Warna-Warni Tarekat di Nusantara

Photo by Tomáš Malík on Unsplash

Warna-Warni Tarekat di Nusantara | Kata tarekat besal dari bahasa Arab at-Thariq yang berarti jalan yang ditempuh dengan jalan kaki. Dari pengertian ini timbullah konotasi makna; cara seseorang melakukan sesuatu pekerjaan, baik terpuji atau tercela.

Kata tarekat secara umum mengacu pada metode latihan atau amalan (dzikir, wirid dan muroqobah), dan juga pada intuisi guru dan murid yang tumbuh secara bersamaan. Menurut istilah tasawuf, istilah tarekat dapat didefinisakan sebagai langkah perjalanan khusus bagi para sufi menuju Allah Swt.

Banyak sekali macam tarekat, akan tetapi semuanya tetap pada satu tujuan; yaitu moral yang mulia. Tidak ada perbedaan prinsip antara satu tarekat dan tarekat lainnya. Perbedaan yang ada hanya terletak pada jenis wirid dan dzikir serta kaifiyah (tata cara) pelaksanaannya.

Pertumbuhan dan Perkembangan Tarekat

Pertumbuhan tarekat kira-kira telah dimulai sejak abad ke-3 dan ke-4 H di luar Indonesia, seperti al-Malamatiyyah yang didirikan oleh Hamdun al-Qashar atau Taifuriyyah yang mengacu pada Abu Yazid al-Busthami atau pun al-Khazzaziyyah yang mengacu pada Abu Sa’id al-Khazzaz.

Namun tarekat-tarekat tersebut masih dalam bentuk sederhana dan bersahaja atau orisinil pabrik. Perkembangan tarekat justru terjadi pada abad ke-6 dan ke-7 yang pada abad ini pertama kali pendirinya adalah Syekh Abdul Qodir al-Jailani, yakni pada awal abad ke-6 H. Kemudian disusul tarekat-tarekat lainnya. Semua tarekat yang berkembang, dalam priode ini merupakan korelasi tasawuf Hujatul Islam, Imam al-Ghazali. Dengan berdirinya sebagai tarekat, tasawuf Sunni mengalami perkembangan baru hingga saat ini.

Prosesi Mengikuti Tarekat

Proses pengambilan tarekat umumnya diawali dengan suatu baiat (sumpah). Baiat ini dibimbing oleh mursyid secara berhadapan (face to face) setelah murid melakukan tobat dari segala maksiat. Dalam pengambilan bait ini, dikecualikan tarekat ‘Alawiyah di mana tarekat ini tidak mengharuskan baiat.

Secara teori, tarekat berusaha untuk tidak berafiliasi dengan keruwetan tasawuf Falsafi. Inti tarekat ‘Alawiyah menurut Habib Muhammad Quraisy Syihab adalah ajaran al-‘Asyari dalam bidang akidah, ajaran ahli sunnah dalam bidang fikih, dan pandangan Imam al-Ghozali yang khususnya dari kitab Ihya’ ‘Ulumuddin dalam bidang akhlak.

Sayyid Abdullah al-Hadad mengatakan bahwasanya tarekat ini adalah Tharikah Ashabul Yamin atau tarekatnya orang-orang yang selalu menghabiskan waktunya untuk selalu ingat dan taat kepada Allah Swt dan hal-hal yang bersifat ukhrowi yang selalu mereka jaga dan lakukan.

Setelah melewati pembaiatan, murid menjalani tarekat sampai menemukan kesempurnaan. Nantinya, ia bisa mendapatkan ijazah lalu menjadi khalifah (syekh) atau mendirikan tarekat lain jika mendapatkan izin gurunya. Oleh karena itu, dalam tasawuf disepakati tiga ciri umum, yaitu; syekh, murid dan baiat.

Tonton juga: Bi’ah Progresif | Ensiklopedia Buku Lirboyo

Ragam Tarekat yang Banyak Diikuti oleh Orang Indonesia

Di antara tarekat- tarekat yang umumnya memperoleh simpati dan banyak pendukung di Indonesia adalah tarekat Kholwatiyyah, Syatariyyah, Qodariyyah dan ‘Alawiyyah.