LirboyoNet, Kediri – Mikobakterium Tuberkulosa sangat senang dengan ruangan yang lembab, gelap, dan pengap. Bakteri penyebab Tuberkulosis (TBC) ini bisa tumbuh dengan cepat. Dengan kata lain, jika kamar santri Lirboyo ada yang jarang terkena sinar matahari, ruang ventilasi minim, dan sering becek, entah karena dekat dengan jeding kobok ataupun gantungan sarung telesan, maka peluang terjangkit penyakit TBC sangat besar.
Dokter Dedi Wahyu, utusan dari Puskesmas Campurejo, menyebut bahwa penyakit ini tidak bisa dipandang sebelah mata. “Di Indonesia, menurut data terakhir, setiap harinya ada 1.260 orang menderita TBC. Dan 175 diantaranya meninggal dunia.” Karena itu, para santri harus berhati-hati.
Penyakit yang menyerang paru-paru ini bisa diderita siapa saja. “Kalau sampeyan pernah mendengar TBC itu penyakit keturunan, ataupun santet, itu mitos yang keliru. TBC adalah penyakit menular. Tidak ada itu kalau orangtuanya TBC, anaknya juga. Bukan seperti itu,” tukas Dokter Dedi.
Tiga ratus santri yang hadir di Aula Muktamar Selasa pagi itu (24/11) tampak serius mendengarkan materi. Karena mereka sadar, penyakit TBC tidak dapat dideteksi sejak awal. Dia baru diketahui ketika sudah beranak pinak.
Dokter juga mengingatkan, jika sudah terkena penyakit ini, harus mengurangi intensitas meminum kopi. “Kopi itu penuh kafein. Dia dapat mempercepat proses metabolisme tubuh dan sangat berpengaruh pada daya kerja obat. Jika obat biasanya aktif selama 10-12 jam, kopi akan memperpendeknya hingga menjadi empat jam saja.”
Acara “Sosialisasi Tuberkulosis” ini merupakan inisiatif LKNU (Lembaga Kesehatan Nahdlatul Ulama) Kota Kediri, yang bekerjasama dengan Dinas Kesehatan Kota Kediri. Ini adalah bentuk program yang dicanangkan oleh LKNU yang bernama CEPAT (Community Empowerment of People Against Tuberculosis), sebagaimana yang diakui oleh Dra. Niswatus Syarifah M. Pd, selaku koordinator program CEPAT-LKNU.
Selain penyuluhan TBC, LKNU juga mengadakan kegiatan Donor Darah Santri. Maka, digandenglah PMI Kota Kediri sebagai pelaksana. Bak gayung bersambut, ratusan santri itu segera antri untuk mendaftarkan dirinya. “Saya merinding. Maklum. Baru pertama kali ikut donor,” kata Wahyu, salah satu santri kelas tiga Tsanawiyah.
“Kegiatan (donor darah) ini sebenarnya sudah pernah dilaksanakan di Ponpes Lirboyo. Tapi itu sudah lama sekali,” ujar Bapak Hamim Hudlori, Ketua Tiga Pondok Pesantren Lirboyo.
Dilaksanakan sejak pukul 10.00 pagi, acara baru selesai sekitar pukul 14.00. Ini tak lain karena antusias para santri untuk ikut mendonorkan darahnya. “Donor darah ini sebagai wujud rasa terima kasih kita kepada negara, yang telah merestui tanggal 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional. Ulama dan santri dahulu rela berkorban demi bangsa. Maka kita selayaknya penerus, juga harus ikut memberikan sumbangsih. Ini bisa dimulai dari darah yang kalian donorkan,” terang KH. Ahmad Subakir, Ketua Tanfidziyah PCNU Kota Kediri dalam sambutannya.][