Isyarat Thariqoh Suci Ta’lim Wa Ta’alum
“Qiyamul lail ora mung sholat tok! Muthola’ah yo termasuk qiyamul lail” KH. Mahrus Aly
Teguran diatas bukan sekedar teguran. Bagaimana beliau menegur putra beliau, Yakni K. H. Abdullah Kafa Bihi Mahrus yang sekarang menjadi penerus heroik keislamannya. Nasihat yang diucapkan oleh beliau kepada putranya dikarenakan beliau pernah melihat putranya mengisi malamnya dengan sholat sunnah, bukan untuk belajar. Cerita ini pula yang sering K.H. Abdullah Kafa Bihi Mahrus sampaikan kepada para santrinya diberbagai kesempatan. Lantas apa rahasianya?
Ilmu adalah sebuah fase di mana akal merasa telah menemukan jalan. Jalan ini yang diklaim manusia sebagai cara terwahid untuk menerka segala sesuatu. Meskipun terkadang mereka luput bahwa kemampuan terka itu sendiri tak lebih jauh dari tabiat sebuah makhluk yang penuh keterbatasan.
Agama dan akal sepakat akan satu hal, yakni pengetahuan pantas diapreasi. Peran pengetahuan sangat konkret meruntuhkan dinding-dinding bias mitos yang selama ini mengurung realitas. Maka tak heran, baik agama ataupun akal sama-sama menyanjungnya. Serta secara otomatis membuat pemiliknya keluberan berkah. Contoh kecil, orang sebodoh apapun akan marah bila dipanggil “bodoh”. Dan yang tak kalah penting, belajar adalah keniscayaan bagi setiap orang yang menginginkan kemuliaan. Karena pengetahuan sebagai perwujudan satu-satunya cara terlogis.
Dalam Islam para penyandang pengetahuan, khususnya tentang agama menempati posisi mulia. Merekalah yang telah dikultus oleh syariat sebagai para pewaris para nabi. Mereka ini yang disebut banyak orang sebagai “ulama’
Banyak dalil-dalil fundamental yang menceritakan keutamaan-keutamaan para ulama, serta dogma-dogma tata krama bermasyarakat. Semuanya kompak menyanjung para pemilik pengetahuan yang bagaikan dewa-dewa dimitologi Yunani. Namun apakah ini merupakan Happy ending?
baca juga: Dawuh KH. M. Anwar Manshur: Cara Bersyukur Seorang Pelajar
Klasifikasi Ulama
Ternyata pangkat ”ulama” sendiri masih butuh klasifikasi sehingga nanti akan tampak mereka yang benar-benar pantas mendapatkan apresiasi positif seperti di atas.
Dalam kode etik Agama Islam ternyata memang tidak semua ulama dipuja. Mereka yang orentasinya non ukhrowi justru mendapat ancaman berat. Para ulama ibarat harimau dengan senjata bawaan yang tajam, taring serta kuku perobek yang kuat. Tetapi apakah semua harimau akan menggunakan cakar dan taringnya untuk kepentingan kepahlawanan yang mulia.
Semisal menjaga keluarga, koloni, atau minimal dirinya sendiri? Semestinya tidak! Sabda hukum naluri bawaan jelas bahwa “senjata alamiah bukan hanya untuk menjaga, melainkan juga untuk merusak. Harimau juga bernaluri melukai. Ulama dalam hal ini pun demikian. Mereka mempunyai naluri heroik khusus yang secara garis besar diistilahkan “Amar Ma’ruf Nahi Munkar”.
Disamping mereka juga kreatif menggunakan ilmu mereka untuk melukai. Baik secara fisik atau metafisik. Ilmu mereka berpotensi disalah gunakan karena motif-motif tertentu. Baik kepentingan pribadi atau komunitas. Kita ambil contoh sederhana bahwa para koruptor sangat menindas rakyat kecil. Mereka bukanlah orang bodoh atau seorang maling ayam. Mereka orang berpengetahuan tinggi namun dengan pengetahuan itu mereka gunakan untuk memeras rakyat dengan korupsi.
Sampai titik inilah kita harus sadar untuk tidak puas hanya telah ber-ta’alum (belajar) tanpa ber-ta’lim (mengajarkan) pengetahuan kita. Dengan itu minimal kita mengajarkan ilmu kita kepada diri sendiri sebelum kepada orang-orang sekitar kita, serta menjadikan keduanya sebagai jalan hidup (thoriqoh). Dan mungkin itu yang dimaksud oleh beliau KH. Mahrus Aly.[]
jangan lupa tonton: Rahasia Sukses Dunia & Akhirat | KH. Abdullah Kafabihi Mahrus
Penulis: M. Idrus Salim
Isyarat Thariqoh Suci Ta’lim Wa Ta’alum
Isyarat Thariqoh Suci Ta’lim Wa Ta’alum