Keluar Rumah Saat Iddah
Salah satu kewajiban perempuan yang sedang menjalankan iddah adalah menetap di rumah tempatnya berpisah dengan suami, entah berpisah sebab talak ataupun sebab meninggal. Rumah yang wajib ia diami selama iddah adalah rumah tempatnya berpisah dengan suami selama rumah tersebut layak.
Selama menjalankan kewajiban tersebut seorang perempuan tidak diperbolehkan untuk keluar rumah kecuali ada hajat.
Dasar kewajiban tersebut adalah ayat Al-Quran;
يٰٓاَيُّهَا النَّبِيُّ اِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاۤءَ فَطَلِّقُوْهُنَّ لِعِدَّتِهِنَّ وَاَحْصُوا الْعِدَّةَۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَ رَبَّكُمْۚ لَا تُخْرِجُوْهُنَّ مِنْۢ بُيُوْتِهِنَّ وَلَا يَخْرُجْنَ اِلَّآ اَنْ يَّأْتِيْنَ بِفَاحِشَةٍ مُّبَيِّنَةٍۗ وَتِلْكَ حُدُوْدُ اللّٰهِ ۗوَمَنْ يَّتَعَدَّ حُدُوْدَ اللّٰهِ فَقَدْ ظَلَمَ نَفْسَهٗ ۗ لَا تَدْرِيْ لَعَلَّ اللّٰهَ يُحْدِثُ بَعْدَ ذٰلِكَ اَمْرًا
‘’Wahai Nabi! Apabila kamu menceraikan istri-istrimu maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) idahnya (yang wajar), dan hitunglah waktu idah itu, serta bertakwalah kepada Allah Tuhanmu. Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumahnya dan janganlah (diizinkan) keluar kecuali jika mereka mengerjakan perbuatan keji yang jelas. Itulah hukum-hukum Allah, dan barangsiapa melanggar hukum-hukum Allah, maka sungguh, dia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. Kamu tidak mengetahui barangkali setelah itu Allah mengadakan suatu ketentuan yang baru.”
Kewajiban tersebut jika dijalankan oleh perempuan yang tertalak ba’in (talak tiga) adalah dalam rangka memenuhi haknya Allah Swt, bukan hanya untuk memenuhi hak suami. Sehingga siapapun tidak berhak mengusirnya termasuk suaminya sendiri.
Hal ini berbeda jika dijalankan oleh perempuan yang tertalak roj’i (talak satu atau dua), maka kewajiban tersebut dijalankan untuk memenuhi hak suami, sehingga suami berhak untuk menempatkan istrinya yang ia talak roj’i dimanapun ia inginkan selama layak didiami oleh istri.
Adapun jika keluar karena hajat maka diperbolehkan bahkan bisa wajib jika hajat tersebut sampai pada taraf darurat seperti jika tidak keluar rumah maka akan mengancam nyawanya dikarenakan kebakaran dan yang liannya.
Dasar yang digunakan mengenai kebolehan keluar bagi wanita yang sedang iddah karana ada hajat adalah hadist Nabi;
عن جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قال: طُلِّقَتْ خَالَتِى فَأَرَادَتْ أَنْ تَجُدَّ نَخْلَهَا فَزَجَرَهَا رَجُلٌ أَنْ تَخْرُجَ فَأَتَتِ النَّبِىَّ ﷺ فَقَالَ بَلَى فَجُدِّى نَخْلَكِ فَإِنَّكِ عَسَى أَنْ تَصَدَّقِى أَوْ تَفْعَلِى مَعْرُوفًا
‘’Dari Jabir ibn ‘Abdillah, ia berkata: “Bibiku diceraikan suaminya. Lalu ketika ia akan memetik kurma yang baru matang, ada seseorang yang melarangnya keluar dari rumah. Ia pun datang kepada Nabi saw dan mengadu. Beliau menjawab: “Tidak demikian, silahkan petik kurma yang baru matang, karena dengannya kamu bisa bershadaqah atau berbuat kebaikan.” (Shahih Muslim bab jawaz khuruj al-mu’taddah al-ba`in no. 3794).
Beberapa hajat yang dicontohkan oleh para ulama adalah sebagaimana berikut;
- Keluar karena rumah hendak terbakar, roboh atau diterjang banjir.
- Keluar karena rumah tidak aman dan rawan didatangi perampok, maling dan tindak kriminal yang lain.
- Keluar karena rumah berada dilingkungan para tetangga yang tidak ramah, suka menyakkiti lewat perkataan ataupun perlakuan.
- Keluar rumah mengunjungi tetangga untuk menghilangkan kepenatan.
- Keluar untuk membeli kebutuhan sehari-sehari seperti membeli kebutuhan dapur dan pakaian andai kebutuhan tersebut tidak ada yang mememnuhi, seperti perempuan yang tertalak bain. Jika kebutuhan tersebut sudah ada yang memenuhi, seperti wanita yang tertalak roj’I, maka keluar dengan alasan tersebut tidak diperbolehkan.
Adapun hajat yang tidak memperboleh keluar dari rumah seperti berikut;
- Keluar untuk ziarah kemakam para wali.
- Keluar untuk kerja mengembangkan bisnis.
Melayat Jenazah Orang Tua Saat Iddah
Merujuk pada keputusan FMPP ke-37 yang dilaksanakan di ponpes al-Hamid cilangkap Jakarta Timur, perempuan yang ditinggal mati oleh orang tuanya saat masa iddah menurut Mazhab Syafi’i boleh mengunjungi rumah orang tua untuk melayat jika memenuhi syarat-syarat sebagai berikut;
- Kegelisahan yang timbul harus nyata/muhaqqoq (benar-benar terjadi dan tidak dibuat-buat)
- Hadir di rumah duka merupakan satu-satunya cara menghibur diri untuk menghilangkan kegelisahan
- Durasi keluar/melayat disesuaikan dengan hajat menghilangkan kegelisahan
- Wajib kembali di malam hari (tidak boleh menginap)
- Jarak rumah duka masih dalam kategori dekat
- Tidak ada keluarga atau tetangga yang menghibur sebagai pelipur lara atas wafatnya orang tua.
Kesimpulan demikian sebagaimana keterangan berikut;
ولا يجوز الخروج للاستزادَة، كالتجارة، وكذلك الخروج للعمارة التي ليس في تركها ضَياع، ويلتحق بذلك الزيارة؛ فإنها لا تبلغ مبلغ الحاجة الحاقة. والحاجةُ المعتبرة هي التي يظهر ضررها لو تركت، ولو توالت، أفضت إلى الضرورة.
“Tidak boleh keluar untuk mencari tambahan seperti berdagang, begitu juga untuk renovasi andai tidak dilakukan tidak mengakibatkan rumah roboh. Disamakan dengan itu semua adalah berkunjung, sebab berkunjung tidak sampai pada taraf kebutuhan yang mendesak. Kebutuhan yang diterima sebagai alasan keluar rumah adalah kebutuhan yang ketika tidak dipenuhi maka akan menimbulkan bahaya, jika terus menerus tidak dipenuhi maka akan menjadi darurat.” (Abdul Malik ibn Muhammad al-Juwaini, nihayah al-mathlab fi diroyah al madzhab Hal: 256 Vol: 15)
(وَكَذَا) لَهَا الْخُرُوجُ (لَيْلًا إلَى دَارِ جَارَةٍ) بِشَرْطِ أَنْ تَأْمَنَ عَلَى نَفْسِهَا يَقِينًا وَيَظْهَرُ أَنَّ الْمُرَادَ بِالْجَارِ هُنَا الْمُلَاصِقُ أَوْ مُلَاصِقَةٌ وَنَحْوُهُ لَا مَا مَرَّ فِي الْوَصِيَّةِ (لِغَزْلٍ وَحَدِيثٍ وَنَحْوِهِمَا) لَكِنْ (بِشَرْطِ) أَنْ يَكُونَ زَمَنُ ذَلِكَ بِقَدْرِ الْعَادَةِ وَأَنْ لَا يَكُونَ عِنْدَهَا مَنْ يُحَدِّثُهَا وَيُؤْنِسُهَا عَلَى الْأَوْجَهِ وَ (أَنْ تَرْجِعَ وَتَبِيتَ فِي بَيْتِهَا) لِإِذْنِهِ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – فِي ذَلِكَ كَمَا فِي خَبَرٍ مُرْسَلٍ اُعْتُضِدَ بِقَوْلِ ابْنِ عُمَرَ – رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا – بِمَا يُوَافِقُهُ
“Boleh keluar di malam hari ke rumah tetangga dengan syarat yakin dirinya aman, maksud dari tetangga dalam masalah ini adalah tetangga yang rumahnya dekat tidak seperti dalam bab wasiat. Keluar untuk tujuan menjahit, berbincang dan sesamanya. Akan tetapi dengan syarat waktunya disesuaikan dengan kebiasaan, dirumah tidak ada teman berbincang (menurut pendapat aujah), kembali dan bermalam dirumah. Kebolehan tersebut sesuai izin Rasulullah dalam hadist mursal yang dikuatkan dengan pendapat Ibn Abbas ra. yang sama.” (Ahmad ibn Hajar al-Haitami, Tuhfah al-Muhtaj, Hal: 262, Vol: 8)
Sementara dalam madzhab maliki perempuan tersebut boleh keluar hanya dengan satu syarat yakni harus Kembali ke rumah di waktu malam hari (tidak boleh menginap). Sebagaimana keterangan berikut;
قال مالك: تقيم المعتدة في الوفاة والطلاق في الزيارة إلى قدر هدوء الناس بعد العشاء، وتخرج سحرا إن شاءت، ولها أن تخرج نهارا لشغل لها بين حرث أو زيارة، أو غير ذلك.
“Imam Malik berkata; wanita iddah sebab suami meninggal atau ditalak setelah berkunjung harus menetap dirumah sekira malam telah sunyi. Dan keluar kembali ke tiga sudah waktu sahur. Di waktu siang hari ia boleh keluar menjalankan kesibukan seperti berkebun, berkunjung dan lainnya.” (Abdullah ibn Abdurrahman al-Khirowani al-Maliki, an-Nawadir Wa az-Ziyadat Ala Ma Fi al-Mudawwanah Min Ghoiriha Min al-Ummahat, hal: 46 vol: 5)
Sekian semoga bermanfaat. waallahu a’lam.
Baca Juga: Manifestasi Pendidikan Pesantren Era 4.0, Sahabat Nabi Hijrah Pasca Baiat Aqobah II, Perbedaan Adalah Rahmat
Subscribe: Pondok Lirboyo
Follow: @pondoklirboyo