mimik wajah mereka seolah sangat khusuk mengikutinya. Lafadz per lafadz mereka kumandangkan bersama di malam yang penuh gerimis saat itu.
Mereka bisa tetap mengikuti dan melafadzkan wirid-wirid meskipun sebagian dari mereka, terutama orang-orang tua belum bisa membaca bahasa Arab. Pasalnya, pengurus MT2Q telah mempersiapkan buku cetakan khusus berupa bahasa arab yang dibahasa indonesiakan yang memuat beberapa sholawat populer Habib Syekh dan Aurad Ratibul Haddad untuk mereka. Hal itu merupakan solusi yang tepat agar acara berjalan dengan kompak dan semarak.
Suasana semakin ramai pada waktu Pak Zaenal kembali bersuara membawakan Maulid Simtudduror yang diiringi dengan rebana ala Habsy. Para pengunjung langsung ikut mengeluarkan suara mereka dengan lantang. Satu persatu sholawat mereka lantunkan secara kompak sambil membaca buku panduan yang mereka beli dengan harga cukup terjangkau, Rp. 6000 per eksemplar.
Sungguh, meskipun masih kalah dengan semaraknya MASBRO di Ponpes Lirboyo, namun setidaknya suasananya tetap bisa memecah keheningan dan menambah semangat para hadirin untuk terus membacakan sholawat kepada Nabi Muhammad SAW.
Sebenarnya, di akhir acara, yang sering membacakan do’a penutup adalah Pak Ma’mun Rosyid, yang lagi-lagi juga alumni Lirboyo asal Nganjuk Jawa Timur. Karena, ketepatan pada waktu beliau tidak hadir karena masih berada di Tasikmalaya melakukan suluk, akhirnya do’a dipimpin kembali oleh Pak Ghufron setelah sebelumnya memberikan mauidhotul hasanahnya.
[ads script=”1″ align=”center”]
PerjalananTiga Tokoh Wonogiri dari Lirboyo