Renungan Hikmah Haji

  • Khoirul Wafa
  • Sep 04, 2016

Islam selalu menarik untuk digali. Banyak hikmah-hikmah tersembunyi dibalik disyari’atkannya berbagai macam ibadah oleh Allah SWT lewat perantara nabi besar Muhammad SAW. Salah satunya adalah ibadah haji, ibadah tahunan yang rutin dilakukan umat islam dari seluruh dunia ini telah menjadi identitas agama islam. Dialah salah satu pilar dan rukun islam, dan dengan ditunaikannya akan menjadi benar-benar sempurna islam seseorang.

Haji ternyata bukan ritus ibadah biasa yang manfaatnya hanya kembali kepada hamba masing-masing. Sama seperti ibadah yang lain, haji memiliki rahasia sendiri, yang sedikit banyak telah disitir dalam alquran.

Haji juga momen istimewa berkumpulnya umat muslim dari seluruh penjuru dunia. Kearifan agama islam yang secara tidak langsung mengajarkan umatnya agar memiliki jiwa sosial disalurkan lewat salat jamaah lima waktu. Aktifitas ini menjadi pemersatu, tidak ada istilah tuan yang terhormat dan budak, karena setiap orang berdiri berdampingan lurus dalam satu barisan. Dalam intensitas yang lebih besar, setiap muslim dari suatu daerah dikumpulkan dalam satu majlis salat jumat. Aktifitas sosial perlahan terbentuk, dan semakin kuat karena setidaknya dalam setahun dua kali mereka juga dikumpulkan dalam salat hari raya.

Hal tersebut seolah belum cukup, dalam ritus haji, tidak hanya umat muslim yang berasal dari satu daerah yang berkumpul. Umat muslim dari seluruh dunia dikumpulkan dalam satu kalimat yang sama. Mereka menuju baitullah yang sama, dan mereka menyerukan doa yang sama.

Manusia saling mengenal, mereka bisa bertukar beragam hal yang bermanfaat dan akhirnya berguna bagi kehidupan. Karena saling mengenal merupakaan salah satu sebab timbulnya rasa saling menyayangi. Dari sinilah Allah SWT mensyari’atkan salat berjamaah, salat jumat, salat hari raya, dan pada akhirnya wuquf di Padang Arafah. Wukuf di Padang Arafah merupakan perkumpulan umat islam yang terbesar. Berkumpulnya umat islam di Padang Arafah yang agung ibarat kata menjadi kongres besar agama islam. Orang-orang islam berkumpul dari berbagai penjuru dunia setiap tahun sekali untuk menyatukan tujuan dan sebagai bentuk persatuan umat muslim. Hanya saja, kita umat muslim hari ini telah kehilangan salah satu tujuan penting ini. Banyak dari kita hanya menilai kalau menunaikan ibadah haji tujuannya untuk sekedar menggugurkan kewajiban, dan agar bisa mendapat gelar Al-Hâj (yang telah berhaji).” Kurang lebih tulis pengarang kitab Hikmatul Hajj, Wa Tharîqati A’mâlihi ‘alâ Al-Madzâhib Al-Arba’ah.

Alkisah, ketika Allah SWT mewahyukan kepada nabi Ibrahim AS untuk membangun Kakbah, bahu membahu beliau beserta putra kesayangannya, nabi Isma’il AS membangun pondasi Kakbah hingga utuh berdiri. Sebagai salah satu amal jariyah yang tak pernah putus-putus pahalanya. Allah SWT kemudian berfirman,
{وَأَذِّنْ فِي النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوكَ رِجَالًا وَعَلَى كُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِينَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ } [الحج: 27]
Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh” (QS. Al-Hajj; 27)Nabi Ibrahim AS kemudian berdiri diatas maqam Ibrahim dan berseru, “Wahai para hamba Allah! Penuhilah panggilan Allah.” Kemudian secara ajaib, atas kuasa Allah SWT, orang-orang dari berbagai penjuru dunia, bahkan mereka yang hidup dan tinggal di daerah pedalaman sekalipun mulai berdatangan menuju Kakbah untuk memenuhi seruan nabi Ibrahim AS. Hingga kini, para jamaah haji selalu disunahkan membaca talbiyyah, bacaan “Labbaikallahumma labbaik”. Yang kurang lebih jika diartikan, “Kami memenuhi panggilan-Mu ya Allah, kami penuhi panggilan-Mu”.Hikmah Ibadah HajiHaji adalah momen yang tepat untk saling tukar informasi. Tentu zaman dahulu ketika belum datang era digital dan globalisasi, orang memanfaatkan musim haji untuk berkirim kabar. Jikapun terjadi sesuatu dengan komunitas muslim di negri asal masing-masing, maka jamaah bisa minta bantuan pada jamaah lain yang memiliki komunitas yang jauh lebih kuat memanfaatkan momen haji. Itu salah satu contoh yang dikemukakan oleh Syaikh ‘Ali Ahmad Al-Jurjawi dalam kitab Hikmah Al-Tasyri’nya. Ketika semua umat muslim dari beragam etnis berkumpul, haji juga bisa menjadi pusat akulturasi budaya. Mekah seolah menjadi “pusat kebudayaan sementara” karena berbagai peziarah yang datang punya latar belakang adat istiadat yang berbeda-beda tumpah menyatu. Bisa disatukan kala bangsa Turki, misalkan dengan budayanya bertemu dengan bangsa China dengan budayanya. Cara hidup yang berbeda di suatu negri  muslim mungkin akan cocok diterapkan di negri muslim yang lain. Para jamaah bisa saling berbagi pengetahuan dan bertukar pengalaman.

Haji juga merupakan ibadah yang bisa menjadi cara untuk mensyukuri nikmat. Seperti tertera dalam kutub al-salaf, segala ibadah yang kita lakukan ada yang dipenuhi dalam rangka memenuhi hak sebagai seorang hamba, dan adakalanya dilaksanakan dalam rangka mensyukuri nikmat yang telah diberikan-Nya. Yang istimewa, ibadah haji mencakup kedua-duanya. Jelaslah dalam haji kita menampakkan kehambaan kita, tidak boleh berhias, memakai minyak wangi bahkan menyisir rambut saja dilarang. Muhrim juga diwajibkan memakai baju yang sangat sederhana tanpa jahitan. Yang dengan keadaan apa adanya ini, sang hamba mengharap akan kasih sayang tuhannya. Sedangkan menampakkan rasa syukur, adalah dengan menginfaqkan harta dan kesehatan yang kita miliki guna menunaikan ibadah haji. Sesuai makna dan hakikat syukur yang benar.

Zaman dahulu, muslim haji adalah musim yang amat ditunggu-tunggu bagi penduduk tanah haram. Berkahnya terasa karena jutaan jamaah haji tidak mungkin rasanya pulang tanpa menyempatkan diri untuk sekedar membeli sesuatu. Sektor perekonomian bisa membaik dengan datangnya tamu-tamu dari berbagai belahan dunia ini. Seperti kita tahu, tanah haram, terutama Mekah adalah negri yang amat mengandalkan perdagangan untuk menunjang kelangsunan hidup. Di Mekah, orang tidak mungkin bercocok tanam karena tanahnya yang gersang dan jarang turun hujan. Dengan datangnya musim haji, berkah bagi para penduduk Mekah yang umumnya pedagang sangat dirasakan.

Syaikh ‘Ali Ahmad Al-Jurjawi juga menambahkan, jikalau ibadah haji adalah pelajaran memurnikan akhlak. “Orang yang tengah menunaikan ibadah haji adalah orang yang tengah berpidah dari satu keadaan menuju keadaan yang lain.” Dalam tanda kutip, kita tentu mengetahui akan jauh berbeda rasanya orang yang telah menyelesaikan ritus hajinya. “Dan menjadi orang yang telah diberikan kenikmatan akhlak.” Kita bisa gambarkan, tatkala seorang hamba hendak melangkahkan kaki keluar rumah, ia telah mengakui kesalahan dan bertaubat atas segala dosa-dosa yang ia perbuat. Seraya yakin akan ampunan-Nya. Ia punya gambaran niatan yang baik untuk tak pernah sekalipun mengulangi lagi kesalahan yang telah lewat dimasa lalu.

Maka mari kita syukuri datangnya musim haji tahun ini, kita selalu berdoa, semoga ada di antara kita yang nantinya bisa segera menyusul saudara muslim kita, untuk menziarahi tanah haram. Atau bagi yang sudah pernah, tak ada salahnya berdoa semoga bisa kembali mengulang masa-masa indah itu.[]

0

Post Terkait :

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.