Isra Mikraj dan Musik: Ekspresi Cinta kepada sang Baginda

Mumpung masih suasana bulan Rajab, saya hendak berbagi sedikit kemesraan. Kemesraan? Benar. Di dalam bulan mulia ini terdapat peristiwa penting yang mewajibkan kita memiliki rasa cinta: perjalanan spiritual Nabi dari Masjid al-Haram Mekah ke Masjid al-Aqsha Palestina. Setelah meninggalkan tunggangannya, Nabi bermikraj naik hingga ke langit ketujuh, lalu melangkah melampaui Sidaratul Muntaha sebelum akhirnya berjumpa dengan Tuhan.

Namun bukan kisah-kisah menakjubkan yang terburai sepanjang perjalanan spiritual itu yang ingin saya bagikan. Di waktu-waktu yang marak dengan caci maki dan ujaran benci ini, sangat urgen kiranya saya membagikan kemesraan-kemesraan suci: rasa cinta umat kepada sang Nabi.

Ada banyak cara mengungkapkan cinta kepada sang pujaan hati. Sayyidina Ali mengajukan dirinya untuk menjadi “sosok Nabi” ketika rumah Nabi dikepung kaum kafir Quraisy. Sayyidina Utsman menyerahkan ratusan kuda dan unta untuk membantu peperangan demi peperangan. Sayyidina Umar mengacungkan pedang untuk siapa saja yang mengatakan Rasulullah telah wafat di hari duka itu. Sayyidina Abu Bakar tetap merestui Usamah bin Zaid, yang masih 17 tahun itu, untuk memimpin pasukan perang melawan imperium Romawi di saat Madinah masih bergejolak akibat banyak kaum murtad, hanya karena Nabi telah memutuskannya.[1]

Pun begitu dengan umat Nabi hari-hari ini. Untuk mengenang Isra Mikraj Nabi, sebuah grup musik sufi dari Libanon, “Al Madihin”, ingin membuktikan cinta mereka kepada Nabi. Mereka membacakan salawat dan puji-pujian dari Qasidah al-Burdahnya Imam al-Bushiriy. Tentu saja dengan irama merdu suara dan alat musik mereka.

Madah-madah yang digubah al-Bushiriy ini memang mengesankan sekali. Indah, sastrawi, dan membuat kita melambung secara spiritual, apalagi dipadu dengan adanya garapan musikal yang penuh estetika. Baca saja bait-bait yang beliau tulis khusus mengenai peristiwa Isra Mikraj ini. Berikut beberapa bait diantaranya[2]:

وَأَنْتَ تَخْتَرِقُ السَّبْعَ الطِّبَاقَ بِهِمْ *

فيِ مَوْكِبٍ كُنْتَ فِيهِ الصَّاحِبَ العَلَمِ

Engkau tembus langit tujuh petala, bertemu para nabi

Bersama kumpulan malaikat, engkau menjadi pembawa panji

حَتىَّ إِذَا لَمْ تَدَعْ شَأْوًا لِمُسْتَبِقٍ *

مِنَ الدُّنُوِّ وَلاَ مَرْقَى لِمُسْتَنِمِ

Hingga tak ada batas terdekat yang engkau sisakan untuk orang yang ingin mendahului (mendekat)

dan tak ada tempat naik (yang engkau sisakan untuk pencari derajat tinggi)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.