Amil menurut bahasa adalah orang yang bekerja, sedangkan menurut istilah fikih dalam bab zakat adalah para pegawai Imam (pemerintah) yang ditugaskan untuk mengambil zakat dan membagikan kepada yang berhak.
Melihat bahwa amil adalah pegawai pemerintah dan amanat yang diemban adalah salah satu bentuk wilayah (kewenangan khusus), maka orang-orang yang masuk di dalamnya harus melewati rekomendasi dan pengangkatan dari pemerintah. Orang yang layak diangkat sebagai amil harus memenuhi beberapa persyaratan yaitu:
- Faqih dalam hal zakat.
- Muslim.
- Mukallaf.
- Adil
- Merdeka
- Sempurna indra pendengaran dan penglihatannya.
- Laki-laki.
Dalam Hasiyyah `Ianah at-Tholibin syekh Abu Bakar Syatho menjelaskan:
والعامل كساع وهو من يبعثه الإمام لأخذ الزكاة وقاسم وحاشر لا قاض (قوله والعامل) أي ولو غنيا ومحل استحقاقه من الزكاة إذا أخرجها الإمام ولم يجعل له جعلا من بيت المال فإن فرقها المالك أو جعل الإمام له ذلك سقط سهمه – الى ان قال – (قوله وهو من يبعثه الإمام الخ (هذا البعث واجب ويشترط في هذا أن يكون فقيها بما فوض إليه منها وأن يكون مسلما مكلفا حرا عدلا سميعا بصيرا ذكرا لأنه نوع ولاية.
“Amil seperti pegawai yang mengurus zakat, yaitu orang yang ditugaskan imam untuk mengambil zakat, membagi dan mengumpulkan, bukan qodli. Tidak masalah jika amil adalah orang yang kaya. Ia berhak mendapat bagian dari zakat jika zakat diurus oleh imam dan ia tidak mendapat bayaran dari imam yang diambil dari baitulmal. Maka jika malik mengurus sendiri zakatnya atau amil mendapat bayaran maka bagian amil gugur. (Selanjutnya) amil adalah orang yang diangkat oleh imam. Pengangkatan ini sifatnya wajib. Syarat orang yang bisa diangkat menjadi amil adalah faqih dalam tugas yang diemban, muslim, mukallaf, merdeka, adil, bisa mendengar dan melihat, laki-laki. (syarat tersebut ada) sebab amil termasuk bagian dari wilayah.”
Tugas amil adalah salah satu bentuk wilayah yang harus diemban oleh orang yang semestinya, pengangkatan yang dilakukan tanpa memenuhi syarat hukumnya tidak sah.
Berangkat dari pengertian amil di atas, pembentukan panitia zakat yang terjadi di tengah masyarakat yang tanpa melibatkan campur tangan dari pemerintah tidak bisa distatuskan sebagai amil zakat.
Status panitia zakat tersebut adalah wakil dari muzakki, karena ia berdiri atas inisiatif masyarakat sendiri tanpa melibatkan pemerintah. Pembentukan panitia tersebut didorong oleh keperluan mengumpulkan zakat dan meratakan pembagian pada fakir miskin agar tidak terjadi kecemburuan antar mereka.
Terlebih jika mengikuti qaul mu’tamad dalam hal pembagian zakat, yang mensyaratkan harus meratakan pembagian pada masing-masing shinfu (golongan mustahiq semisal fakir-miskin, gharîm dan lain-lain) dan dari masing-masing shinfu minimal harus terdiri dari tiga orang mustahiq. Sistem pembagian ini sangat sulit diterapkan untuk zakat fitrah yang cuma 2,7 kg beras tanpa adanya panitia yang mengumpulkan zakat.
Imbas dari status panitai zakat sebagai wakil dari muzakki adalah kewajiban muzakki belum gugur dengan hanya menyerahkan zakat kepada panitia tersebut, sebelum mengetahui bahwa zakatnya telah diterima mustahik.
Berbeda jika muzakki menyerahkan zakatnya pada amil atau imam maka kewajibannya sudah gugur tanpa harus mengetahui sampainya zakat kepada mustahik, karena pada hakikatnya keberadaan pemerintah adalah penjelmaan dari orang-orang lemah yang berhak menerima zakat.
Tidak demikian halnya dengan wakil yang pada hakikatnya adalah kepanjangan tangan dari muzakki yang tidak punya kekuasaan selain apa yang direstui muwakil yaitu orang yang mengangkat wakil dalam hal ini adalah muzakki.
Syaikh Abdul Hamid as-Syarwani menjelaskan dalam Hasiyah as-Syarwani;
(وله) إذا جاز له التفرقة بنفسه (التوكيل) فيها لرشيد وكذا لنحو كافر ومميز وسفيه إن عين له المدفوع له – إلى أن قال – وله الصرف إلى الإمام أو الساعي لأنه نائب المستحقين فيبرأ بالدفع له قوله إن عين له المدفوع له هل ودفع بحضرته سم عبارة ع ش ويشترط للبراءة العلم بوصولها للمستحقين
“jika muzakki boleh untuk membagikan zakatnya sendiri maka boleh baginya untuk mewakilkan pembagian zakat kepada orang yang pandai. Begitu juga boleh baginya untuk mewakilkan kepada orang kafir, tamyis dan safih ketika yang diberi menentukannya. Boleh juga baginya untuk menyerahkan kepada imam atau pegawai yang mengurus zakat, sebab mereka adalah pengganti dari orang yang berhak menerima zakat, sehinnga muzakki sudah terbebas dari kewajiban zakat dengan menyerahkan kepadanya. (Sementara itu) jika menyerahkan kepada wakil maka muzakki harus memastikan dan mengetahui bahwa zakat telah sampai kepada yang berhak.”
Sekian semoga bermanfaat. Waallahu a’lam bi as-showab.
Baca Juga: Salat Tarawih Terlalu Cepat
Follow: @pondoklirboyo
Subscribe: Pondok Lirboyo