Amaliah Puasa Pada Bulan Dzulhijjah

Berikut kami akan menjelaskan terkait amaliah puasa pada bulan Dzulhijjah.

Anjuran Puasa Pada Bulan Dzulhijjah

Banyak sekali amalan khusus bagi umat islam pada bulan Dzulhijjah. Baik berupa doa, takbir pada malam hari raya, ataupun yang sangat identik adalah haji dan berkurban. Selain itu nabi juga menganjurkan untuk  puasa. Puasa sunnah pada tanggal satu sampai Sembilan Dzulhijjah, dengan puasa Arafah sebagai puncaknya, memiliki pahala yang sangat besar.

Sabda Nabi Muhammad SAW, setiap puasa satu hari sebanding dengan pahala satu tahun. Sementara qiyamul lail, atau menghidupkan malam hari dengan beribadah pada malam-malam tersebut ibarat qiyamul lail pada malam lailatul qadr.

مَا مِنْ أَيَّامٍ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ أَنْ يُتَعَبَّدَ لَهُ فِيهَا مِنْ عَشْرِ ذِي الْحِجَّةِ ، يَعْدِلُ صِيَامُ كُلِّ يَوْمٍ مِنْهَا بِصِيَامِ سَنَةٍ وَقِيَامُ كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْهَا بِقِيَامِ لَيْلَةِ الْقَدْرِ (رواه الترمذي، والبزار، وابن ماجه من طريق أبي بكر بن نافع البصري)

“Tidak ada hari yang lebih Allah sukai untuk beribadah kepada-Nya kecuali sepuluh hari bulan Dzilhijjah. Puasa tiap hari pada hari tersebut sebanding dengan puasa selama satu tahun. Dan menghidupkan malam-malam dengan beribadah didalamnya sama dengan menghidupkan malam lailatul qadr.” (HR. Turmudzi, Bazzar dan Ibn Majah)

Ada pula ulama yang mampu menyingkap sepuluh rahasia dari puasa pada permulaan hari bulan Dzulhijjah ini, yaitu mendapat keberkahan umur, bertambahnya harta, terjaganya sanak keluarga, terleburnya keburukan-keburukan, berlipat gandanya pahala kebaikan, mendapat kemudahan dalam sakaratul maut, diterangi saat gelapnya kubur, memberatkan timbangan amal kelak, mendapat keselamatan serta naiknya derajat.[1]

Puasa Arafah dan Puasa Tarwiyyah

Sementara itu secara khusus puasa tanggal 9 bulan Dzulhijjah mendapat perhatian oleh nabi. Beliau bersabda:

صيام يوم عرفة أحتسب على الله أن يكفر السنة التي قبله والسنة التي بعده.

“Puasa hari arafah, aku berharap, dapat melebur dosa tahun sebelum arafah dan tahun setelah hari arafah”

Kemudian Syekh Zainuddin al-Malaibari dalam Fath al-Mu’in menjelaskan, demi kehati-hatian hendaknya untuk berpuasa pada tanggal 8 bulan Dzulhijjah.

Dengan demikian anjuran puasa pada tanggal 8 (puasa tarwiyyah) dan puasa tanggal 9 (puasa arafah) sebab dua alasan; Pertama; Termasuk dari sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah selain hari raya. Kedua; Puasa Tarwiyyah untuk kehati-hatian menyambut puasa Arafah dan puasa Arafah untuk puasa di hari yang mulia yakni Arafah itu sendiri.[2]

Menggabung Dua Puasa Sunnah

Bagi orang yang puasa pada hari-hari pertama bulan Dzulhijjah, hendaknya apabila bertepatan dengan puasa sunah yang lain, semisal hari senin, untuk niat puasa kedua-duanya agar mendapat pahala keduanya. Syekh Sulaiman al-Bujairami menjelaskan;

قَدْ يُوجَدُ لِلصَّوْمِ سَبَبَانِ كَوُقُوعِ عَرَفَةَ وَعَاشُورَاءَ يَوْمَ اثْنَيْنِ أَوْ خَمِيسٍ وَكَوُقُوعِهِمَا فِي سِتَّةِ شَوَّالٍ فَيَتَأَكَّدُ صَوْمُ مَا لَهُ سَبَبَانِ رِعَايَةً لِكُلٍّ مِنْهُمَا فَإِنْ نَوَاهُمَا حَصَلَا كَالصَّدَقَةِ عَلَى الْقَرِيبِ صَدَقَةً وَصِلَةً وَكَذَا لَوْ نَوَى أَحَدَهُمَا فِيمَا يَظْهَرُ

“Terkadang dalam puasa itu terdapat dua sebab, seperti puasa Arafah atau ‘Asyuro yang jatuh pada hari senin atau kamis, atau puasa hari senin dan kamis yang dilakukan dalam tanggal enam hari pertama di bulan Syawal (selain tanggal 1 Syawal). Maka puasa yang memiliki dua sebab tersebut memiliki anjuran lebih demi menjaga kesunahan dua sebab tersebut. Apabila niat kedua puasa itu maka ia akan mendapatkan pahala pahalanya, seperti seseorang yang bersedekah pada kerabatnya ia akan mendapatkan pahala sedekah sekaligus pahala silaturrahim. Menurut pendapat yang lain, meskipun ia niat salah satu saja ia akan mendapat pahala keduanya.”[3]

Sekian semoga bermanfaat.

Baca Juga: Apa Makna Yang Terkandung Dalam Ibadah Kurban? 

Subscribe: Pondok Lirboyo

 

[1] Usman bin Hasan bin Ahmad Asy-Syakiri Al-Khubawi, Durrat an-Nashihin 280, (Dar Ihya Kutub ‘Arobiyyah, Hal. 280)

 

[2] Abu Bakar, Utsman ibn Muhammad Syatho ad-Dimyathi, I’anah at-Tholibin, (Dar al-Fikr, Hal. 300, Jilid. 2)

 

[3] Syekh Sulaiman ibn Muhammad al-Bujairomi, al-Mishri, Tuhfah al-Habib Ala Syarh al-Khotib, (Dar al-Fikr, Hal: 404, Jilid: 2)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.