Menuju Pesantren Berbahasa Arab

Di mata masyarakat umum, pesantren dikenal sebagai lembaga pendidikan Islam yang out putnya adalah santri yang –setidaknya- tahu bahasa Arab. Kitab-kitab berbahasa Arab menjadi makanan sehari-hari, pelajarannya juga tentang bahasa Arab (nahwu shorof), bahkan tak sedikit pesantren yang menerapkan bahasa Arab sebagai bahasa keseharian.

Namun demikian ternyata tidak dengan Lirboyo. Boleh saja asumsi khalayak mulai kiai, santri, pelajar, mahasiswa, hingga masyarakat awam menilai Lirboyo sebagai kiblat pesantren nahwu shorof. Dan kenyataannya memang demikian. Hampir bisa dipastikan wawasan keilmuan Ilmu Alat di kalangan santri sudah nglothok. Akan tetapi ternyata ketika diajak ngobrol dengan bahasa Arab bisa dipastikan akan gelagapan. Mengherankan memang.

Melihat realita yang demikian muncul inisiatif dari beberapa pengurus madrasah, antara lain Agus H. Abdul Muid Shohib untuk lebih meningkatkan wawasan kebahasaan, terutama bahasa Arab. Dan sebagai tahap awal tercetuslah untuk mengadakan seminar Jamíyyah Nahdliyah dengan tema “Meningkatkan Komunikasi Berbahasa Arab untuk Menuju Pesantren yang Berwawasan” hasil kerja bareng MHM dan M3HM. Acara yang melibatkan perwakilan siswa ibtidaiyyah dan tsanawiyyah ini dilaksanakan pada hari Kamis malam Jum’at, 11 April 2013 di Gedung LBM P2L. Seminar kali ini bisa dikatakan mendadak karena memang sebelumnya jam’iyah nahdliyah tahun ini diagendakan hanya satu kali, yakni sebelum Maulud. Yang membuat seminar malam itu berbeda 3 tutornya adalah langsung dari Mesir. Yakni Syekh Mahmud, Syekh Muhammad Fauzi dan Syekh Hamadtho. Ketiga-tiganya adalah dewan pengajar Bahasa Arab di Ponpes An Nur, Malang asuhan KH. A. Fakhrurrozi -yang malam itu menjadi moderator-  yang didatangk an dari Unversitas Al Azhar Mesir.

“Banyak ulama luar negeri yang heran dengan Lirboyo. Sebenarnya pendidikan di Lirboyo sudah luar biasa, cuma bahasa komunikasi (bahasa Arab) dan hafal Al Qur’an yang perlu dikembangkan lagi,” ungkap Gus Fahrur membuka seminar. Tokoh NU ini lantas memperkenalkan satu per satu tutor.

“Semua Syekh ini hafal Al Qur’an. Selain itu Syekh Mahmud juga ahli tafsir. Syekh Fauzi seorang qori internasional hingga kemarin sudah sampai di Spanyol. Yang bisa sedikit bahasa Indonesia Syekh Hamadtho, karena beliau sering belanja sendiri ke pasar,” terang beliau disambut tawa hadirin. Dalam menyampaikan materi ketiga syekh ini menggunakan bahasa Arab dengan diterjemahkan oleh moderator. Pembicara pertama adalah Syekh Fauzi. Beliau menekankan agar para santri tidak banya giat memperbanyak hafalan. Namun juga harus paham. Jangan seperti kaum Bani Israil yang diibaratkan Al Qur’an ‘Kamastalil khimar yahmilu asfaro’, layaknya keledai yang mengangkut kitab-kitab.  Salah satu caranya adalah dengan membiasakan sehari-hari berdiskusi berbahasa Arab dengan teman. Sedikit-sedikit sebisanya. Jangan takut salah. Ibarat balita yang belajar berjalan, tentu tak bisa langsung bisa mahir berlari.

Pembicara kedua, Syekh Mahmud, banyak memberikan kiat-kiat agar handal bercakap-cakap dengan bahasa Arab. “Hukumnya wajib belajar bahasa Arab, karena Al Qur’an memakai bahasa Arab. Belajarlah bahasa Arab supaya kamu mengerti,” ujarnya. Selain itu Bahasa Arab adalah bahasa sastrawi, namun ketika Al Qur’an turun sampai sekarang belum ada orang Arab maupun non-Arab yang bisa menandingi sastranya.

Di antara tips yang beliau utarakan  adalah dengan menghafal 10 kalimat (kata) per hari. Tak perlu yang sulit, hafalkan yang mudah yang biasa dilihat sehari-hari. “Baab pintu, Misbah lampu,” syekh mencontohkan. Sebagai pemula tak perlu takut salah. Di Pesantren Gontor santri-santri baru banyak yang masih menggunakan bahasa Arab semampunya. Semisal, “ente kok kadzalik?”,  “Na’am dong”. Menggelikan memang. Tapi karena lingkungan mendukung dan banyak teman akhirnya terbiasa. Tidak ada yang mudah tapi juga tidak ada yang tidak mungkin. Kuncinya satu, kesungguhan. Beliau menyayangkan minimnya tempelan-tempelan berbahasa Arab di Lirboyo. padahal hal tersebut sangat membantu kelancaran berbahasa Arab para santri. Selain itu juga harus ada satu guru yang ahli bahasa Arab tinggal sebagai rujukan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.