Peristiwa Isra’ dan Mi’raj terjadi pada saat Rasulullah SAW mengalami masa-masa kecemasan. Karena beberapa waktu sebelumnya, Rasulullah SAW sangat terpukul dengan meninggalnya dua orang yang menjadi ujung tombak kekuatan beliau dalam mendakwahkan agama Islam, yakni Khadijah RA dan Abu Thalib RA. Sementara tekanan fisik maupun psikis yang terus dilancarkan kafir Quraisy semakin menambahkan kegelisahan beliau. Seolah tiada celah dan harapan bagi masa depan agama Islam pada saat itu.
Kala itu, Rasulullah saw. ditinggal oleh pamannya, Abu Thalib, dan istri tercinta, Khadijah. Sepeninggal kedua orang istimewa ini, kehidupan Rasullah saw. kerap dilanda kesedihan dan dihujani berbagai duka yang amat perih. Akan tetapi, yang paling membuat Nabi bersedih adalah tertutupnya pintu-puntu dakwah untuk menyebarkan Islam. Pasca meninggalnya kedua orang ini pula, di mana pun beliau menyerukan Islam, di situ pasti terdapat penolakan. Semua orang kini berani memusuhi Rasulullah saw. secara terang-terangan. (Lihat: Said Ramadhan al-Buthi, Fiqh As-Sirah An-Nabawiyah, hlm. 97)
Penyejuk
Maka pada malam malam 27 Rajab, seakan menjadi penyejuk di tengah kegersangan yang selama ini menyelimuti beliau. Perjalanan Isra’ dari Masjidil Haram di Makkah menuju Masjidil Aqsha di Baitul Muqaddas menjadi langkah untuk menjelajahi napak tilas perjuangan nabi-nabi terdahulu. Begitu pula dengan proses Mi’raj, beliau dapat melihat secara langsung seluruh alam dan singgasana kebesaran di jagad raya. Secara keseluruhan, semua yang beliau alami pada malam itu telah membantu meredakan kecemasan yang beliau alami selama ini dan meningkatkan kembali gairah dakwah dan tekad yang semakin kuat ke depannya.
Peristiwa Isra’ dan Mi’raj diartikan sebagai peristiwa perjalanan Nabi Muhammad SAW dari Masjid Al-Haram di Mekah menuju Masjid Al-Aqsha di Baitul Muqaddas (Jerusalem). Lalu dilanjutkan dengan perjalanan dari Qubbah Ash-Shakhrah menuju Sidratul Muntaha (akhir penggapaian). (Lihat: Abu Ja’far Ath-Thabari, Tafsir Ath-Thabari, XVII/333)
Kronologi
Kronologi peristiwa Isra’ dan Mi’raj sebenarnya sudah digambarkan dalam Al-Qur’an, yaitu pada Surat Al-Isra’ ayat 1:
سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آَيَاتِنَا إِنَّهُ .هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِير
“Maha Suci Allah yang telah memperjalankan hambanya pada suatu (bagian) malam dari Masjidil haram ke Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. Al-Isra’: 1)
Ayat ini menjadi bidikan paling fundamental dan yang paling berperan. Melalui perjalanan Isra’ dan Mi’raj, Allah memberi kesempatan kepada Rasulullah saw. untuk menyaksikan dan merasakan sendiri pengalaman-pengalaman yang maha luar biasa, yaitu melampaui teori-teori umum yang berlaku di bumi dan langit. Melihat ayat-ayat kebesaran Allah, menjelajahi tujuh lapis langit dan luasnya jagad raya, menyaksikan sendiri Baitul Makmur, Sidratul Muntaha, surga, neraka, al-Kursy, Mustawa, permadani agung (Rafraf), al-‘Arsy, dan yang lainnya.
Lebih lanjut, Fakhruddin Ar-Razi—seorang pakar tafsir terkemuka—memberikan kesimpulan, “Firman Allah swt. ‘Agar kami memperlihatkan kepadanya sebagian dari ayat-ayat kekuasaan Kami,’ menunjukkan bahwa fungsional dari perjalanan Isra’ dan Mi’raj secara khusus adalah kembali kepada Nabi Muhammad SAW. ” (Lihat: Ar-Razi, Mafatih Al-Ghaib, X/122)
Waktu Peristiwa Itu Terjadi
Mengenai waktu kapan terjadinya peristiwa Isra’ dan Mi’raj, para ulama masih berselisih pendapat. Sebagian dari mereka ada yang mengatakan bahwa peristiwa tersebut terjadi pada tahun ke sepuluh terhitung sejak masa kenabian. (Lihat: Badruddin Al-‘Aini, ‘Umdah Al-Qori’ ‘Ala Shahih Al-Bukhari, XVII/20)
Dalam sejarah, Isra’ dan Mi’raj merupakan salah satu peristiwa paling bersejarah bagi perjalanan umat Islam. Peristiwa tersebut menunjukkan betapa Maha Kuasanya Allah SWT. Bagaimana seorang hamba bersama ruh dan jasadnya menempuh jarak jutaan kilometer hanya dalam waktu tempuh satu malam.
Sebuah hadis yang cukup panjang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dan Imam Muslim berkenaan dengan peristiwa Isra’ dan Mi’raj ini. Dalam riwayat itu disebutkan bahwa Rasulullah SAW mengendarai Buraq. Dan juga disebutkan bahwa ketika di Masjidil Aqsha Palestina, Rasulullah SAW melakukan salat dua rakaat. Setelah itu, datanglah malaikat Jibril membawa sebuah bejana berisi arak dan bejana lain berisi susu, namun Rasulullah SAW memilih bejana yang berisi susu. Dan dalam riwayat itu pula kronologi peristiwa Mi’raj Rasulullah SAW ke langit pertama, kedua, dan seterusnya hingga mencapai Sidratul Muntaha (akhir penggapaian), ‘Arsy, dan Mustawa. Di sanalah beliau mendapatkan wahyu dari Allah SWT. Dan sejak saat itu pula salat lima waktu diwajibkan bagi seluruh umat Islam. Yang pada mulanya, sholat yang diwajibkan berjumlah lima puluh rakaat.
Setelahnya
Keesokan paginya, Rasulullah SAW menuturkan peristiwa yang telah beliau alami kepada khalayak penduduk kota Mekah. Orang-orang kafir Mekah pun segera menyebarluaskan berita yang mereka anggap sebagai cerita palsu tersebut kepada teman-teman mereka sambil mengolok-olok Rasulullah SAW. Karena Rasulullah SAW mengaku datang ke Baitul Muqaddas di Palestina, beberapa orang kafir menantang beliau untuk menjelaskan semua yang ada di sana. Padahal, ketika mendatangi Baitul Muqaddas pada malam itu, tidak pernah terlintas dalam benak Rasulullah SAW untuk memperhatikan dengan seksama seluruh detail bangunan Baitul Muqaddas, apalagi menghafalkan jumlah pilarnya. Mendapatkan tantangan seperti itu, Allah SWT menampakkan Baitul Muqaddas di hadapan Rasulullah SAW. Beliau pun dapat menjelaskan semua hal tentang Baitul Muqaddas dengan sangat rinci seperti yang diminta orang-orang kafir.
Berkenaan dengan hal itu, Imam Bukhari dan Imam Muslim juga meriwayatkan hadis bahwa Rasulullah SAW bersabda:
لَمَّا كَذَّبَتْنِيْ قُرَيْشٌ قُمْتُ فِي الْحِجْرِ فَجَلَّى اللّٰهُ لِيْ بَيْتَ الْمُقَدَّسِ فَطَفَقْتُ أُخْبِرُهُمْ عَنْ آيَاتِهِ وَأَنَا أَنْظُرُ اِلَيْهِ
“Ketika orang-orang Quraisy menganggap aku berdusta, aku pun berdiri di Hijr Ismail, dan Allah menampakkan Baitul Muqoddas padaku. Maka aku pun menceritakan kepada mereka semua tanda-tanda bangunan tersebut sembari aku melihat bangunan itu.” (Lihat: Shahih Al-Bukhari, V/52)
Abu Bakr
Sementara itu, beberapa orang kafir Quraisy telah mendatangi Abu Bakar As-Shidiq RA untuk menyampaikan hal yang baru dituturkan oleh Rasulullah SAW. Mereka mulanya menyangka bahwa sahabat terdekat Rasulullah SAW ini akan menganggap peristiwa tersebut merupakan sebuah kebohongan besar. Mereka juga berharap, Abu Bakar As-Shidiq RA tidak akan mempercayai Rasulullah SAW lagi. Ternyata Abu Bakar As-Shidiq RA malah berkata, “Jika memang benar Dia (Muhammad SAW) mengatakan seperti itu, aku pasti percaya. Bahkan, jika beliau mengatakan yang lebih jauh (lebih ajaib) dari itu, akau pasti akan tetap mempercayainya. ” (Lihat: Said Ramadhan al-Buthi, Fiqh As-Sirah An-Nabawiyyah, h. 108-109)
Pada pagi hari setelah peristiwa Isra’ Mi’raj tersebut malaikat Jibril datang memberitahu kepada Rasulullah SAW tentang tata cara salat beserta waktu pelaksanaannya. Sebelum syariat salat lima waktu ditetapkan, Rasulullah SAW biasa melaksanakan salat dua rakaat di pagi hari dan dua rakaat di sore hari, sebagaimana yang dilakukan nabi Ibrahim AS. (Lihat: Ibnu Hajar Al-‘Asqalani, Fath Al-Bari, I/465)
Pelajaran Berharga
Melihat konteks situasi dan kondisi peristiwa Isra’ dan Mi’raj telah memberi pelajaran berharga kepada umat manusia dalam menghadapi sebuah perjuangan. Segala rintangan dan penentangan yang ditemukan akan dapat diselesaikan dengan cara maupun metode yang sudah diketahui oleh Allah SWT. Karena yang terpenting bagi manusia adalah terus berjuang, memperkuat tekad, dan terus konsisten dalam semua keadaan. []waAllahu a’lam
Baca juga:
ISRA MIKRAJ DAN MUSIK: EKSPRESI CINTA KEPADA SANG BAGINDA
Follwo juga:
@pondoklirboyo