Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Salah satu kebiasaan yang berlaku di masyarakat ialah seserahan / hantaran (pemberian) saat prosesi lamaran. Biasanya, pihak laki-laki semacam hadiah seperti seperangkat pakaian, kosmetik, cincin, dan sesamanya. Apabila rencana pernikahan ternyata gagal, apakah pihak perempuan harus mengembalikan apa yang telah diberikan kepadanya? Terimakasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
(Ima Ch.- Surabaya)
___________________
Admin- Wa’alaikumsalam Wr. Wb.
Hadiah yang diberikan ketika prosesi lamaran (seserahan) biasanya bertujuan untuk menunjukkan keseriusan untuk menikahi seseorang. Namun apabila ternyata tujuan itu tidak tercapai, maka pihak perempuan harus memperhatikan status barang yang telah diberikan kepadanya. Hal ini terkait apakah boleh bagi pihak laki-laki untuk memintanya kembali ataukah tidak.
Dalam kitabnya yang berjudul al-Fatawi al-Fiqhiyah al-Kubro, imam Ibnu Hajar mengatakan:
“Pertanyaan: ketika seorang laki-laki melamar perempuan kemudian perempuan itu menerima lamarannya. Lantas laki-laki itu memberi sebuah pemberian yang sering disebut Jihaz (hadiah lamaran). Apakah perempuan itu punya hak milik atas pemberian itu ataukah tidak?. Jawaaban: yang dianggap dalam kasus itu adalah tujuan dari pihak pemberi. Apabila pemberi bertujuan hanya sekedar hadiah, maka pihak penerima punya hak milik atas pemberian itu…. Ataupun apabila pihak pemberi memiliki niatan untuk mengambilnya kembali apabila pernikahannya gagal serta apabila tidak ada tujuan apapun dalam pemberiannya, maka pihak pemberi boleh menarik kembali pemberiannya”.[1]
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa apabila pemberian itu murni sebagai hadiah, maka pihak lelaki tidak boleh menariknya kembali. Namun apabila dalam pemberiannya ia tidak memiliki motif apapun atau memiliki tujuan yang terkait pernikahan, maka pihak laki-laki boleh untuk menariknya kembali. Sebagaimana ungkapan syekh Abi Bakar Syatho ad-Dimyati dalam kitabnya yang berjudul I’anah at-Thalibin:
“Penarikan kembali (pada hadiah lamaran) diperbolehkan apabila dalam pemberiannya tidak bertujuan apapun atau hadiah yang berkaitan dengan pernikahan yang akan dijalaninya. Sehingga apabila pemberiannya hanya bermotif hadiah belaka, maka tidak diperbolehkan baginya untuk menarik pemberian tersebut”.[2] []waAllahu a’lam
_____________________________
[1] Al-fatawi al-Fiqhiyah al-Kubro, juz IV hlm 111. Cet. Maktabah al-Islamiyah
[2] Hasyiyah I’anah at-Thalibin, juz III hlm 31, cet. Darul Fikr
0