LirboyoNet, Kediri- Fan falak merupakan salah satu fan yang dianggap menjadi momok menakutkan bagi santri. Tidak hanya di Pondok Pesantren Lirboyo, pondok-pondok lain juga mengalaminya. Selain harus pandai-pandai berurusan dengan angka, belajar ilmu falak juga harus dibarengi dengan ketelitian. Salah sedikit saja, semua perhitungan bisa meleset.
Di Pondok Pesantren Lirboyo, pelajaran falak diajarkan di jenjang terakhir. Kelas tiga ‘aliyah, dengan materi kitab Tashilul Amsilah. Namun dirasakan oleh santri, jika hanya mengikuti pelajaran di madrasah saja, akan terasa kurang. Maka oleh seksi pramuka, seksi yang mengurusi kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler, diadakan kursus falak. Kursus di luar kelas ini diadakan setiap seminggu sekali, tepatnya setiap malam jum’at.
Pesertanya dominan kelas tiga ‘aliyah, meski ada beberapa orang siswa yang kelasnya masih dibawah itu. Pertama kali dibuka pendaftaran di awal tahun pelajaran, pesertanya bisa sangat banyak. “Dulu pesertanya ada seratusan orang”, terang Ust. M. Shobirin, kepala seksi pramuka. Namun seiring waktu, banyak peserta yang tidak lagi aktif. Hanif salah seorang peserta yang masih duduk di kelas tiga tsanawiyyah menuturkan, jika mengikuti kursus falak memang butuh kedisiplinan tinggi, sebab satu kali saja tidak hadir, peserta akan kebingungan di pertemuan selanjutnya. Sebab, materi yang diajarkan bisa semakin sulit, “Kalau tidak berangkat sekali, ya sudah mas. Bingung.” Katanya disela-sela ditemui tim LirboyoNet. Ia juga menambahkan, kursus semacam ini sangat penting, karena santri jadi bisa lebih mendalami lagi pelajaran falak, yang akhir-akhir ini semakin menjadi ilmu yang langka, “Kalau jenjang ‘aliyah ada ini (pelajaran falak. Red.), tapi belum ada praktiknya” kata Hanif.
Meski demikian, kursus falak tetap menjadi tren yang cukup diminati bagi santri. Dibuktikan dari jumlah peserta yang semakin bertambah dari tahun ke tahun. Tak berhenti sampai disitu, bahkan sampai ada beberapa ada mahasiswa yang rata-rata tingkat S2, menjadikan kursus falak Lirboyo sebagai bahan riset untuk pengerjaan tesis dan disertasi mereka. “Lirboyo mulai diminati falaknya, mereka (mahasiswa, Red) sampai keheranan, kok Lirboyo masih mempertahankan falaknya?” jelas Ust. M. Shobirin.
Pembimbing yang didatangkanpun merupakan ahli di bidangnya. Mereka rata-rata anggota tim Lajnah Falakiyah Ponpes Lirboyo, seperti Agus reza Zakariya (Slumbung, Kediri), dan Ust.Asmuji (Kras, Kediri). Adapula Ust. Badrul Huda, yang masih aktif menjadi pengajar falak di Madrasah Hidayatul Mubtadi-ien.
Para peserta tidak saja diajari cara menghitung awal bulan dengan metode hisab, namun juga diajari teori untuk melihat hilal. Minimal setiap satu tahun sekali, peserta diajak langsung mengunjungi tempat-tempat yang biasanya dijadikan objek observasi hilal, seperti di Pantai Serang (Desa Serang, Kecamatan Panggungrejo, Kabupaten Blitar, Jawa Timur), dan Bukit Condrodipo (Desa Kembangan, Kecamatan Kebomas, Gresik).
Seperti dikethui, seksi pramuka mengadakan berbagai macam kursus yang membantu santri untuk bekal dirumah kelak. Seperti kursus falak, kursus pidato, jurnalistik, bahasa Inggris, kursus komputer, dan lain-lain. Harapannya, santri tidak hanya menguasai bidang agama saja, namun juga memiliki kemampuan lebih yang dibutuhkan sebagai bekal ditengah masyarakat.[]