Sa’ad bin Abi Waqqash Sejarah yang Terpendam, Harapan yang Diinginkan

Sa'ad bin Abi Waqqash

“Sa’ad bin Abi Waqqash”
(Sang Pemanah, Mustajab Dalam Do’a)

Oleh: Mokhammad Ikhsan Nawawi
“Ya Allah, kabulkanlah do’a Sa’ad bila ia berdo’a kepada-Mu.”
Begitulah do’a Nabi Muhammad Saw. kepada sahabat yang bernama lengkap Sa’ad bin Abi Waqqash bin Malik bin Uhaib bin ‘Abd Manaf Az-Zuhri. Beliau akrab dipanggil dengan julukan Abu Ishaq, dan digelari dengan nama Faris al-Islam.

Salah satu sahabat dari sepuluh sahabat yang dijamin masuk surga.

Beliau dilahirkan di Makkah pada tahun 23 sebelum Hijriyyah dan berasal dari Bani Zuhrah, seasal dengan ibu Nabi (Aminah). Sahabat yang banyak mengikuti peperangan bersama baginda Rasulullah Saw. ini berpawakan pendek, perutnya besar, jari-jari tangannya keras, berambut keriting dan memiliki leher yang panjang. Beliaulah orang keempat yang lebih dulu masuk Islam melalui tangan Sahabat Abu Bakar Ra. ketika berusia 17 tahun.

Keteguhan Iman

Mendengar kabar Sahabat Sa’ad masuk Islam, ibu beliau langsung melakukan mogok makan agar beliau murtad dari agama barunya. Melihat apa yang dilakukan ibunya, dengan tenang dan santun beliau berkata pada ibunya. “Perlu engkau ketahui, wahai ibuku. Seandainya ibu memiliki 100 nyawa dan nyawa ibu dicabut malaikat maut satu persatu, maka aku tidak akan murtad dari agama baruku ini. Terserah ibu mau makan silahkan, kalau tidak, juga silahkan.”

Mendengar apa yang dikatakannya, ibu beliau berkata, “Aku menduga, Allah menyuruhmu untuk berbuat baik kepada kedua orang tuamu. Aku adalah ibumu dan aku memerintahkanmu untuk keluar dari agamamu.”
Namun, Sahabat Sa’ad tidak menghiraukannya. Ibu beliau pun melakukan aksi mogok makan selama tiga hari tiga malam. Pada akhirnya ibu beliau pingsan karena tubuhnya sudah mencapai batas. Itulah sebab turunnya ayat Allah yang menjelaskan tentang kewajiban bagi setiap anak untuk berbakti kepada orang tuanya dalam hal yang tidak menerjang agama Allah.

وَوَصَيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حسناً وَإِنْجَاهَدَاكَ لِتُشْرِكَ بِيْ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَآ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَ. [العنكبوت: 8]

“Dan Kami wajibkan manusia (berbuat) baik kepada dua orang, ibu bapaknya. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya. Hanya kepada-Ku lah kembalimu. Lalu Aku kabarkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. Al-Ankabut: 08)

Setiap kali dalam peperangan bersama baginda Rasul, beliau selalu bergabung dalam pasukan berkuda, dan selalu menjadi orang pertama yang melepaskan anak panah dari busurnya.

Pada masa Khalifah Umar bin Khottob Ra, beliau pernah diangkat menjadi komandan pasukan yang dikirim untuk memerangi orang-orang Persia. Sahabat Sa’ad berhasil mengalahkan mereka pada tahun 15 H. Setahun setelahnya, pada tahun 16 H, beliau menaklukkan Madain yang menjadi pusat kota Persia, serta menjadikannya sebagai markas tentara Muslimin pada tahun 17 H. Beliau juga menjadi penguasa Irak pada masa Khalifah Umar bin Khottob Ra. yang berlanjut hingga masa Khalifah Utsman bin Affan Ra.

Pernah pada suatu hari, beliau melihat seorang laki-laki menghina Sahabat Ali bin Abi Thalib, Talhah dan Zubair. Melihat hal itu, beliau meminta orang itu untuk berhenti menghina-hina sahabat Rasul. Namun orang itu tidak menghiraukan. Dan pada akhirnya, Sahabat Sa’ad berdo’a pada Allah. Seketika muncullah seekor unta yang langsung menabrak si lelaki penghina itu hingga tewas seketika. Begitulah mustajabnya do’a Sahabat Sa’ad.

Menjelang wafatnya, pada tahun 55 H, Allah menarik kenikmatan berupa pengelihatan (pada hal-hal yang fana) yang dimiliki Sahabat Sa’ad, dan dibukakan pengelihatan pada apa yang kekal abadi. Selang beberapa waktu, beliau wafat tepat pada usia 80 tahun, di istananya yang berada di daerah Al-’Aqiq. Sebuah daerah yang berjarak 5 mil dari kota Madinah. Beliaulah sahabat terakhir yang meninggal dari kalangan Muhajirin serta meriwayatkan 271 hadis Nabi SAW. Satu saksi hidup di mana sejarah hijrah berlangsung dalam suka duka.

Harapan yang diinginkan dari sepenggal kisah di atas adalah agar kita bisa menjadikannya sebagai sebuah suri tauladan dan memetik manfaatnya sebagai bekal hidup kita. Karena segala sesuatu bermula dari diri sendiri.[]

Membaca kisah hidup salafus solih tidak hanya mengasyikkan. Tetapi juga membawa rahmat bagi pembacanya. Di samping ada banyak hal yang dapat kita petik dari perjalanan hidup mereka, juga berkah dan rahmat Allah Swt. senantiasa menyertai dan menaungi kita, dengan lantaran kisah hidup, kelebihan dan segala keistimewaan yang mereka miliki.

(Ustad Anang Darunnaja)

Referensi:
  1. Mirror (Cerita Para Sahabat Nabi). Forum Kajian Ilmiah LASKAR LAWANG SONGO Purna Siswa 2012, Lirboyo Press.
  2. Khulashotu Nuril Yaqin, Ustad Umar ‘Abdul Jabbar, Maktabah Al-Hikmah

*Penulis adalah santri kelas III Tsn bagian J.02 asal Nganjuk. Bermukim di kamar J-02.

Baca juga:
NASIHAT SAHABAT ABDULLAH BIN ‘AMR

Simak juga:
Besarnya Perhatian KH. Marzuqi Dahlan Terhadap Putranya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.