Refleksi menuju Satu Abad NU; Dua Kunci Membangun Peradaban

https://nasional.sindonews.com/read/989141/15/pbnu-luncurkan-lagu-satu-abad-nu-berjudul-merawat-jagat-membangun-peradaban-1673002919

Sudah semestinya peradaban baru yang kita bangun menggerakkan modernitas yang berkomitmen atas kemajuan dan kesejahteraan serta keadilan bersama. Begitu pula sudah sejak lama leluhur kita mengajarkan bahwa gerakan tersebut dimulai dengan cara mempelajari semua hal yang sudah pernah digariskan pada generasi sebelumnya dengan tetap berpedoman pada prinsip;

 الْمُحَافَظَةُ عَلَى قَدِيْمِ الصَّالِحِ وَالْأَخْذُ بِالْجَدِيْدِ الْأَصْلَحِ

‘’Mempertahankan tradisi lama yang baik dan meregenerasi hal yang lebih baik’’.

Sebuah komunitas tidak akan menjadi kuat tatkala generasinya tidak secara turun temurun menjaga tradisi kearifan lokal yang menjadi ujung tombak persatuan dan kesejahteraan.

Di sisi lain dengan perkembangan zaman yang terus bergulir sudah semestinya kita mengikuti alurnya untuk kemudian kita pegang kendalinya tanpa mengesampingkan prinsip para leluhur.

Allah SWT. Berfirman;

قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِكُمْ سُنَنٌ فَسِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَانْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ (137)

‘’Sesungguhnya telah berlalu sebelum kamu sunnah-sunnah Allah; Karena itu berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul)’’. (Ali Imran 3:137)

Dari ayat ini Allah SWT. menjelaskan bahwa Islam adalah agama yang sangat memperhatikan nilai-nilai sejarah yang menjadi pondasi sebuah peradaban umat. Perintah فانظروا mendorong kita untuk melek terhadap sejarah peradaban para leluhur.

Indonesia dahulu diperebutkan oleh kaum penjajah yang ingin mengambil kekayaan alam yang sudah Allah Swt. berikan. Sejarah membuktikan dengan kesemangatan persatuan yang kokoh Indonesia berhasil terlepas dari kekangan kaum penjajah, meskipun secara teori militer Indonesia jauh tertinggal dari kemajuan senjata penjajah.

Zaman kini telah berubah, perang tidak lagi menggunakan senjata dan ribuan serdadu. Dalam mempertahankan eksistensi negara tidak cukup dengan hanya memperkuat kekuatan militer yang menghabiskan anggaran bertriliunan. Namun keilmuan dan kekokohan negara yang tetap berorientasi Atas kesejahteraan dan kemajuan rakyat dengan mempertahankan prinsip leluhur lah yang akan menjadi kunci sukses dalam persaingan dunia.

Peradaban tidak hanya berfokus pada sisi bidang keilmuan saja melainkan mencakup semua bidang yang dapat menjadi poros kemajuan umat. Salah satu yang terpenting adalah bidang ekonomi.

Sebuah bangsa tidak akan pernah dapat maju apabila masih memiliki ketergantungan terhadap bangsa lain terlebih dalam dalam bidang ekonomi, beliau syekh Mustafa al ghayalini menegaskan dalam ‘idhoh an-nasyi’in;

الْمُعْتَمِدُ عَلَى غَيْرِهِ يَكُوْنُ ضَعِيْفَ الْإِرَادَةِ، بَلِيْدَ الحَزْمِ، خَامِلَ النَّفْسِ. وَمَا سَرَى هَذَا الدَّاءُ فِيْ أُمَّةٍ إِلَّا انحَلَّ عَقْدُ اِجْتِمَاعِهَا، وفَسَدَ نِظَامُ عُمْرَانِهَا؛ حَتَّى تُصْبِحَ فِيْ مُؤَخَّرَةِ الأُمَمِ

‘’Orang yang bersandar kepada orang lain adalah orang yang tidak kuat keinginanya ,tekadnya sangat lemah, sangat rendah motifasi hatinya, tidaklah penyakit ini mengakar pada suatu umat kecuali komunitasnya akan porakporanda dan semua komitmen komitmen prinsipnya akan rusak hingga mereeka menjadi umat yang tertinggal’’ (  idhoyunnasyiin hal 177)

Ekonomi merupakan salah satu faktor yang urgen bagi sebuah bangsa, semakin rendah tingkat ekonomi suatu bangsa maka akan semakin rendah tingkat kesejahteraan rakyatnya.

Suatu bangsa sudah pasti terbangun dari berbagai elemen yang kompleks baik dari organisasi masyarakatnya maupun dari komponen non organisasi.

NU adalah oragnisasi islam terbesar di Indonesia bahkan dunia. Kebijakannya selalu menjadi pertimbangan bagi setiap langkah-langkah kebangsaan termasuk dalam permasalahan ekonomi. Oleh karenanya langkah-langkah strategis NU sangat dibutuhkan untuk mencetak generasi generasi yang siap bersaing dalam kancah ekonomi baik regional, nasional maupun internasional. Sehingga mimpi menjadi Jam’iyyah yang rohmatan lilalamin akan terwujud.

Islam merupakan agama yang mengajarkan kemandirian ekonomi, ajaran tersebut sebagaimana diabadikan dalam Al-Quran berupa kisah-kisah para nabi terdahulu.

Dalam Al-Quran Nabi Daud dikisahkan sebagai sosok pemimpin yang sangat bijaksana. Sebab selain menjadi seorang raja beliau juga menjadi tokoh penggerak ekonomi yang ulung. Bermula dari kebiasaan beliau yang sering bertanya kepada orang-orang mengenai dirinya, sehingga suatu hari dengan berpenampilan sebagai rakyat biasa beliau bertanya kepada rakyatnya;

“Bagaimana pendapat anda mengenai Daud?

Setiap orang yang diberikan pertanyaan demikian akan selalu memuji Nabi Daud tanpa mengetahui siapa sebenarnya yang bertanya. Puncaknya suatu hari Allah Swt. mengutus malaikat untuk menjelma sebagai seorang lelaki, tanpa mengetahui hakikat laki-laki jelmaan malaikat Nabi Daud pun bertanya;

“Bagaimana pendapat anda mengenai Daud?

laki-laki itupun menjawab; ‘’Daud adalah raja yang sangat hebat, sangat baik, namun ada satu hal yang sangat disayangkan darinya!’’

Mendengar jawaban sarkastik tadi Nabi Daud tercengang sehingga memunculakan pertanyaan dalam hati, ‘’Apa yang patut disayangkan dari Nabi Daud?’’.

Laki-laki misterius itupun melanjutkan “Meskipun ia raja tapi sangat disayangkan ternyata ia tidak makan dari hasil jerih payahnya sendiri melainkan dari kas negara’’

tonton juga: Penutupan Lomba | Lomba Ilmiah Islami 1444 H

Sebuah jawaban yang mengena yang seketika merubah pola pikir Nabi Daud. Mendengar jawaban itu Nabi Daud berdoa kepada Allah Swt. supaya diberikan keterampilan untuk bekerja menghasilkan uang agar ekonomi beliau tidak lagi bertumpu kepada kas negara, pada akhirnya Allah Swt. mengajarkan kepada Nabi Daud keterampilan membuat baju perang dari besi. Semenjak itu sejarah mencatat bahwa orang pertama yang dapat membuat baju perang dari besi adalah Nabi Daud.

Sejarah juga mencatat, Nabi Daud tidak menikmati sendiri hasil kesuksesannya membangun ekonomi mandiri. Akan tetapi Nabi Daud tidak sedikitpun melupakan kesejahteraan rakyatnya. Bahkan beliau senantiasa membagikan hasil penjualan baju perangnya kepada rakyat yang membutuhkan. hal inipun diababdikan oleh Allah dalam Al-Qur’an surat saba’ ayat 11;

أَنِ ٱعْمَلْ سَٰبِغَٰتٍ وَقَدِّرْ فِى ٱلسَّرْدِ ۖ وَٱعْمَلُوا۟ صَٰلِحًا ۖ إِنِّى بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ

‘’(Yaitu) buatlah baju besi yang besar-besar dan ukurlah anyamannya; dan kerjakanlah amalan yang saleh. Sesungguhnya Aku melihat apa yang kamu kerjakan.’’ (Saba’ 34:11)

Menurut imam al-Qurtubi dalam ayat tersebut mengandung pembelajaran bahwa selain mempunyai derajat tinggi seseorang juga harus memiliki keterampilan dibidang lain. Keterampilan tersebut tentunya tidak akan mengurangi derajatnya di mata masyarakat. Al-Qurtubi menjelaskan;

قَالَ الْقُرْطُبِيْ: فِيْ هَذِهِ الْآيَةِ دَلِيْلٌ عَلَى مَشْرُوْعِيَّةِ تَعَلُّمِ أَهْلِ الْفَضْلِ الصَّنَاِئعَ، وَأَنَّ التَّحَرُّفَ بِهَا لَا يُنْقِصُ مِنْ مَنَاصِبِهِمْ، بَلْ ذَلِكَ زِيَادَةٌ فِيْ فَضْلِهِمْ وَفَضَائِلِهِمْ إِذْ يَحْصُلُ لَهُمْ التَّوَاضُعُ فِيْ أَنْفُسِهِمْ وَالْاِسْتِغْنَاءُ عَنْ غَيْرِهِمْ، وَكَسْبِ الْحَلَالِ الْخَلِيِّ عَنِ الْاِمَتِنَانِ.

‘’Imam al-Qurtubi menjelaskan; dalam ayat ini terdapat dalil disyariatkannya belajar ilmu produksi bagi orang yang mempunyai pangkat. Berprofesi dengan pekerjaan tertentu baginya tidaklah mengurangi derajatnya, bahkan hal tersebut menjadi nilai positif terhadap keutamanannya, sebab ia dapat menanamkan moral rendah hati dalam dirinya, iapun dapat terlepas dari bersandar kepada orang lain serta dapat memperoleh hasil halal tanpa takut akan diungkit kelak’’

Dengan semakin melesatnya perkembangan zaman generasi NU harus menjadi generasi yang produktif, siap bersaing dalam ekonomi regional, nasional dan internasional. Dengan senantiasa berkomitmen pada prinsip kesejahteraan dan keadilan umat dan selalu meneladani para leluhur yang sudah sangat berjasa dalam membangun peradaban Indonesia khusunya Islam serta dan nasional pada umunya agar dapat memegang kendali zaman bukan malah terkendalikan oleh zaman.

baca juga: Hasil Bahtsul Masail Penutupan (BMP) Pondok Pesanteren Lirboyo

Refleksi menuju Satu Abad NU; Dua Kunci Membangun Peradaban
Refleksi menuju Satu Abad NU; Dua Kunci Membangun Peradaban
Refleksi menuju Satu Abad NU; Dua Kunci Membangun Peradaban

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.