Hikmah Bersuci

Ketika mendengar kata suci dan bersih, maka dapat dipastikan memiliki konotasi yang baik bagi setiap pendengarnya. Dengan menjaga diri senantiasa bersih dan suci, semua orang akan senang hati akan bergaul dengan kita. Sebaliknya, naluri manusia akan segan dan enggan untuk mendekat juika keadaan kita dalam kondisi kotor dan najis.

Perumpaman sederhana, ketika seseorang akan menghadap seorang raja, demi menghormatinya dan sang raja tidak akan merasa diremehkan, tentu ia akan tampil dalam kondisi sebersih dan sebaik mungkin. Jika semacam ini kita lakukan pada seorang raja, lantas bagaimanakah seharusnya langkah kita saat hendak menghaturkan ibadah kepada Allah?

Di dalam al-Qur’an,  Allah Swt telah berfirman:

مَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِنْ حَرَجٍ وَلَٰكِنْ يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.” (QS. al-Maidah: 6)

Syariat Islam menetapkan thaharah (bersuci) bukan untuk mempersulit umat muslim dalam menjalankan aktivitas sehari-harinya. Akan tetapi agar umat Islam senantiasa bersih dari kotoran apapun dan agar suci jasmani maupun rohaninya.

Di sisi lain banyak hikmah-hikmah yang thaharah (bersuci) yang tidak disadari oleh sebagian umat Islam. seperti para malaikat yang membenci melihat orang salat, sedangkan pakaian yang ia kenakan kotor dan berbau tidak sedap. Selain para malaikat, yang semacam ini juga akan mengganggu serta membuat tidak nyaman orang-orang di dekatnya saat ia salat berjamaah.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.