LirboyoNet, Kediri—Malam 21 Oktober tahun 1945, adalah malam genting. Wadah para ulama Nahdlatul Ulama, PBNU menggelar rapat konsul NU se-Jawa dan Madura. Rapat digelar di Kantor Hofdsbestuur Nahdlatul Ulama di Jalan Bubutan VI No 2 Surabaya. Di tempat inilah para ulama membahas situasi perjuangan dan membicarakan upaya mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Pertemuan itu berakhir pada tanggal 22 Oktober. Di tanggal itu pula, PBNU akhirnya mengeluarkan sebuah Resolusi Jihad sekaligus menguatkan fatwa jihad Rais Akbar NU Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari.
Malam yang sama, 72 tahun kemudian, adalah malam tenang. Di tengah ketenangan itu, puluhan ribu santri khidmat berkomat-kamit. Mulut mereka mendzikirkan wirid agung: Shalawat Nariyah. Berpusat di Aula al-Muktamar, santri-santri itu patuh mengikuti bacaan yang dipimpin oleh KH. Abdulloh Kafabihi Mahrus. Dimulai pukul 20.00 WIB, acara “Satu Milyar Sholawat Nariyah” itu diikuti oleh ulama se-Kediri Raya.
KH. Anwar Iskandar, pengasuh Pondok Pesantren Al-Amin, Ngasinan, Kediri, menegaskan bahwa pembacaan shalawat Nariyah ini sangat perlu digalakkan. “Bangsa kita sekarang sedang dirundung kegelisahan, kegalauan. Dengan shalawat Nariyah ini, semoga kegalauan ini cepat-cepat dihilangkan oleh Allah dari bangsa kita,” harap beliau.
Pembacaan Satu Milyar Sholawat Nariyah ini, selain sebagai upaya untuk mendoakan keselamatan bangsa, juga menjadi salah satu agenda dalam memperingati Hari Santri Nasional, yang jatuh setiap tanggal 22 Oktober. Bagi santri, hari ini begitu istimewa, karena dengan adanya hari khusus bagi mereka, ada tuntutan penting untuk mereka renungkan. “Kita harus introspeksi diri. Sampai di mana kita menyumbangkan jasa kepada bangsa?” tekan Gus War, sapaan akrab beliau. Ini tak lepas dari fakta sejarah, bahwa para ulama telah begitu besar jasanya kepada bangsa. Sejak jauh sebelum kemerdekaan, ikut mempertahankan kemerdekaan, hingga melanjutkan dan mengisi kemerdekaan, seperti sekarang.
Salah satu jasa pesantren adalah menjaga kedamaian dan ketentraman bangsa. “Sejak dulu, pesantren tidak pernah bergeser arah visinya. (yakni) Terus berupaya menelurkan santri-santri yang moderat,” ungkap beliau. Dengan kemampuan santri inilah, harapan untuk meneruskan perjuangan Nabi terus dibumbungkan. Yakni, merawat umat dan bangsa agar menjadi umat yang wasathan, yang moderat, yang tidak mudah bergejolak oleh isu-isu negatif.
Dalam acara ini, juga dibacakan Ikrar Santri Indonesia. Ikrar ini untuk menegaskan bahwa santri selamanya akan menjadi generasi yang berjuang demi kemashlahatan bangsa.][
0