LirboyoNet, Kediri — Membentuk pribadi luhur, jujur, dan berakhlakul karimah, adalah visi Pondok Pesantren Lirboyo unit Ar-Risalah, yang sangat dirasakan oleh Febri, terutama ketika ia meneruskan pendidikannya ke luar negeri, diantaranya Amerika Serikat dan Jerman. Dengan berbekal pendidikan insani, baik intelektual maupun ruhani yang ia dapat di Ponpes Salafy Terpadu Ar-Risalah, berbagai prestasi diraihnya. Beasiswa penuh dari Kementerian Dikti untuk Teknik Kimia di Jerman, salah satunya, yang baru-baru ini diperolehnya, setelah menyelesaikan studinya di Universitas Indonesia. Sebelumnya, ia meraih gelar di berbagai “youth muslim scholar contest” di kampus-kampus yang menjadi tempat studinya.
Menurut Hj. Aina ‘Ainaul Mardliyah, pengasuh yayasan Ar-Risalah, telah banyak santri lulusan pondok ini yang mengharumkan agama dan bangsa, baik di dalam maupun luar negeri. Karena sejak mula, ponpes ini bertekad untuk mencetak cendekiawan muslim yang profesional dan berakhlak mulia. Maka tak heran, jika para lulusannya kemudian memiliki nilai guna yang lebih, karena telah mampu menerjemahkan nilai-nilai itu ke dalam keseharian mereka.
Peringatan Maulid dan Haul pada Selasa malam (29/10) itu diramaikan dengan bermacam penampilan para santri. Berurutan mereka beraksi dalam marching band, shalawat, dan nasyid. Di samping kegiatan belajar mereka yang penuh kajian intelektual, ada sela-sela waktu yang mereka manfaatkan untuk menumbuhkan potensi seni mereka. Di Aula Al-Muktamar itulah mereka diberi kesempatan untuk menunjukkan kemampuannya di hadapan para wali santri dan undangan umum.
Hal ini yang juga diakui KH. Syafi’i Rahmat, pembicara malam itu, sebagai pendidikan luar biasa bagi pemuda-pemuda Indonesia. Pesantren, telah membuktikan bahwa peran yang dijalankannya sangat serius mempengaruhi nafas hidup bangsa. Karena apa yang diajarkan pesantren, adalah apa yang juga dilakukan Rasulullah, yakni mendasarkan segala aspek hidup kepada Alquran. Salah satunya dalam berumah tangga. Kemesraan selalu terjalin hingga akhir hayat beliau, karena Alquran selalu menjadi pandangan hidup. “Daripada seluruh dunia dan isinya berada di tanganku,” cerita kiai Syafi’i akan kesan istri Rasulullah, “tapi tanpa engkau di sisiku, ya Rasul, perkenankan aku di dalam kemiskinan, namun dengan selalu bersamamu.” Maka nampak bahwa segala kekurangan materi bukanlah halangan untuk menjaga keutuhan keluarga.
Malam Maulid adalah malam silaturahim, malam ta’dzim, malam pengagungan kepada Nabi Muhammad saw. Maka sepatutnya teladan Rasulullah saw. dikenang kembali dalam wujud yang lebih relevan dan praktis. Konsep kepemimpinan, diantaranya, sudah diuraikan oleh Alquran. Nabi Musa saat bertemu Allah swt., dan ditanya, “wa mâ tilka biyamînika yâ mûsâ?” nabi Musa hanya menjawab , “ini hanya sebatang kayu untuk menggiring gembalaan di padang rumput”. Namun, dalam kisah yang telah masyhur tongkat itu mampu menjadi penyelamat nabi Musa as. di berbagai peristiwa besar. Saat melawan ahli sihir Firaun, tongkat itu berubah ular besar. Saat menemu jalan buntu, tongkat itu membelah laut. Saat kaumnya kehausan, pukulan tongkat itulah yang membuat batu memancarkan dua belas mata air. “Tongkat itu tidak berdaun. Kulitnya sudah terkelupas. Kering. Tidak ada ranting. Tapi manfaatnya luar biasa,” renung Kiai Syafi’i. “Inilah yang menjadi ilmu orang NU. Tidak pernah meremehkan peran siapapun. Bahkan rakyat kecil. Karena mereka faham, bahwa pada akhirnya tidak ada yang tahu siapa yang lebih baik di mata Allah,” jelas beliau.
Dalam acara itu, hadir KH. M. Anwar Manshur, pengasuh Ponpes Lirboyo, sekaligus ayahanda dari Hj. Aina ‘Ainaul Mardliyah. Sebelumnya, Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Prof. H. Muhammad Nasir M. Si, AK, Ph. D, CA., telah dijadwalkan hadir dan memberi orasi ilmiah. Namun, di hari itu juga beliau mendapat panggilan dari Presiden. Juga hadir pemerintah Kota Kediri, TNI, Polri, dan perwakilan beberapa instansi yang berafiliasi dengan Ponpes ar-Risalah, termasuk dari Tiongkok.][
0