Muntahan Bayi dan Kelonggaran Hukumnya

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Hal lumrah yang sering terjadi pada seorang bayi adalah muntahan ketika makan sesuatu atau saat minum ASI. Apabila tidak diketahui hukum status kenajisannya, tentunya sangat memberatan bagi para ibu. Najiskah muntahan bayi tersebut? Dan apakah memang ada yang mengatakan ma’fu (ditolerir)? Terimakasih.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

(Alfia- Blitar Jawa Timur)

______________________

Admin- Wa’alaikumsalam Wr. Wb.

Ketika makanan atau minuman yang sudah tertelan dan melewati batas tengah tenggorokan (tempat keluarnya huruf ha’), maka sudah dianggap masuk ke dalam tubuh. Sehingga apabila makanan tersebut keluar kembali, maka dinamakan kategori muntahan (Al-Qoi’) yang statusnya adalah najis. Sebagaimana penjelasan Syekh Zainuddin Al-Malibary dalam kitabnya yang berjudul Fathul Mu’in:

 وَقَىْئُ مَعِدَّةٍ وَإِنْ لَمْ يَتَغَيَّرْ، وَهُوَ الرَّاجِعُ بَعْدَ الْوُصُوْلِ لِلْمَعِدَّةِ وَلَوْ مَاءً، أَمَّا الرَّاجِعُ قَبْلَ الْوُصُوْلِ إِلَيْهَا يَقِيْنًا أَوِ احْتِمَالًا فَلَا يَكُوْنَ نَجْسًا وَلَا مُتَنَجِّسًا

Dan (sesuatu yang najis adalah) muntahan dari lambung, meskipun tidak ada perubahan. Muntahan adalah setiap perkara yang kembali keluar setelah sampai pada lambung, meskipun cuma berupa air. Namun ketika diyakini atau diragukan belum sampai pada lambung, maka sesuatu yang kembali itu tidak najis bahkan tidak mutanajjis.”[1]

Namun lazimnya bayi pada umumnya, muntahan ASI atau makanan sudah biasa dan sering terjadi, bahkan sulit untuk dihindari. Adapun status kenajisannya yang  ditolerir pernah dijelaskan Sayyid Abi Bakar Syato Ad-Dimyati dengan dengan mengutip fatwa Imam Ibnu Hajar Al-Haitamy:

وَسُئِلَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ: هَلْ يُعْفَى عَمَّا يُصِيْبُ ثَدْيَ الْمُرْضِعَةِ مِنْ رِيْقِ الرَّضِيْعِ الْمُتَنَجِّسِ بِقَئْ ٍ أَوِ ابْتِلَاعِ نَجَاسَةٍ أَمْ لَا؟ فَأَجَابَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ: وَيُعْفَى عَنْ فَمِ الصَّغِيْرِ وَإِنْ تَحَقَّقَتْ نَجَاسَتُهُ. كَمَا صَرَّحَ بِهِ ابْنُ الصَّلَاحِ فَقَالَ: يُعْفَى عَمَّا اتَّصَلَ بِهِ شَىْئٌ مِنْ أَفْوَاهِ الصِّبْيَانِ مَعَ تَحَقُّقِ نَجَاسَتِهَا.

“(Imam Ibnu Hajar Al-Haitamy) pernah ditanya: Apakah ditolerir atau tidak puting seorang ibu menyusui yang terkena sesuatu dari ludah bayi yang menjadi najis sebab muntahan atau menelan perkara najis?. Kemudian beliau menjawab: Ditolerir sesuatu yang keluar dari mulut anak kecil meskipun dapat dipastikan hukum najisnya. Sebagaimana penjelasan imam Ibnu Shalah yang berkata: Segala sesuatu yang mengenai mulut anak kecil ditolerir meskipun telah jelas hukum najisnya.”[2]

[]waAllahu A’lam


[1] Hamisy Fathul Mu’in, hal. 72, CD. Maktabah Syamilah.

[2] Hasyiyah I’anah At-Thalibin, vol. I hal. 102.

2 thoughts on “Muntahan Bayi dan Kelonggaran Hukumnya

  1. jadi, status muntahannya dima’fu ? betulkah pemahaman saya ini? karena ada yg bilang, yang dima’fu hanya apa yang disentuh oleh mulur bayi saja ( mulutnya )

  2. Assalamualaikum…menurut pemahaman saya, dari ibnu sholah, status muntahan bayi itu ditolerir atau dima’fu , apakah betul demikian?
    jadi, tidak hanya mulut terbatas pada mulutnya saja ?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.