Tradisi Ngaji Bandongan di Pondok Pesantren Lirboyo

https://lirboyo.net/tradisi-ngaji-bandongan/

Bagi kalangan pesantren sudah jamak diketahui bahwa salah satu sistem pendidikannya adalah tradisi ngaji bandongan ini adalah sebuah metode pembelajaran di mana Seorang kiai ataupun mustahiq (pengajar) membacakan kitab sedangkan para santri mendengarkan sekaligus memaknai kitab yang dibacakan oleh guru tersebut. Pemaknaan ini biasanya menggunakan huruf pegon atau kalau pesantren di Jawa menyebutnya metode Utawi Iki iku. 

Metode ngaji bandongan ini lebih fokus kepada pemahaman yang sentral kepada pemahaman guru serta lebih cepat dalam menghatamkan kajian suatu kitab.  Metode seperti ini banyak digunakan para ulama Islam dahulu bahkan metode ini dipakai sejak zaman Nabi Muhammad Saw ketika mengajar para sahabat. Nabi Menjelaskan suatu ilmu dan para sahabat mendengarkannya. Jadi ngaji bandongan sebagai metode pembelajaran memang sudah banyak dilakukan ulama Salafus Sholih dalam menyebarkan khazanah keilmuan Islam.

Salah satu kelebihan belajar di Pondok Pesantren Lirboyo, adalah kita bisa mengaji kepada banyak masyayikh. Sebab, Lirboyo ada banyak Unit yang di asuh oleh para dzuriyah simbah KH. Abdul Karim. Kondisi tersebut di manfaatkan oleh para santri untuk belajar mengaji kepada banyak kiai. Di antaranya adalah KH. M. Anwar Mansur, KH. Abdullah Kafabihi Mahrus, KH. AHS. Zamzami Mahrus, KH. Anim Falahuddin Mahrus dan sejumlah Kiai lainnya.

Salah satu yang paling saya kenang adalah saat mengikuti pengajian kitab Tafsir Jalalain yang dibacakan oleh KH. AHS. Zamzami Mahrus. Tiap siang ba’da musyawarah banyak santri- santri yang berbondong-bondong menuju ndalem beliau di Pondok Unit Al- Baqoroh untuk mengikuti pengajian.

Dua tahun saya mengikuti pengajian bersama Kiai Zam, baru setelah  itu saya mengikuti pengajian bandongan kitab Ihya’ Ulumiddin di Pondok Unit HMC yang dibacakan oleh KH. Abdulloh Kafabihi Mahrus. Peserta pengajian Ihya’ rata-rata adalah siswa kelas tiga Aliyah dan Mahasantri Ma’had Aly atau pengurus.

Ngaji Bandongan Para Jin di Masjid Lawang Songo

https://lirboyo.net/tradisi-ngaji-bandongan/

Yang menarik di Pondok Pesantren Lirboyo adalah ketika hari Selasa pagi, ada yang sedikit berbeda di Masjid Lawang Songo Lirboyo karena dislenggarakan ngaji jin oleh para Masyayikh; kono pengajian bandongan bersama para jin ini sudah  ada sejak masa sang muassis simbah KH. Abdul Karim tapi sepeninggal beliau pengajian ini sempat berhenti dan di mulai lagi satu tahun yang lalu (2022 M).

Menurut para masyayikh, di Lirboyo ini santrinya Mbah yai sepuh KH. Abdul Karim tidak hanya manusia, tetapi juga sejumlah jin muslim yang tentu saja tidak bisa dilihat oleh sebagian besar santri dari golongan manusia. Hanya orang-orang tertentu yang dapat melihatnya.

Konon menurut cerita para sesepuh yang disampaikan oleh KH. Oing Abdul Muid Shohib, tanah Lirboyo dulu itu dikenal wingit, banyak jin. Kemudian oleh Mbah KH. Sholeh Banjarmlati (mertua KH. Abdul Karim) jin-jin itu dipindahkan ke kuburan Dempul dengan perjanjian khusus.

Perjanjian khusus tersebut adalah Mbah yai Sholeh akan memindahkan keberadaan para jin ke sebidang tanah di utara pondok, namun nantinya para jin diberi kesempatan ikut mengaji. Oleh karena itulah dahulu setiap hari Selasa Mbah yai Sholeh meliburkan aktivitas mengaji di pondoknya untuk mengisi pengajian di kuburan Dempul. Santrinya adalah para jin yang dipindahkan ke sana.

Kisah ini saya ungkapkan untuk membuktikan bahwa kehadiran jin muslim di berbagai pondok pesantren, yang turut memperdalam ilmu-ilmu agama bersama para santri dari golongan manusia adalah nyata adanya. Mereka adalah golongan jin yang menerima ajaran Islam, seperti yang tertulis dalam Kitab Suci Al-Quran, Surat Al-Jinn ayat 1-2:

“Katakanlah (Muhammad), telah diwahyukan kepadaku bahwa sekumpulan jin telah mendengarkan (bacaan Al-Quran). Lalu mereka berkata, kami telah mendengarkan bacaan yang menakjubkan (Al-Quran) yang memberi petunjuk ke jalan yang benar, lalu kami beriman kepadanya. Dan, kami sekali-sekali tidak akan menyekutukan sesuatupun dengan Tuhan kami Yang Esa.”

Juga dalam Surat Al-Jinn ayat 11-13:

Tradisi Ngaji Bandongan di Pondok Pesantren Lirboyo

Dan sesungguhnya, di antara kami (para jin) ada yang saleh dan ada (pula) kebalikannya. Sesungguhnya, kami (para jin) telah menduga bahwa kami tidak akan mampu melepaskan diri dari kekuasaan Allah di Bumi dan tidak dapat lari melepaskan diri dariNya. Dan sesungguhnya, ketika kami (para jin) mendengar petunjuk (Al-Quran), kami beriman kepadanya. Maka barangsiapa beriman kepada Tuhan, ia tidak perlu takut rugi dan berdosa.”

Selain kepada para masyayikh, di Pondok Pesantren Lirboyo,  juga ada pengajian yang dibacakan oleh para mustahiq atau dewan mudarris (pengajar). Di setiap tingkatan pasti ada mustahiq yang mengadakan pengajian bandongan, prosentase pengajian kitab di Lirboyo terus meningkat. Namun yang biasa berlaku di Lirboyo peminat pengajian kitab akan menyesuaikan fan kitab yang akan diikutinya dengan pelajaran di sekolah.

Misalnya, siswa Ibtida’ lebih banyak yang berminat pada kitab-kitab seputar nahwu shorof semacam al-‘Asymawi, Fathu Robbil-Bariyyah dsb. dan fiqih, seperti Kasyifatus-Saja, Is’adur- Rofiq, Tausyih Ibnu Qasim, al-Bajuri dsb. Naik jenjang lebih tinggi, fan yang diikutinya juga semakin beragam. Seperti al-Asybah wa an-Nadhoir dan Fawaidul-Janiyah tentang qaidah fiqh, Syarah Jauharul-Maknun tentang balaghah, Idlohul-Mubham tetang mantiq dll.

Dan untuk Mahasantri Ma’had Aly biasanya lebih tertarik mengikuti pengajian kitab-kitab tasawuf seperti Ihya’ Ulumiddin. Tak lain hal tersebut sebagai sarana pendidikan batin sebelum nantinya pulang dan berdakwah di tengah masyarakat.

Pengajian kitab kuning dengan sistem bandongan seperti ini memang sudah menjadi ciri khas pesantren salaf. Di saat yang lain masih sibuk mencanangkan dan menyusun konsep pendidikan karakter, dalam pesantren pendidikan semacam ini ternyata sudah berlaku sejak zaman dahulu.

Karenanya, sebagai generasi penerus sudah seharusnya kita, para santri, turut melestarikan tradisi keilmuan yang notabene menjadi karakter kita sendiri itu. Wallahu A’lam.

 

Baca Juga: Tradisi Ro’an di Ponpes Lirboyo, Untuk Membangun Karakter Para Santri

Follow; @pondoklirboyo

Subscribe; Pondok Lirboyo

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.