Ibadah Nggak Ada Nikmat-nikmatnya?

lirboyo.net

Ibadah Nggak Ada Nikmat-nikmatnya?

Setiap tindak laku kita, maksiat maupun taat, sejatinya sangat berdampak terhadap naik dan turunnya keimanan. Ibarat kaca benggala. Lelaku lahir merupakan refleksi dari apa yang ada dalam batin. Keduanya sangat erat berkaitan.

Kali ini kita berbicara soal ibadah, yang menjadi pola dasar diciptakannya manusia dan jin. Seperti dalil yang sudah jamak kita ketahui. Sebagai mukmin dengan derajat iman pas-pasan—untuk tidak mengatakan rendah—kita tentu menyadari kualitas ibadah sehari-hari yang kita tunaikan.

Bagaimana shalat yang sekedar menggugurkan kewajiban. Bagaimana puasa yang hanya menunda jadwal makan dan minum. Bagaimana yang mungkin sudah pernah berhaji sebatas menaikkan level sosial di tengah masyarakatnya. Bagaimana semua amal itu begitu nyata tanpa memiliki ruh yang menjiwainya.

Ya, bagaimana pun juga, kita tetap bersyukur dengan nikmat iman dan islam ini, meminjam bahasa Gus Baha’, nikmat terbesar berupa sujud. Lanjutkan saja sujud itu, sampai ia benar-benar merasuk dan nikmat.

baca juga: Agama dan Kebudayaan; Tidak Perlu Dibenturkan

Pandangan Syekh Ibn Atha’illah as-Sakandari

Menurut Syekh Ibn Atha’illah as-Sakandari dengan Al-Hikamnya, ibadah yang menimbulkan rasa kenikmatan luar biasa bagi pelakunya, menjadi tanda bahwa ibadah tersebut diterima dan mendapat ridha dari-Nya kelak di akhirat. Karena itulah buah manis daripada beribadah. Balasan dari amal baik tersebut seperti diberikan terlebih dahulu saat di dunia, berupa rasa lezat saat beribadah. Jadi semacam pesan notifikasi jikalau amal telah terkirim dan diterima.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.