Fajar mulai menunjukkan sinar emasnya di ufuk timur. Umar bin Khattab ra. berjalan menuju masjid. Di dalam masjid, tampak para jamaah sudah ramai. Sang Khalifah menunaikan salat sunah Fajar. Sesaat kemudian muadzin melantunkan iqamat. Sang Khalifah berjalan menuju mimbar dan memberikan instruksi kepada jamaah untuk meluruskan dan merapatkan barisan.
Para jamaah sudah bersiap-siap menunggu takbir sang Imam. Waktu bergulir sejenak. Tiba-tiba tubuh Umar seketika itu ambruk. Ia roboh. Darah segar membasahi jubah yang ia kenakan dan lantai mihrab.
Seseorang telah menikam sahabat Umar bin Khattab ra. Ia berdiri di barisan pertama, tepat di belakang Umar. Orang tersebut kemudian kabur dari masjid sambil berusaha menikam siapapun yang ia temui di kanan kirinya.
Umar yang tengah terkapar menarik sahabat Abdurrahman bin Auf untuk menggantikannya mengimami shalat. Suasana di dalam masjid seketika itu penuh ketegangan. Abdurrahman bin ‘Auf mengimami salat Subuh dengan sangat cepat. Setelah salat selesai, Umar bertanya kepada sahabat Abdullah bin Abbas, “Wahai putra Abbas, siapakah yang menikamku?”
“Budak Mughiroh.” jawab Ibnu Abbas.
“Apakah ia Abu Lu’lu’ah?” tanya Umar lagi.
“Ya.” Jawab Ibnu Abbas.
Setelah itu Sang Khalifah segera dibopong menuju kediamannya. Para jamaah hadirin ikut serta. Semua orang kala itu panik, seakan-akan mereka tak pernah terkena musibah seberat ini. Tepat tiga hari setelah tragedi itu, Hari Rabu, bulan Dzulhijjah tahun 23 Hijriyah, sahabat Umar bin Khattab ra. Menghembuskan nafas terakhirnya dengan penuh kedamaian menuju keindahan tak terlukiskan yang pernah disampaikan Rasulullah saw.
Di hari yang sama banyak pula para sahabat Rasulullah yang wafat, seperti Suahil bin ‘Amr, Utbah Bin Ghazwan, ‘Ala bin Hadlrami, dan para sahabat yang lainnya.[1]
[1] As-Suyuti, Tarikh Al-Khulafa’, hal. 119 cet. Dar Ibn Hazm