LirboyoNet, Kediri – Kemerdekaan bangsa yang telah diperjuangkan para leluhur, patutlah bagi anak-cucunya untuk menengadahkan rasa syukur. Bagi santri Lirboyo, rasa syukur dapat berupa macam-macam.
Pagi hari itu (17/08), sembari berangkat sekolah, beberapa santri mengusung bendera dari kamarnya hingga ke lokasi kelas. Tentu saja, sambil meneriakkan lagu-lagu kebangsaan. Meneriakkan? Karena suara mereka sangat keras, sehingga menggugah teman-teman mereka yang lain untuk ikut dalam kawanan. Walhasil, dari hanya beberapa santri, bertambah menjadi puluhan yang berada di belakang bendera.
Aroma perayaan juga terasa di pondok-pondok unit. PP HM Al Mahrusiyah misalnya. Dilaksanakan di lapangan sekolah, ratusan siswa dengan khidmat mengikuti upacara bendera. karena telah terbiasa dengan pelaksanaan serupa, para penggawa upacara terlihat siap dan sigap.
Lain halnya yang terjadi di PP HY. Tiang bendera baru berdiri sehari sebelum pelaksanaan upacara. Tempatnya pun bukan di lapangan besar. Para santri merapikan halaman depan kamar berukuran 6×8 meter, yang mereka anggap cukup besar untuk menghelat perayaan.
Meski demikian, mereka tidak kehilangan ruh kemerdekaan yang juga berdiam di berbagai penjuru Nusantara. Para peserta mempersiapkan pakaian mereka masing-masing. Bukan seragam, melainkan apa yang mereka anggap mewakili perasaan mereka akan berartinya sebuah kemerdekaan. Dari seperangkat seragam pramuka, pakaian tentara, hingga jubah mirip kepunyaan Panglima Soedirman.
Tidak ada panggung kehormatan untuk dipasang sebagai tempat pembina upacara. Mereka tak kehilangan akal. Becak lusuh pun mereka manfaatkan sebagai penggantinya.
PPHM juga tidak ketinggalan. Beberapa santri menata halaman blok sedemikian rupa, dan mengibarkan merah-putih di tengah-tengahnya. Puluhan santri yang akan roan (gotong royong) di sawah dan bangunan milik para masyayikh juga mengawali kegiatan hariannya itu dengan menyanyikan Indonesia Raya.
Meski dengan peringatan sederhana, Indonesia yang sudah berusia 71 tahun ini telah menjadi darah dan tulang para santri. Mereka adalah para pewaris ulama dengan cita-cita mulia: baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur.][