LirboyoNet, Kediri—Ada yang baru di Safari Ramadan kali ini. Selain turun ke sekolah umum, di Kota Kediri para delegasi safari juga turut mengisi kajian agama di Lembaga Pemasyarakatan II Kota Kediri.
Karena medan dakwah yang dihadapi di luar kebiasaan yang ada, maka delegasi yang diutus pun tidak sembarang santri. Mereka yang dipilih adalah para mutakhorijin, atau santri yang telah menamatkan pendidikan madrasahnya. Jumlahnya tidak banyak. Hanya sekitar sepuluh santri. Sepuluh santri itu bakal menghadapi tujuh ratus penghuni lapas. Tentu saja tidak mudah. Tapi dengan bekal pengalaman dakwah mereka yang cukup, tidaklah memunculkan banyak kekhawatiran.
Dimulai sejak awal Ramadan, sambutan dari masyarakat lapas cukup beragam. Di antara mereka, ada yang hadir, duduk, mendengarkan dengan tenang. Sebagian dari mereka cukup interaktif. Materi yang disampaikan oleh para delegasi disambut oleh mereka dengan berondongan pertanyaan. Misalnya, ketika delegasi menyampaikan materi wudhu dan salat, mereka segera mengungkapkan kegundahan mereka,“mas, kalau sentuhan kulit dengan istri batal tidak wudlunya?” Delegasi pun menjawab dengan lengkap. Dari audiens kemudian muncul celetukan, “Loh, kalau batal, berarti salat sunnah setelah salat itu gak sah dong?” “Ya tidak sah, pak. Yang boleh bersentuhan lawan jenis hanya yang haram dinikah, seperti adik kandung, atau ibu kandung jenengan. Kalau istri sampean kan halal dinikah, berarti bisa membatalkan wudlu.”
Sesederhana itu memang. Berdakwah di tengah para pesakitan tidaklah membutuhkan materi berat, seperti halnya masyarakat terdidik lainnya. DI hadapan mereka, para pendakwah dihadapkan lebih kepada perjuangan dalam perbaikan mental. Bagaimana menjaga komunikasi agar tidak menciderai hati mereka, agar tetap dalam sopan santun dan pagar adab yang khusus melingkari mereka. Dakwah di lapas ini juga menunjukkan betapa siraman dan pengetahuan ruhani dibutuhkan oleh siapapun, tak terkecuali mereka yang kebetulan menjalani kehidupan mereka di lapas.][