Asmaul khomsah sudah menjadi suatu yang tidak asing karena asmaul khomsah di kalangan pesantren salaf. Karena kriteria ini telah termaktub dalam ilmu nahwu yang seringkali dipelajari. Definisi dari Asmaul khomsah sendiri adalah sebuah nama dari penggabungan kalimat berupa أب. أخ, حم, فم, ذو di mana pengi’roban isim menggunakan huruf wawu ketika rofa, nasab dengan alif, dan jer dengan ya. Contoh “أبوك, أباك, أبيك” sesuai dengan syarat yang termaktub dalam kitab-kitab nahwu.
Ketika asmaul khomsah diuraikan secara global, pada beberapa kasus, asmaul khomsah dalam membangun keharmonisan dan keutuhan hubungan sesama manusia memiliki peran yang sangat penting. Kalimat-kalimat yang terkait dalam asmaul khomsah ketika diaplikasikan dalam kehidupan masyarakat, mampu memunculkan tercapainya ukhuwah.
Uraian asmaul khomsah dalam Membangun Keharmonisan
Berikut kami mencoba menguraikan asmaul khomsah dalam konsep menjaga keutuhan dan kesejahteraan:
1. أب
Ayah. Menunjukkan makna seorang yang berperan sebagai kepala keluarga (pemimpin), mengatur dan bertanggung jawab atas urusan semua rumah tangga, meliputi; mendidik istri serta anak-anaknya untuk mematuhi perintah Allah, melindungi keluarganya dari mara bahaya, memerintahkan keduanya agar melaksanakan kewajiban-kewajiban mereka, mengajari akhlaq-akhlaq terpuji dan lain sebagainya. Hal ini berdasarkan firman Allah Swt. dalam surah An-Nisa:
الرِّجالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّساءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوالِهِمْ
Menurut Syaikh Nawawi lafadz قوامون memiliki makna; “Mereka (ayah) memiliki otoritas kekuasan dalam urusan mendidik akhlaq-akhlaq istri”.
Senada dengan ayat di atas:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا
Ibnu Abbas menjelaskan maksud kalimah قوا dengan “Ajarkanlah keluargamu syariat-syariat agama dan akhlaqul karimah.”
2. أخ
Saudara dalam pandangan Islam. Diungkapkan layaknya seperti anggota tubuh manusia yang apabila satu anggota sakit, maka akan menjalar ke bagian tubuh yang lain. Peran saudara berfungsi memberikan rasa aman dan sejahtera kepada sesamanya, menciptakan kesejahteraan dalam bersosial, saling tolong menolong, baik dengan harta, badan, atau nasihat, memaafkan kesalahan serta mendoakan kebaikan tidak menyakiti atau memberatkannya. Menurut Maemun bin Mahron (seorang juru hukum di Kuffah) mengatakan bahwa: “Orang yang tidak mau membantu saudara-saudaranya, maka lebih baik bersaudara dengan ahli kubur”.
3. حم
Mertua. Fikih mengatakan bahwa faktor dari penyebab mahram salah satunya dengan cara Mushoharoh (hubungan melalui perkawinan). Artinya, hubungan melalui perkawinan ini wajib untuk dijaga sebaik mungkin yang melibatkan antara kerabat istri. Dengan kesimpulan, wajib dari kedua belah pihak untuk saling menghormati dan menjaga sebaik mungkin hubungan dari perkawinan.
4. فو
Mulut, berpotensi sebagai sesuatu yang bernilai kebaikan ketika disetir oleh norma-norma yang sesuai dengan syariat atau justru memupuk dosa-dosa akibat tidak di pandu dengan benar. Bahkan dalam kitab Mau’idhotul Muminin dijelaskan bahwa pangkal bahaya yang terbesar dari manusia berasal dari mulut. Untuk mencegah bahaya tersebut, maka mulut harus berkata dengan sesuatu yang baik.
Tidak hanya itu, termaksud akan kesempurnaan imannya seorang mukmin adalah dengan menjaga lisannya. Sebagaimana sabda Rasullah Saw:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم من كان يؤمن بالله واليوم الآخر فليقل خيرا أو ليسكت
Peran lisan sangat membantu mensejahterakan keharmonisan hubungan manusia. Di antaranya a dengan mengajarkan ilmu, mendamaikan pertikaian di antara manusia, bertutur kata yang baik pada sesama.
5. ذو مال
Yang memiliki harta. Sudah menjadi kewajiban bahwa bagi orang yang memiliki harta, seyogyanya bersosialisasi untuk membantu kesejahteraan ekonomi saudara yang membutuhkan, baik dengan cara bersodaqah atau meminjamkan harta (menghutangi). Salah satu bentuk anjuran dari syariat bagi orang yang memiliki harta yang lebih agar bersosialisasi dengan cara berzakat.
Kesimpulan
Dari kesemuanya ini, asmaul khomsah memiliki kesinambungan dengan kehidupan manusia yang tidak lain saling membutuhkan kepada sesama. Sisi lain pembuatan kalimat ini oleh ulama nahwu tidak asal sembarang menggunakan simbol saja. Akan tetapi, sebelum mencetuskannya, terdapat pertimbangan-pertimbangan yang sangat ketat akan nama-nama yang paling berperan dalam hubungan dimensi kehidupan manusia. Tidak lain dengan penyebutan kalimat tersebut, keharmonisan dapat tercapai secara maksimal.[]
Oleh: Ahmad baghowi
baca juga: Tawakal pada Ijazah
tonton juga: KULIAH UMUM MA’HAD ALY bersama Dr. TGB. Muhammad Zainul Majdi
