Kajian Tafsir; Tiada Paksaan dalam Beragama

Allah Swt berfirman dalam Alqur’an:

لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقى لَا انْفِصامَ لَها وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

Tidak ada paksaan di dalam (menganut) agama (Islam), sesungguhnya telah jelas antara jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Barang siapa yang ingkar kepada Taghut dan beriman kepada Allah, maka dia telah berpegang (teguh) kepada tali yang kuat yang tidak akan putus, dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” (QS. Al-Baqarah: 256).

Meskipun ayat tersebut memiliki kaitan yang erat dengan asbabun nuzul(latar belakang penurunan ayat), namun tidak menafikan kontekstualisasi dari esensial ayat itu sendiri. Hal ini senada dengan konsep kaidah Fiqih bahwa yang menjadi pertimbangan dalam hukum adalah keumuman suatu kata (lafadz), bukan karena sebab khusus.[1]

Sekilas, pemahaman atas ayat tersebut menjelaskan bahwa umat Islam tidak diperbolehkan memaksakan seseorang untuk beriman dan masuk agama Islam. Mengapa bisa demikian, bukankah Islam mengajarkan kepada umatnya untuk selalu menyerukan dan mensyiarkan agama Islam?.

Sebenarnya, dalam  penggalan ayat tersebut Allah Swt secara tegas telah menyampaikan bagaimana sikap Islam terhadap konsep keimanan. Di awal ayat sudah dikatakan bahwa “Tidak ada paksaan dalam (mengikuti) agama (Islam)”. Dalam aspek literatur kebahasaan, kata paksaan (Ikrah) memiliki pengertian memperlakukan orang lain dengan sebuah pekerjaan yang tidak disukai. Sebuah pemaksaan tidak akan dapat dibuktikan secara empiris kecuali dalam bentuk pekerjaan anggota lahiriyyah yang hanya dapat ditangkap oleh panca indra. Sementara keimanan adalah sebuah urusan keyakinan yang wilayahnya ada di dalam hati.  Sehingga dari aspek kebahasaan ini saja sudah menunjukkan bahwa tidak mungkin adanya keimanan yang dihasilkan dari sebuah paksaan.[2]

Pada lanjutan ayat ini juga dipaparkan “Sesungguhnya telah jelas antara jalan yang benar daripada jalan yang sesat”. Artinya, berbagai argumentasi dan bukti-bukti atas kebenaran agama Islam sudah sangat jelas bahwa keimanan adalah sebuah petunjuk yang mengarahkan kepada keselamatan abadi. Begitu juga sebaliknya, sudah sangat jelas bahwa kekufuran merupakan sebuah kesesatan yang mengantarkan kepada kesengsaraan abadi.

Ketika hal tersebut sudah sangat jelas, maka bagi orang yang memiliki akal sehat dan sempurna secara otomatis akan memilih terhadap jalan yang akan mengantarkannya kepada keselamatan abadi, yaitu dengan jalan keimanan. Dengan demikian, tidak diperlukan lagi adanya sebuah paksaan dalam konsep keimanan.[3]

Selanjutnya, walaupun tidak ada paksaan untuk masuk ke dalam agama Islam, bukan berarti pilihan seseorang untuk tidak memeluk agama Islam tidak berkonsekuensi apa-apa. Karena orang yang telah memeluk agama Islam berarti telah memegang teguh pedoman yang kuat. Begitu juga sebaliknya orang yang kufur yang enggan beriman maka dia akan tetap di lembah kesesatan.

Sebagian ahli Tafsir lain menafsiri redaksi “Tidak ada paksaan dalam (mengikuti) agama (Islam)” sebagai bentuk larangan, sehingga sejalan dengan arti “Janganlah kalian memaksa dalam (mengikuti) agama (Islam)”. Karena sebuah keimanan tidak bisa dibangun di atas sebuah paksaan, maka paksaan tersebut sudah tidak bermanfaat lagi. Selain itu, para ulama juga melarang sebuah paksaan dalam keimanan dikarenakan bertendensi bahwa di dunia merupakan wahana ujian atas keimanan setiap manusia. Sehingga adanya paksaan akan meniadakan konsep ujian tersebut, sesuai dengan firman allah Swt:

وَقُلِ الْحَقُّ مِنْ رَبِّكُمْ فَمَنْ شاءَ فَلْيُؤْمِنْ وَمَنْ شاءَ فَلْيَكْفُرْ

“Dan katakanlah; Kebenaran itu datang dari Tuhanmu, maka barang siapa yang ingin (beriman) maka hendaklah ia beriman. Dan barang siapa yang ingin (kufur) biarlah dia kafir” (QS. Al-Kahfi: 29).[4]

Dalam ayat laian, Allah swt berfirman:

وَلَوْ شاءَ رَبُّكَ لَآمَنَ مَنْ فِي الْأَرْضِ كُلُّهُمْ جَمِيعاً أَفَأَنْتَ تُكْرِهُ النَّاسَ حَتَّى يَكُونُوا مُؤْمِنِينَ

Dan jika Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang ada di muka bumi seluruhnya. Maka apakah kamu hendak memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya?,” (QS. Yunus: 99).

One thought on “Kajian Tafsir; Tiada Paksaan dalam Beragama

  1. Assalamu’alaikum
    Terimakasih atas artikelnya, betul sudah saatnya umat Islam menunjukkan identitas kebenarannya dalam berbagai aspek kehidupan namun sesuai dengan ajarkan dakwah yang ada pada Surah An Nahl ayat 125 yakni dengan hikmah, mauizhah hasanah, dll.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.