Salah satu rukun nikah adalah adanya mempelai wanita. Syarat wanita yang sah dinikahi adalah;
- Bukan mahram
Artinya tidak sah menikahi ibu, adik kandung, nenek, tante dari ayah atau ibu dan seterusnya.
- Wanita yang sudah ditentukan
Artinya tidak sah menikahi salah satu dari dua perempuan tanpa menentukan perempuan mana yang akan dinikahi terlebih dahulu.
- Tidak dalam ikatan pernikahan
Artinya tidak sah menikahi perempuan yang berstatus sebagai istri orang.
- Tidak dalam masa iddah
Artinya tidak sah menikahi perempuan yang sedang menjalankan iddah. Keterangan demikian sebagaimana yang telah diuraikan oleh Imam Muhammad ibn Ahmad as-Syirbini dalam Al-Iqna’ Fi Hill Alfadz Abi Syuja’;
(وَفِيْ الزَّوْجَةِ حِلٌّ وَتَعْيِيْنٌ وَخُلْوٌ مِمَّا مَرَّ) أَيْ: مِنَ نِكَاحِ وَعِدَّةٍ فَلَا يَصِحُّ نِكَاحُ مَحْرَمَةٍ لِلْخَبَرِ السَّابِقِ وَلاَ إِحْدَى الْمَرْأَتَيْنِ لِلْإِبْهَامِ وَلَا مَنْكُوْحَةٍ وَلَا مُعْتَدَّةٍ مِنْ غَيْرِهِ؛ لِتَعَلُّقِ حَقِّ الْغَيْرِ بِهَا.
“Syarat perempuan sah dinikahi adalah bukan mahram, tertentu dan terbebas dari yang telah lewat penjelasannya, yaitu nikah dan iddah. Maka tidak sah menikahi mahram karena hadis yang telah disebutkan, menikahi salah satu dari dua perempuan karena belum ada kejelasan, menikahi istri orang dan menikahi Wanita iddah disebabkan lelaki lain yang bukan dirinya, sebab masih ada hak orang lain.”
Wanita wajib menjalankan iddah disebabkan tiga hal;
- Talak,
- Suami meninggal,
- Bersetubuhan yang tidak mewajibkan had/hukuman bagi laki-laki serta perempuan atau tidak mewajibkan had bagi laki-laki saja, persetubuhan yang demikian disebut wathi subhah.
Sebagaimana uraian syekh Abu Bakar Syatho dalam I’anah at-Tholibin;
(تَجِبُ عِدَّةٌ لِفُرْقَةِ زَوْجٍ حَيٍّ) بِطَلَاقٍ أَوْ فَسْخِ نِكَاحٍ حَاضِرٍ أَوْ غَائِبٍ مُدَّةً طَوِيْلَةً (وَطِئَ) فِيْ قُبُلٍ أَوْ دُبُرٍ، بِخِلَافِ مَا إِذَا لَمْ يَكُنْ وَطِئَ وَإِنْ وُجِدُتْ خَلْوَةً (وَإِنْ تَيَقَّنَ بَرَاءَةَ رَحْمٍ) كَمَا فِيْ صَغِيْرَةٍ وَصَغِيْرٍ. (وَلِوَطْئٍ) حَصَلَ مَعَ (شُبْهَةٍ) فِيْ حِلِّهِ كَمَا فِيْ نِكَاحٍ فَاسِدٍ وَهُوَ كُلُّ مَا لَمْ يُوْجِبْ حَدًّا عَلَى الْوَاطِئِ.
“Iddah wajib sebab berpisahnya laki-laki yang hidup, (pisah) dengan talak atau fasah nikah baik ia hadir atau sedang bepergian dalam waktu yang lama. Yang mana ia sudah menggauli istri lewat jalan depan maupun belakang. Beda ceritanya jika belum pernah menggauli istri walaupun pernah berduaan. (wajib iddah) meskipun yakin dalam Rahim tidak ada benih seperti pernikahan wanita dan laki-laki yang masih kecil. Iddah juga wajib sebab wathi subhah, yaitu seperti hubungan suami istri dalam pernikahan yang fasid. (wathi subhah) adalah setiap hubungan diluar nikah yang tidak mewajibkan had/hukuman bagi laki-laki.”
Sehingga apabila perempuan hamil sebab zina yaitu persetubuhan yang mewajibkan had bagi laki-laki dan perempuan maka ia tidak wajib iddah dan halal dinikahi baik bagi laki-laki yang mezinahi maupun laki-laki lain.
Sebagaimana penjelasan as-Sayyid Abdurrahman Ba’alawi dalam Bugyah al-Mustarsyidin;
(مَسْأَلَةٌ : ي ش) يَجُوْزُ نِكَاحُ الْحَامِلِ مِنَ الزِّنَا سَوَاءٌ الزَّانِيَ وَغَيْرَهُ وَوَطْؤُهَا حِيْنَئِذٍ مَعَ الْكَرَاهَةِ.
“Boleh menikahi Wanita hamil karena zina baik bagi laki-laki yang mezinahi maupun laki-laki lain. Juga boleh mensetubuhinya akan tetapi makruh.”
Akan tetapi yang perlu menjadi catatan disini adalah anak hasil zina selamanya tidak akan bernasab kepada laki-laki pezina. Sehingga bila ada pernikahan antara laki-laki dan wanita yang berhubungan gelap dengan tujuan untuk menutupi aib dan menegaskan anak yang lahir bukan dari hubungan gelap maka pernikahan yang demikian hukumnya haram.
as-Sayyid Abdurrahman Ba’alawi menjelaskan dalam Bugyah al-Mustarsyidin;
ومن هنا يعلم شدة ما اشتهر أنه إذا زنى شخص بإمرأة وأحبلها تزوجها واستلحق الولد فورثه وورثه زاعما سترها وهذا من أشد المنكرات الشنيعة التي لا يسع أحدا السكوت عنها فإنه خرق للشريعة ومنابذة لأحكامها ومن لم يزله مع قدرته بنفسه وماله فهو شيطان فاسق ومداهن منافق وأما فاعله فكاد يخلع ربقة الإسلام لأنه قد أعظم العناد لسيد الأنام
“Sangat banyak sekali kebiasaan ditengah masyarakat yaitu Ketika laki-laki dan perempuan zina kemudian hamil maka akan dinikahkan dan anak yang lahir dinasabkan kepada pihak laki-laki sehingga dapat menerima dan memberi warisan, demi untuk menutupi perbuatan zina. Yang demikian termasuk kemungkaran yang tidak sepele, semua orang tidak boleh membiarkannya karena dapat merusak hukum-hukum syariat. Orang yang tidak mau menghilangkannya sementara ia mampu baik dengan tenaga maupun harta maka ia setan, fasik, orang yang berpaling dari agama dan munafik. Sedangkan pelakunya telah menghempaskan tali keislamannya sebab ia telah membangkang kepada Nabi Muhammad Saw.”
Semoga kita serta anak cucu kita terhindar dari perbuatan zina. Sekian semoga bermanfaat. Waalahu a’lam bi as-showab.
Baca Juga: Hukum Pemakaian Cincin dalam Acara Pernikahan
Subscribe: Pondok Lirboyo
Follow: @pondoklirboyo