Merawat Kultur Budaya Indonesia dengan Mempelajari Sejarah

Merawat Kultur Budaya Indonesia Dengan Mempelajari Sejarah


لَـقَدۡ كَانَ فِىۡ قَصَصِهِمۡ عِبۡرَةٌ لِّاُولِى الۡاَلۡبَابِ​ؕ
“Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang
mempunyai akal.”
(Q.S Yusuf: 111)

Dalam beberapa tempat, al-Qur’an menceritakan kisah-kisah dramatis seolah (Nabi) yang menceritakan atau bahkan pelaku (subjek) dari sejarah itu sendiri.

Gaya berkisah al-Qur’an amat sesuai dengan kondisi psikologis pembaca. Anda mengetahui bagaimana seorang anak kecil dihantarkan tidur dengan sebuah cerita tidur atau sampai ada istilah dongeng sebelum tidur atau malah seperti kisah seribu satu malam. Metode cerita menjadi media paling efektif untuk menyampaikan pesan-pesan atau pendidikan yang hendak disampaikan.

Akhirnya dengan mengingat wejangan Bapak Bangsa sang Proklamator Dr. Ir. H. Soekarno yang masyhur dengan sebutan Bung Karno: “JAS MERAH” jangan sesekali meninggalkan sejarah. Serta sabda Rasulullah “qul alhaqqa walaw kana murran”.

Betapa banyak hasil karya Anak Bangsa yang dipersembahkan hanya untuk mempertahankan sejarah. Bukan untuk diulangi tapi untuk dipelajari. “Orang yang enggan belajar sejarah, ia akan mencicipi apa yang terjadi di sejarah bahkan lebih pahit”.

Perjuangan Nabi dan umat Islam periode awal dalam mempertahankan keimanan tak dapat dibayangkan bagaimana dahsyatnya. Begitu pun Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaannya. Penolakan, cacian, bahkan siksaan merupakan ancaman nyata yang memang benar-benar mereka hadapi.

Pada era Mekah, di saat kaum beriman masih menjadi minoritas, intimidasi dari kelompok mayoritas yang berkuasa merupakan hal yang sungguh riil adanya. Maka di saat itu pula dibutuhkan spirit yang menjadikan hati tetap mengobarkan cahaya keimanan. Dalam hal ini, dengan membuka lembaran lama, maka akan mendapatkan apa yang sedang dihadapi.

Otoritas para Fir’aun pasti tak akan lama. Ketamakan dan monopoli para Qarun juga akan segera mendapatkan balasannya. Penindasan yang dilakukan para Namrudz terhadap kelompok lemah juga sebentar lagi akan selesai. Kegelapan pasti akan menjelma menjadi terang benderang. Itu pasti! Karena sejarah masa lalu merupakan laboratorium bagi kehidupan manusia, tempat di mana kita dapat meneliti dan menarik pelajaran.

Pada era Romusha dan kerja Rodi. Mereka, Oportunis sejati, yakni orang pribumi yang menjabat bupati di zaman Belanda, di Negeri kita dahulu. Tak peduli apa dan siapa yang harus dia jual untuk membuat panggung drama tentang loyalitas terhadap majikan.

Drama yang amat membutuhkan karakter. Agar menjadi tontonan yang dinikmati dengan riuh tepuk tangan atau dengan tangisan dan sikap geram. Karakter berpura-pura yang menjiwai, merasuki emosi dan mempermainkannya sebaik mungkin. Dan mereka berhasil mengelabuhi Belanda dan Jepang dengan drama yang super sederhana itu. MERDEKA.

Sekali lagi, kata RA. Kartini, habis gelap terbitlah terang. Itu pasti! Takkan ada lagi pengancam yang datang kecuali binasa di bawah duli Indonesia. Tak akan pernah ada lagi busung lapar melanda Negeri, isak tangis anak yang meminta kehidupan, dan nyawa melayang demi mempertahankan Indonesia. Tak akan ada, jika kita mau mengaca ke ruang sejarah.

Pada ayat di atas terdapat secuil indikasi. Allah menuntun kita agar menjadi sosok yang memiliki jiwa empatisme yang besar, jiwa yang ikut merasakan pahit yang orang lain terima, menjadikan diri terhanyut deras mengikuti arus cerita sejarah sembari menggantikan posisi subjek dalam kisah.

al-Qur’an dengan ajaibnya mampu mengajak kita melakukan hal demikian. Bak pandangan kita pada segerombolan anak kecil yang sibuk memiringkan Hp-nya kesana-kemari, sedang di tengah mereka terdapat satu anak yang tidak memiliki HP. Dengan sedikit tampak melas ia menoleh-nolehkan wajahnya kepada teman yang paling asik.

Begitupun pandangan al-Qur’an di saat melewati ayat “massathum alba’sa waaldharra” yang mengisahkan Muslimin yang bertubi-tubi tertimpa kesulitan baik karena penyakit maupun bahaya-bahaya yang lain.

Lalu diakhiri dengan simpati Rasulullah yang bersabda “ala inna nasrallahi qarib” ketauhilah pertolongan Allah itu dekat.

Betapa pentingnya sejarah, hingga al-Qur’an menceritakan di 35 suratnya dan 1600 ayatnya, kurang lebih seperempat ayat Tuhan membahas topik yang sakral itu.

Maka setidaknya kita jaga kultur budaya Indonesia ini dengan mempelajari sejarah, sekurang-kurangnya kita baca ulang kajian atau analisis sejarah Negeri tercinta ini lewat karya-karya yang telah dituangkan anak bangsa di Perut Bumi Pertiwi ini, agar tak terulang kisah pahit api sejarah masa lalu.

Selamat HUT Kemerdekaan ke-78 RI. Kemerdekaan bukan tanda untuk berhenti berjuang, tapi tanda untuk berjuang dengan lebih keras lagi.

Jangan lupa untuk dukung youtube dan media sosial Pondok Lirboyo, agar semakin berkembang dan maju. Baca juga khutbah jumat lainnya di lirboyo.net.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.