Lirboyo di Masa PKI

melawan PKI

Lirboyo di Masa PKI– Sebagaimana yang telah di ketahui, bahwa setelah Indonesia terbebas dari belenggu penjajah baik sebelum maupun sesudah masa kemerdekaan, berarti umat Islam pada waktu itu telah bebas, dalam arti bebas yang seluas-luasnya, termasuk bebas melaksanakan segala aktifitas ibadahnya. Namun perjuangan umat Islam tidak berhenti sampai di situ.

Sebab gangguan dan rintangan terhadap umat Islam belum habis, jika dulu gangguan dan rintangan di lancarkan oleh penjajah, setelah kemerdekaan, gangguan itu malah di gencarkan oleh komunitas yang menyimpang dari cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Seperti timbulnya pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) di Madiun pada tanggal 18 September 1948.

Fenomena sejarah Bangsa Indonesia dikejutkan pula dengan aksi PKI yang berunjuk rasa, padahal rakyat dan pemerintah saat itu dalam keadaan cemas mempertahankan Negara dari Agresi Belanda II, tetapi kaum Komunis malah melancarkan pemberontakannya ingin merebut kekuasaan.

Gerakan PKI ingin merongrong kewibawaan Pemerintah, mereka juga berambisi menyingkirkan potensi umat Islam. Aksi-aksi tersebut di kenal dengan “Aksi Sepihak”. Misalnya aksi PKI di bidang Agraria di Banyuwangi, Besuki, Kediri, Blitar, Mantingan, Pemalang, Indramayu dan daerah lainnya.

Karena para Ulama memiliki tanggung jawab yang tidak ringan di hadirat Allah dalam kepemimpinannya terhadap umat, maka para Ulama tampil memikul tanggung jawab dengan mendasari langkah umat agar tidak tersesat.

Tak terkecuali Kyai Mahrus Aly sikap beliau saat melihat diskriminasi yang di lancarkan kaum Palu Arit segera mengirim para santrinya bergabung dengan Brigade S. Soerahmad agar ikut serta menumpasnya. Mereka yang dikirim ke Madiun antara lalin, H. Abdul Halim dan Muhammad Faqih. Beliau juga berhasil menggagalkan rapat-rapat umum yang di lancarkan oleh masa PKI di Alun-alun Kediri.

Air Asma’ Kiyai Mahrus Aly

Kyai Mahrus Aly saat memberikan spirit kepada para pejuang untuk menyingkirkan para penghianat Negara itu tidak hanya sekedar dengan wejangan-wejangan lisan saja, namun juga dengan berdo’a dan mengambil air asma’ kemudian di bagikan kepada para pejuang untuk diminum.

Berkat kemanjuranya sehingga masyarakat dan ABRI pun banyak yang datang berduyun-duyun ke Kyai Mahrus Aly demi mendapatkan air itu guna dijadikan modal kekuatan menggempur PKI. Hal ini terbukti pada diri santri bernama Damiri dan Syafi’i Sulaiman, begitu meminum air asma’, keberaniannya mulai bangkit.

Oleh karena itu tidak mustahil jika PKI kala itu bila mendengar nama Kyai Mahrus aly, mereka menjadi ketakutan dan gemetar.

Aksi-aksi PKI terus berkelanjutan, menjelang meletusnya Gerakan Sepuluh September (G 30 S/PKI) tahun 1965. Saat menghadapi peristiwa ini, Kyai Mahrus Aly merasa cemas, sehingga salah satu santrinya yakni KH. Syafi’i Sulaiman (pada waktu itu Ketua NU Cabang Kabupaten Kediri) sempat berkisah tentang kegiatan PKI waktu itu, sekitar peristiwa 30 September, tepat tanggal 9 Oktober 1965M.

Syafi’i Sulaiman dipanggil Kolonel Sampoerna (Komandan Resimen Kediri waktu itu) agar Pak Syafi’i segera mengadakan Apel Besar NU dari GP Anshor.

Sudah barang tentu atas izin dan restu Kyai Mahrus, Kyai Syafi’i segera mengadakan Apel Besar pada tanggal 13 Oktober 1965 di alun- alun Kota Kediri, untuk menumpas PKI dan antek- anteknya.

Sebab menurut informasi yang ada, tiga hari lagi (kala itu) PKI akan mengadakan pemberontakan besar-besaran di Kediri, entah itu PKI yang berasal dari Kawasan Tulungagung, Blitar maupun Kediri.

Alhamdulillah berkat pertolongan Allah dengan dukungan para Ulama bersama ABRI waktu itu umat Islam berhasil menguasai keadaan.

Disarikan dari Buku; Pesantren Lirboyo, Sejarah, Fenomena dan Legenda.

Baca Juga; Sejarah Berdirinya Masjid Agung Lawang Songo Pondok Lirboyo

Follow Instagram ; @pondoklirboyo

Subscribe; Pondok Lirboyo

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.