Pernikahan ideal yang terjadi pada tanggal 1 di bulan Dzulhijjah, yakni pernikahan suci antara Sayyidina Ali Kwh. Dengan putri tercinta Rasulullah Saw. Fatimah az-Zahra Ra.
Mula-mula, Abu Bakar Ra. yang berkeinginan meminang putri beliau itu dengan menemui Nabi secara langsung. Tentu Abu Bakar ingin posisinya dengan Nabi lebih dekat lagi dengan menikahi pemimpin golongan perempuan umat Rasulullah itu.
“Wahai Rasulullah, engkau telah tau perjuangan dan peranku dalam islam, aku ingin…” Abu Bakar berhenti.
“Apa itu?”
“Nikahkanlah aku dengan Fatimah.”
Namun Nabi tidak menjawab permohonan itu, juga tidak menolaknya, beliau memalingkan muka.
Kembalilah Abu Bakar dan menemui Umar Ra. ia menceritakan kejadian yang dialaminya kepada Umar Ra. “Mungkin beliau sedang menunggu perintah dari Allah.” Hibur Umar Ra..
Dengan demikian, Abu Bakar pun menyarankan agar Umar ‘mengikuti jejaknya’, berangkatlah Umar Ra. dan berkata seperti yang Abu Bakar katakan, ternyata apa yang dialami oleh Umar tidak jauh beda dengan Abu Bakar Ra.
Lalu kedua pemuka islam ini mendatangi Ali Kwh. Tujuannya jelas, supaya ia melamar Sayyidah Fatimah.
“Lamarlah putri pamanmu itu.” Umar Ra. Dan Abu Bakar memberi sedikit masukan, riwayat lain mengatakan ada sedikit keraguan di benak Ali, ia takut lamarannya ditolak, namun Umar menguatkannya lagi.
“Kalau beliau Nabi tidak menikahkan putrinya denganmu, lalu siapa lagi? Engkau orang yang paling dekat dengan beliau!.” hingga pergilah Ali Kwh. Menemui Nabi.
“Wahai Rasulullah, engkau telah tau perjuangan dan peranku dalam islam, aku ingin…” Ali berhenti.
“Apa itu?”
“Nikahkanlah aku dengan Fatimah.”
Pucuk dicinta ulam pun tiba. “Apa yang kau punya? (untuk dijadikan mahar)” Nabi menyambut permintaan Ali. Ali merupakan pemuda yang tak berharta melimpah, banyak sumber yang menggambarkan kondisi rumah milik Ali Ra. yang memprihatinkan.
“Aku punya kuda dan baju zirah.”
“Biarkan saja kudamu, juallah baju zirah.”
Sebagian riwayat setelah lamarannya diterima, Ali melakukan sujud syukur.
Bergegaslah Ali menjual baju zirahnya ditambah beberapa barang yang bisa dijual hingga dari penjualan itu Ali bisa mengantongi 480 Dirham, kurang lebih 1200 gram emas sekarang. Kadar inilah yang disebut dengan mahrussunnah, nominal mahar yang disunahkan.
Setelah itu dibawanya hasil penjualan kepada Rasulullah, kemudian beliau mengambil segenggam dinar dan memberikannya kepada Bilal agar membeli wewangian, sisanya beliau membelikan keperluan-keperluan dalam pernikahan.
Riwayat dari Syekh Ath-Thusy dalam al-Amalinya memerinci list perlengkapan yang dibeli sebagai berikut.
- Baju senilai 7 Dirham.
- Kerudung senilai 4 Dirham.
- Selimut hitam dari Khaibar.
- Dua buah kasur dari serabut kurma dan bulu domba.
- Baskom untuk mencuci pakaian dari tembaga.
- Tikar
- Guci berwarna hijau.
- 2 buah kendi dari tanah.
- Kantong air dari kulit.
- Dan beberapa perlengkapan lainnya.
Riwayat mengatakan, setelah pernikahan, Sayyidah Fatimah ketika bertemu dengan pengemis dan meminta sesuatu darinya, ia akan memberikan pakaian barunya itu dan kembali mengenakan pakaian biasa.
Akad nikah ini terjadi di bulan Shafar akhir, baru di bulan Dzul Hijjah beliau Nabi mengirim putrinya itu kepada Sayyidina Ali yang baru kembali dari perang Uhud, waktu itu Sayyidina Ali berusia 21 tahun, sedangkan Sayyidah Fathimah berusia 15 tahun, sebagian mengatakan 16 dan 18 tahun.
Baca Juga : Batas Usia Minimal Menikah
Nabi memanggil Bilal dan berkata kepadanya “Aku nikahkan putriku dengan anak pamanku, maka aku senang jika kebiasaan umatku yaitu mengadakan jamuan makan saat pernikahan. Pergi da sediakan satu kambing dan empat mud gandum, lalu undanglah kaum Muhajirin dan Anshar.
Bilal pergi melaksanakan titah, lalu membawa semua yang diperintahkan tadi di hadapan Nabi, para tamu undangan masuk dengan kelompok-kelompok bergantian hingga semua usai mendapatkan makanan masing-masing, namun persediaan makanan masih tersisa, setelah mendoakan berkah pada makanan itu, beliau memerintahkan agar membawa sisa makanan itu kepada para wanita dan siapapun yang mereka temui.
Baca Juga : Hukum Menggelar Akad Nikah di Masjid
Setelah walimah, Rasulullah pergi bersama Ali Ra. ke rumahnya dan memanggil Fatimah, setelah ia datang, Rasulullah menyuruhnya mendekat, beliau memegang tangan keduanya, saat tangan Fatimah hendak diletakkan ke tangan Ali, beliau berkata.
“Demi Allah, yang tidak kulupakan hak-Mu dan kumuliakan firman-Mu, aku menikahkanmu dengan orang yang paling mulia diantara keluargaku dan demi Allah aku menikahkanmu dengan orang yang menjadi pemimpin di dunia dan akhirat.”
“Pergilah ke rumah kalian, Allah menyatukan kalian dengan keberkahan, dan mengeluarkan dari kalian keturunan yang saleh lagi baik.”
Setelah Nabi memerintahkan Asma’ binti Umais mengambil bejana yang berisikan air, beliau mengambil segenggam air tersebut lalu memercikkannya ke atas kepala Fatimah, mengambil lagi dan mengusapkan ke tangan, leher dan badannya, kemudian beliau berdoa lagi.
“Ya Allah, Fatimah dariku, dan aku dari Fatimah, sebagaimana Engkau jauhkan kotoran dariku dan menyucikanku maka jauhka kotoran darinya dan sucikan ia.”
Usai itu beliau menyuruh Fatimah membasuh mukanya dengan air tersebut, berkumur dan meminumnya. Kemudian Ali dipanggil, hal yang sama dilakukan terhadap Ali. Beliau Nabi memungkasi dengan doa.
“Semoga Allah menyatukan hati kalian, memberi kalian kasih sayang, keturunan yang diberkahi dan memudahkan segala urusan kalian.”
Kunjungi Akun Media Sosial Kami : Facebook, Youtube, Twitter, Instagram
Singkatnya, setelah sah Fatimah menikah dengan Ali, praktis Fatimah hidup serumah dengan Ali. Fatimah yang menjadi putri tercinta, berat bagi Rasulullah untuk berpisah. Fatimah merupakan penawar rindu saat hari-hari beliau teringat istri terkasih, Khadijah Kubra. Hingga kondisi ini diketahui salah seorang sahabat beliau, Haritsah, yang merelakan rumahnya ditempati putri beliau dan suaminya.
“Demi Allah, aku lebih senang hartaku engkau miliki wahai Rasulullah, dari pada engkau menyisakannya untukku.”
“Semoga Allah memberimu pahala.” NAbi menerima tawaran Haritsah dan mendoakannya.
Jadilah rumah Haritsah ditempati Fatimah Ra. dan Ali Kwh. Sehingga tak lagi jauh jarak antara Rasulullah dan putrinya. Sekian. [ABNA]
- Disarikan dari berbagai sumber.