Musyawarah Al-Mahalli: Musyawarah Tingkat Lanjut

  • Khoirul Wafa
  • Agu 25, 2016

LirboyoNet, Kediri –Jika masih belum puas adu pendapat di musyawarah Fathul Qorib, mari dilanjutkan di musyawarah Al-Mahalli.” Begitu kira-kira salah satu ungkapan yang dikemukakan untuk menjawab tuntutan santri Ponpes Lirboyo yang haus akan ilmu pengetahuan. Tidak hanya lewat musyawarah Fathul Qorib yang sifatnya lebih terbuka, ada musyawarah tingkat lanjut yang biasanya diikuti oleh santri-santri senior. Dengan standar kitab Al-Mahalli atau nama lainnya Kanzur Rôghibîn, sebuah syarah dari matan kitab yang sangat fenomenal karangan Imam Zakariya Al-Nawâwî, Minhâjut Thâlibîn, musyawarah ini digelar sama seperti jam musyawarah Fathul Qorib. Mulai pukul 23.00 Wis hingga sekitar pukul 02.00 Wis. Hanya saja musyawarah ini digelar setiap malam ahad dengan sistem yang berbeda dan lebih matang.

Musyawarah kitab Al-Mahalli, memiliki dua metode. Metode Talkhîs dan metode Manshûl (Manhaj Ushûl). Metode Talkhîs adalah dengan meringkas khilafiyyah (silang pendapat) antara empat imam utama rujukan ulama mutaakhirin, yaitu Imam Ibnu Hajar Al-Haitami, Imam Syihabuddin Romli, Imam Zakariya Al-Anshôry, dan Imam Khâtib Al-Syirbini yang teradi dalam satu permasalahan yang diajukan dalam soal. Peserta musyawarah  harus jeli membaca perbedaan pendapat diantara empat imam tadi supaya bisa menghasilkan kesimpulan yang objektif. Rujukannya juga berasal dari kitab-kitab karangan empat imam tersebut, seperti Mughni Muhtaj dan Al-Iqna’ nya Imam Khâtib Al-Syirbini, Tuhfatul Muhtaj, Fathul Jawwad, berikut kitab fatawi nya Imam Ibnu Hajar, Nihayatul Muhtaj nya Imam Romli, dan Fathul Wahhâb, dan Ghurorul Bahiyyah nya Imam Zakariyya Al-Anshôri. Persiapannya kadang memakan waktu hingga dua hari, maklum kitab karangan empat imam tersebut bukan hanya itu saja. Persiapan secara insedependen yang diikuti masing-masing kelas tadilah yang akan membawa kesimpulan penting untuk dimusyawarahkan nantinya.

Setiap kelas harus bisa mempresentasikan hasil musyawarah independen mereka dengan selama “dua hari” sebelum naik panggung. Hasil kesimpulan setiap kelas yang telah dipresentasikan kemudian dibahas mana yang paling berbeda.

Untuk musyawarah dengan metode manshûl (Manhaj Ushûl) akan lebih sulit lagi. Pasalnya setiap kelas dituntut harus bisa menggali cara pandang dan istinbath dari empat imam yang berbeda pendapat. Ranahnya bukan lagi membahas fiqh, namun lebih berkutat pada ushûl fiqh dan metode menggali hukum dari dalil-dalil yang ada. Musyawarah manshûl biasanya hanya dilaksanakan sebulan sekali, mengingat tingkat kesulitannya. Musyawarah manshûl biasanya diikuti oleh peserta yang sama.

Pesertanya berasal dari siswa tingkat ‘Aliyyah Madrasah Hidayatul Mubtadi-ien dan minimal siswa kelas tiga Tsanawiyyah. Para perumus dan dewan rois Lajnah Bahtsul Masail pun tak lupa turut mengikuti musyawarah sebagai pihak yang “mendamaikan” adu pendapat. []

0

Post Terkait :

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.