Bersholawat, bukan hanya sekedar doa untuk junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Bersholawat juga adalah bukti kecintaan sorang hamba kepada Nabinya. Betapa besar dan agungnya kehebatan sholawat, ia yang memiliki ribuan macam jenis dan nama juga memiliki ribuan macam jenis dan khasiat yang berbeda-beda serta saling melengkapi. Ada sholawat yang jika dibaca akan menghilangkan kesusahan, menarik rizki, bahkan ada yang dijelaskan khasiatnya dapat menjadi wasilah mimpi bertemu Nabi Muhammad SAW.
Membaca sholawat bukanlah hal yang percuma. Meskipun Nabi Muhammad SAW telah dijamin keselamatannya oleh Allah SWT, Nabi Muhammad SAW juga telah dijanjikan surga oleh-Nya, namun kita masih tetap disunnahkan mendoakan sholawat untuk Beliau. Bahkan Beliau pernah bersabda, bahwa umatnya yang paling utama derajatnya adalah yang paling sering bersholawat. Dan Beliau juga menyebut orang yang tak membaca sholawat ketika nama Beliau disebut sebagai orang yang pelit.
Imam Ibnu Hajar menukil maqalah para ulama mengatakan, “Membaca sholawat merupakan bukti kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW, dan cara untuk mengagungkan Beliau.” Imam Ibnu Hajar juga mengatakan, “Pada hakikatnya orang yang membaca sholawat adalah orang yang mendoakan dirinya sendiri karena selama kita mau bersholawat kepada Nabi, maka Allah akan membalas pahala sholawat kita. Dan kita yang bersholawat pada hakikatnya juga sedang mengucapkan dzikir. Man ahabba syaian kasuro min dzikrihi (Kala kita mencintai sesuatu, maka kita akan banyak-banyak menyebutkannya.)” Syaikh ‘Abdul ‘Aziz Al-Dabbagh memperkuat argumen ini, “Sebenarnya Allah tidak mensyari’atkan sholawat agar manfaatnya kembali kepada Nabi. Namun agar manfaatnya kembali kepada hamba itu sendiri.”
Pada akhirnya, sebenarnya kitalah yang lebih membutuhkan sholawat daripada Nabi. Kita membutuhkan sholawat untuk wasilah. Doa yang kita panjatkan belum akan terkabul dan masih tergantung di langit, sampai akhirnya kita menyisipkan sholawat dalam doa kita. Kemudian barulah doa tersebut diangkat ke langit. Demikian menurut satu riwayat hadis.
Kemudian jika kita renungkan kembali, segala kebaikan yang dilakukan umat Nabi merupakan hal yang diajarkan oleh Nabi. Nabi pernah bersabda, barang siapa yang mengajarkan kebaikan, maka ia akan mendapatkan pahala yang sama dengan orang yang diajarinya. Pahalanya tak akan putus hingga hari akhir. Salat kita, puasa kita, zakat kita, dan amaliyah-amaliyah lain yang kita lakukan pahalanya juga akan sampai kepada Nabi, karena Beliaulah yang mengajarkan itu semua. Nabi setiap detik mendapatkan pahala dari setiap kebaikan ibadah yang dilakukan setiap umatnya. Pahala yang besarnya hanya mampu dihitung oleh Allah. Lantas masihkah kita berpikir bahwa Nabi membutuhkan pahala sholawat kita?[]
0