Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Akhir-akhir ini, Indonesia sedang dilanda bencana alam. Bagaimana ketika di tengah pelaksanaan salat terjadi bencana alam semisal tsunami, gempa bumi, atau yang lainnya. Apakah yang harus kita lakukan, melanjutkan salat atau boleh memutusnya? Terimakasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
(Ridwan– Makasar)
___________________
Admin-
Wa’alaikumsalam Wr. Wb.
Ketika seseorang telah masuk dalam salat, ia memiliki kewajiban untuk menyelasaikan salatnya hingga selesai. Namun apabila di tengah-tengah shalat terjadi bahaya yang dapat mengancam jiwa ataupun hartanya, maka diperbolehkan baginya menghindar ataupun lari dari bahaya tersebut. Adapun halat yang ia lakukan tetap harus dilanjutkan dengan cara salat Syiddatul Khauf, yaitu salat dengan semampunya, meskipun dengan cara berlari atau sesamanya.
Dalam kitabnya yang berjudul Nihayah az-Zain, syekh Nawawi Banten pernah menjelaskan:
“Sama dengan salat Syiddatul Khauf dalam hal tersebut (tidak menghadap kiblat) ialah membela diri dari penjahat, lari dari serangan binatang buas, bencana banjir atau sesamanya yang tergolong bencana yang diperbolehkan untuk lari dari bencana tersebut. Namun apabila di tengah pelaksanaan salat ia merasa aman atas dirinya, maka ia berkewajiban menghadap kiblat dan tidak diperbolehkan kembali ke tempat semula, melainkan ia melanjutkan salatnya di ambang batas pelariannya. Sama dengan permasalahan tersebut, ialah ketika hartanya dirampas atau hewan tunggangannya kabur. Maka boleh bagi pemiliknya yang tengah melaksanakan salat untuk lari mengejarnya demi menyelamatkan hartanya tersebut. Selain kebolehan untuk tidak menghadap kiblat, keadaan seseorang yang seperti itu boleh melakukan banyak gerakan (di luar gerakan salat), selama gerakan tersebut masih sesuai kedar kebutuhannya.”[1]
Dari penjelasan syekh Nawawi Banten tersebut dapat disimpulkan bahwa seseorang yang salat kemudian di tengah pelaksanaan salatnya terjadi bencana yang dapat mengancam jiwanya, maka diperbolehkan baginya tetap melanjutkan salat dengan cara berlari untuk menyelamatkan diri. Selain itu ia mendapatkan dispensasi atas perkara-perkara yang ada dalam keadaan darurat, seperti tidak menghadap kiblat atau banyak gerakan di luar gerakan shalat.
[]waAllahu a’lam
[1] Nihayah az-Zain, hal. 53, CD Maktabah Syamilah