Ngalap Berkah; Khataman Muhadzab

LirboyoNet-Kediri. Kitab Al-Muhadzab, salah satu kitab yang “sangat kuning” warisan ulama besar asal Iran Syaikh Abu Ishaq Ibrahim bin ‘Aly bin Yusuf Al-Fairuzabady Al-Syairozy. Usia kitab ini hampir mencapai seribu tahun, terhitung sejak mulai ditulis tahun 455 H dan selesai tahun 469 H. Kitab ini merupakan salah satu kitab yang mengikuti pemikiran dan madzhab Imam Syafi’i yang terbilang awal. Kitab ini sudah ada sejak sebelum masa Imam Nawawi. Isinya juga sangat berbobot, karena menampilkan banyak khilafiyah dan silang pendapat antar murid-murid Imam Syafi’i, juga disertakan dalil permasalahan yang sedang diupas. Bagi kita yang hendak mendalami fiqh rasanya terlalu berat untuk mengkaji kitab ini, karena banyak qoul-qoul yang belum diseleksi dan di tarjih kembali. Belum memiliki kapasitas untuk sampai disitu rasanya. Namun dari sisi “keramat”nya, kitab ini telah banyak sekali berjasa, kitab ini adalah salah satu kitab Syafi’iyyah terpenting. Ketika itu, kitab ini dan karya besar Imam Haramain, Nihayatul Mathlab fi Dirayatil Madzhab menjadi rujukan utama. Tak salah jika kita ikut tabarrukan dengan mengaji kitab ini. Lihat saja prestasi dan pujian yang mengalir untuk kitab Muhadzab ini dan sang pengarangnya, tak terhitung banyaknya.  Gelar dan sebutan beliau “Al-Syaikh” dalam kitab-kitab Syafi’iyyah kurun selanjutnya bukan gelar sembarangan. Sang muallif Imam Abu Ishaq Al-Syairozi pernah langsung bermimpi berjumpa Rasulullah SAW, dalam mimpinya Nabi memanggil beliau dengan julukan “Syaikh”.  Beliau sangat zuhud dan menjauhi dunia. Beliau lebih memilih hidup sebagai orang faqir dan sederhana, padahal beliau adalah ulama besar dan menurut cerita pernah menjadi rektor di universitas paling bergengsi ketika itu, Madrasah Nidzamiyah. Saking sederhanaya kehidupan beliau, beliau tidak sempat menunaikan ibadah haji, karena memang tidak berkewajiban. Haji hanya wajib bagi orang yang memiliki kemampuan secara materi. Namun konon katanya, jika beliau sedang menjalankan salat, beliau seakan-akan sudah menghadap langsung dan melihat Kakbah. Pujian atas kitab Muhadzab karangan beliau juga sangat banyak, Syaikh Khalil bin Ahmad bin ‘Abdul A’la meriwayatkan yang sanadnya menurut cerita bersambung hingga Rasulillah SAW, “Barang siapa bersalawat kepadaku (Nabi-Red) tujuh puluh kali dan memohon kepada Allah dengan wasilah kitab Al-Muhadzab dan pengarangnya suatu hajat, maka Allah kabulkan baginya tujuh puluh dua hajat. Yang paling rendah adalah ampunan (maghfiroh)” demikian tertera dalam kitab Tadzkir An-Nas. Banyak ulama besar yang menjadikan kitab ini sebagai wirid dan wadzifah, dibaca setiap ashar untuk tabarruk.

Kemarin (22/06), setelah selama sebulan lebih dibacakan di serambi Masjid Lawang Songo Ponpes Lirboyo, akhirnya pengajian kitab Al-Muhadzab selesai. Dua “Fashl” terakhir kitab ini dikhatamkan oleh KH. M. Anwar Manshur. Dibacakan pula sanad atau mata rantai guru kitab ini hingga bersambung kepada sang pengarang, Imam Abu Ishaq Al-Syairozi. Kitab ini secara rutin dibacakan setiap hari, terhitung sejak pertengahan bulan Sya’ban kemarin secara bergantian oleh beberapa dzuriyah KH. Abdul Karim Ponpes Lirboyo. Secara berurutan sejak pagi hingga malam KH. A. Habibullah Zaini, KH. Atho’illah Sholahuddin Anwar, KH. Abd. Kafabihi Mahrus, Agus HM. Dahlan Ridhwan, dan Agus H. Ibrahim Ahmad Hafidz membacakan kitab ini. Sementara pembukaan dan penutupan langsung dipimpin oleh KH. M. Anwar Manshur, selaku ketua umum Badan Pembina Kesejahteraan Ponpes Lirboyo (BPKP2L), badan tertinggi di Ponpes Lirboyo.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.