Islam Keras atau Islam Tegas?

Tidak dapat dipungkiri, agama Islam adalah agama yang universal. Pranata hukumnya masuk dan meliputi semua aspek kehidupan manusia, baik dalam bidang ekonomi, sosial, politik, dan lain sebagainya. Semua tatanan hidup tersebut tidak pernah terlepas dari sentuhan hukum‐hukum Islam yang mengaturnya. Dan pada gilirannya Islam akan membawa kedamaian dan kesejahteraan, baik di dunia maupun di akhirat.

Implementasi hukum Islam yang kompleks akan memantapkan Islam sebagai satu‐satunya sistem hidup yang berasal dari Allah Swt. Hanya saja yang menjadi permasalahan adalah, bagaimana umat dapat memahami maksud sebenarnya dari firman Allah Swt dan sabda Rasulullah Saw sebagai tuntunan yang harus diikuti dan diamalkan dalam kehidupan nyata. Sementara perbedaan penafsiran terhadap teks-teks keagamaan dalam beberapa persoalan hingga saat ini pun tidak dapat dihindari, termasuk diantaranya adalah dalam hal interaksi dan dakwah terhadap non muslim.

Kelompok Islam Radikal yang berhaluan keras memahami bahwa non muslim sebagai musuh utama yang harus diperlakukan secara kasar, keras, dan terus diwaspadai.  Kelompok tersebut mengambil pemahaman dari firman Allah Swt:

مُحَمَّدٌ رَّسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاء عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاء بَيْنَهُمْ

“Muhammad adalah utusan Allah dan orang‐orang yang bersama dengan dia bersikap keras terhadap orang orang kafir, tetapi berkasih sayang kepada sesama mereka,” (QS. Al-Fath: 29).

وَلَن تَرْضَىٰ عَنكَ الْيَهُودُ وَلَا النَّصَارَىٰ حَتَّىٰ تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ

“Orang Yahudi dan Nasrani tidak akan rela kepadamu (Muhammad) sebelum engkau mengikuti agama mereka.” (QS. Al-Baqarah: 120).

Dari ayat-ayat tersebut, mereka mengambil pemahaman bahwa sebaik‐baiknya orang kafir tetaplah berstatus musuh. Karena orang kafir selamanya tidak akan rela jika Islam maju dan jaya. Maka dari itu, bersikap dan menentang secara keras terhadap seluruh tindakan non muslim menjadi sebuah keharusan.

Berbeda dengan kelompok Islam Radikal, sebagian besar mayoritas umat Islam justru berkata sebaliknya. Dengan artian, kelompok Islam mayoritas lebih memilih jalan damai dan bersikap santun. Sikap toleransi dan mengedepankan keramahan terhadap non muslim merupakan pilihan yang paling tepat dalam konteks zaman sekarang, terlebih di negara yang mendukung asas demokrasi dan persatuan seperti Indonesia. Beberapa dalil yang menjadi pijakan dasar dalam sikap ini adalah firman Allah Swt dalam Al-Qur’an:

فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ ٱللَّهِ لِنتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ ٱلْقَلْبِ لَانْفَضُّوْا مِنْ حَوْلِكَ فَٱعْفُ عَنْهُمْ وَٱسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِى ٱلْأَمْرِ

“Maka disebabkan rahmat dari Allah lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu.” (QS. Ali ‘Imran: 159).

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِّلْعَالَمِينَ

“Dan kami tidak mengutus engkau Muhammad melainkan untuk menjadi rahmat seluruh alam.” (QS. Al-Anbiya’: 107).

Hubungan dengan Non Muslim

Apabila dilihat dari sisi keterkaitannya secara umum, hubungan antara muslim dan non muslim dapat dibagi ke dalam dua keadaan, yaitu:

Pertama, posisi umat muslim yang saling berhadapan atau bermusuhan dengan non muslim sampai kedua belah pihak dapat mencapai kata sepakat untuk hidup berdampingan secara damai. Kedua, umat muslim yang hidup berdampingan secara damai bersama non muslim hingga terjadi hal‐hal yang dapat merusak hubungan kedua belah pihak menjadi saling berhadapan atau bermusuhan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.