”Jika satu ulama wafat, maka ada sebuah lubang dalam Islam yang tak dapat ditambal kecuali oleh generasi penerusnya,” al-Ghazali.
Pagi tadi langit Kediri cerah, mentari di ufuk timur tampak indah. Cuaca yang bikin sumringah mereka yang memulai aktivitas mencari maisyah. Atau juga kang santri di Lirboyo tingkat Ibtidaiyah yang harus masuk sekolah, meski suasana hati mereka tak begitu cerah. Ya, karena selepas kabar wafatnya KH. M. Abdul Aziz Manshur diumumkan pada speaker-speaker dini hari kemarin, 8 Desember 2015, suasana duka menyelimuti tiap-tiap asrama.

Saat mentari makin meninggi, LirboyoNet berangkat ke Jombang beserta dengan rombongan jajaran pengurus dan pengajar Pondok Pesantren Lirboyo. Yang kebetulan tadi pagi ada jam sekolah, mereka berangkat selepas lonceng pulang sekolah menggema. Mereka ada yang rombongan dengan roda empat, banyak juga yang menaiki roda dua.
Sesampainya di kompleks Pondok Pesantren Tarbiyatunnasyiin, Paculgowang, Jombang, pesantren yang diasuh almaghfurlah, dari speaker masjid terdengar pengumumam salat jenazah yang ke 27 akan segera dimulai. Kami beserta rombongan bergegas menuju masjid, sebagian terlihat mengambil air wudhu dahulu. Di halaman masjid, belum tampak berjubelnya peziarah, karena ternyata banyak muazziyyin yang kami yakin karena alasan khusus harus rela hanya datang untuk ikut salat jenazah.



Matahari semakin tinggi, bahkan panasnya sudah menyengat, ketika para peziarah semakin berjubel yang datang dari berbagai daerah. Meski begitu mereka tetap antusias mengantri untuk bisa ikut menyalati dan memberikan penghormatan yang terkahir kepada almaghfurlah. Saat jamaah salat Dhuhur digelar, sudah tampak ribuan peziarah datang hingga masjid tidak bisa menampung salat jamaah. Salat jenazah terakhir di imami oleh KH. Nurul Huda Djazuli, Ploso, Kediri.
Terik matahari semakin bertambah panas, ketika para peziarah berebut ingin ikut memikul jenazah, atau setidaknya meraih keranda yang dipindahkan dari masjid ke kediaman almaghfurlah guna dilakukan prosesi pelepasan terakhir oleh pihak keluarga.
“…Beliau itu kalau sedang mengaji tidak bisa diganggu gugat. Bahkan maaf, kalau beliau itu diundang untuk ceramah akan menyanggupi, asal tidak mengganggu mengaji. Itu yang harus kita contoh dari beliau…” ungkap KH. Abdullah Kafabihi Mahrus dalam sambutan atas nama keluarga.
Setelah prosesi pelepasan terakhir selesai dengan ditutup doa oleh KH. M. Anwar Manshur, jenazah langsung diberangkatkan ke tempat peristirahatan terakhir yang hanya berjarak beberapa puluh meter arah barat kompleks pesantren. Talqin dilakukan oleh KH. Nurul Huda Djazuli, Ploso, Kediri, dilanjutkan dengan tahlil bersama yang dipimpin oleh KH. A. Habibullah Zaini, Lirboyo, Kediri.



Waktu belum begitu sore, baru menunjukkan pukul 14:05 WIB saat tahlil bersama selesai, tapi langit Jombang mulai redup pertanda hujan akan turun. Kebanyakan peziarah berduyun-duyun bersiap kembali ke rumah masing-masing, sebagian yang lain terlihat masih tetap berada di area maqbarah. Baru juga beberapa kilometer meninggalkan Paculgowang, masih di kawasan Jombang, perjalanan pulang LirboyoNet beserta rombongan ditemani hujan lebat hingga masuk kawasan Kediri.
Selamat jalan, kiai. Mudah-mudahan pada kehidupan berikutnya panjenengan dan kami semua akan dikumpulkan kembali. Amin ya rabbal alamin. Teruntuk beliau KH. M. Abdul Aziz Manshur, alfatihah… /-