Strategi Jitu Nabi dalam Ekonomi

Strategi Jitu Nabi dalam Ekonomi

Strategi Jitu Nabi dalam Ekonomi – Tahukah kamu bahwa kedatangan Nabi Muhammad Saw di Madinah memberi warna baru pada masyarakatnya kala itu. Kebahagiaan mereka karena kedatangan seorang nabi utusan tuhan, juga besertaan dengan terjadinya peningkatan taraf kehidupan Masyarakat secara signifikan. Salah satunya adalah sektor perekonomian. Sebab, Madinah saat itu telah menjadi poros perdagangan impor maupun ekspor dari berbagai daerah sekitarnya.

Peranan ekonomi dalam berbagai elemen Masyarakat itu sangat vital. Jika sektor ekonomi mengalami guncangan keras, maka kestabilan ekonomi Masyarakat akan terancam. Akibatnya akan terjadi resesi ekonomi yang berlebihan, yang sangat merugikan suatu negara. oleh karena itulah, perlu adanya strategi-strategi jitu dan tepat agar ekonomi dapat tumbuh, berkembang, dan berkelanjutan.

Islam adalah agama Universal. Sosok Nabi Muhammad Saw senantiasa membawa teladan bagi siapapun yang mempelajari Sikap, Langkah-langkah, dan strategi beliau. Salah satu yang paling besar pengaruhnya adalah peran beliau dalam meningkatkan perekonomian Madinah. Nabi memiliki strategi-strategi khusus yang beliau terapkan. Berikut akan kami ulas seperti apa Strategi Jitu Nabi dalam Ekonomi, terutama saat beliau berperan sebagai pemimpin Madinah.

Mengusahakan Terciptanya Lapangan Kerja

Lapngan pekerjaan

 

Ketika kaum Muhajirin datang ke Madinah, hampir mayoritas dari mereka tidak memiliki harta yang cukup untuk modal usaha. Jika hanya mengandalkan uluran tangan, maka hanya akan membentuk karakter manusia yang malas dan terus berpangku tangan. Nabi jelas tak menginginkan hal ini. Maka dari itu, jalan keluar harus diwujudkan atau setidaknya lapangan kerja harus diupayakan. Nabi pun mengadakan perundingan dengan kalangan Anshar serta Muhajirin mengenai hal tersebut.

Pada mulanya, kalangan Anshar menghendaki usulan di mana setiap dari mereka rela melepas separuh aset tanah untuk diberikan kepada kalangan Muhajirin. Tetapi, Nabi justru menolak hal ini. Setelah melalui perundingan, akhirnya terjadi kesepakatan bahwa kalangan Anshar tetap memiliki aset secara penuh, sedang kaum Muhajirin akan bekerja mengelola lahan kaum Anshar. Hasil bumi tersebut kemudian dibagi menjadi dua, yaitu antara kalangan Anshar dan Muhajirin. Kebijakan tersebut terbilang brilian. Buktinya kaum Muhajirin sedikit demi sedikit bisa mulai menata kehidupan ekonomi mereka.

Jika ditinjau, akad mudlarabah (investasi) yang merupakan salah satu transaksi ekonomi yang mendapat legalitas syariat, juga mengedepankan prinsip penumpasan kemiskinan serta agar dapat saling bersinergi dalam hal ekonomi. Syekh Ali Ahmad al-Jurjawi menyebut ada dua faedah yang didapat dari transaksi mudlarabah ini. Pertama, meningkatkan strata ekonomi pemodal serta menumpas kemiskinan bagi pegawainya. Kedua, pahala yang di janjikan oleh Allah karena sudah menghilangkan kesusahan,[1]

Pengentasan kemiskinan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad saw, tidak hanya terlihat dari kebijakan- kebijakan di atas. Lebih dari itu, Nabi juga memotivasi umat Islam agar tidak pantang menyerah mencari pekerjaan. Hal demikian terlihat dari hadis berikut:

عَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ قَالَ صلى الله عليه وسلم : إِنِّي لَأَمْقُتُ أَنْ أَرَى الرَّجُلَ فَارِغًا لَا فِي عَمَلٍ دُنْيَا وَلَا آخِرَةٍ

Dari Ibn Mas’ûd. Rasulullah bersabda: “Sungguh aku amat murka melihat seorang laki-laki yang menganggur, tidak melakukan pekerjaan dunia serta juga akhiratnya.” (HR. at-Thabarâni)

Dari sini, peran Nabi sebagai pemimpin yang amat mengupayakan lapangan pekerjaan dan mengentaskan pengangguran begitu terlihat. Setidaknya langkah dan kebijakan ekonomi yang beliau bangun patut untuk diteladani dan dikembangkan.

Memperluas Akses Ekonomi

Strategi Jitu Nabi dalam Ekonomi

Saat Nabi dan kaum Muhajirin datang ke Madinah, terdapat beberapa pusat ekonomi (pasar) yang dikuasai oleh segelintir pihak, terutama kalangan Yahudi. Seperti: pasar Zibalah, Jasr, serta beberapa pasar lain di lingkungan Madinah kala itu.[2]

Menyikapi hal ini, maka Nabi berinisiatif mendirikan pasar sendiri. Strategi ini tentu merupakan hal yang jitu. Sebab dengan mulai berkembangnya Islam, akan banyak para pendatang berhijrah ke Kota Madinah dan pastinya akan ada bonus demografis. Jika hanya mengandalkan pasar- pasar yang sudah ada, tentu lajur perekonomian tidak akan merata. Apalagi beberapa pasar sudah dikuasai segelintir oknum dan penuh dengan praktik dan aturan kotor yang bersifat diskriminatif, seperti maraknya praktek kecurangan dalam timbangan sehingga turunlah ayat pertama surat al-Muthaffifin untuk menghentikannya[3]. Hal ini akan membuat pasar yang ada hanya menguntungkan sebagian pihak saja.

Sebagai seorang pemimpin, Nabi bahkan terjun langsung dalam mensurvei dan menentukan tempat strategis ketika hendak membangun pasar baru. Karena beliau tergolong pakar dalam hal demikian. Dibuktikan dengan pengalaman Nabi semasa muda yang pernah menjadi juru ekspor produk Mekah ke Syam.[4]

Kebijakan yang gemilang juga Nabi terapkan saat itu, yakni pasar harus di buat bebas. Tidak boleh ada aturan- aturan yang memberatkan atau merugikan. Aturan ini merupakan terobosan ekonomi yang sangat menarik. Para pedagang yang mengetahui tata kelola pasar baru ini pasti akan memilih pasar tersebut daripada pasar yang di kelola dengan aturan yang merugikan.

Dengan munculnya pasar baru, bukan berarti kaum muslimin dilarang melakukan kegiatan ekonomi di pasar- pasar yang telah berdiri pada masa jahiliah. Dalam sebuah hadis di sebutkan :

عَن ابنِ عَبَّاسٍ رَضِي الله تَعَالَى عَنهُمَا قَالَ كَانَتْ عُكَاظٌ وَمَجَنَّةً وذُو المَجَازِ أَسْوَاقًا فِي الجَاهِلِيَّةِ فَلَمَّا كَانَ الإِسْلَامُ تَأَثَّمُوْا مِنَ التِّجَارَةِ فِيهَا فَأَنْزَلَ اللَّهُ لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ فِي مَوَاسِمِ الحَجِّ

Dari Ibn Abbas ra berkata: “Ukâzh, Majannah dan Dzul Majaz merupakan pasar-pasar pada zaman Jahiliah. Di saat Islam datang, mereka (para sahabat) seakan merasa berdosa jika tetap bertransaksi di pasar-pasar tersebut. Kemudian turunlah firman Allah, ‘Bukanlah suatu dosa bagimu mencari karunia dari Tuhanmu (pada musim haji).” (HR. al-Bukhari)

Kebolehan berjual beli di pasar yang telah ada pada masa jahiliah ini dapat dilihat dari bab yang dibuat oleh al- Bukhari. Ketika men-takhrij hadis ini, beliau membuat judul bab al-Aswaq Allati Kanat fi al-Jahiliyyah Fatabâya’a biha an- Nasu fi al-Islâm (Bab Menjelaskan Pasar-Pasar yang Telah Ada pada Masa Jahiliah dan Para Manusia Tetap Berjual Beli di sana Pada Masa Islam).[5]

Menghidupkan Sektor Pertanian

Sektor Pertanian

Dalam hal perekonomian, lajunya perekonomian Arab pada saat itu lebih dominan dalam sektor perdagangan, baik impor maupun ekspor. Namun, Madinah berbeda, di samping sektor perdagangan, pemerintahan Nabi kala itu juga memperhatikan sektor lain terutama pertanian. Sektor ini jika tidak ada perhatian khusus maka akan membuat Madinah kekurangan pangan dan bergantung pada daerah-daerah lain. Maka dari itu, sektor pertanian juga di hidupkan kala itu.

Berkembangnya sektor pasar dan pertanian yang berjalan beriringan ini terekam jelas dalam salah satu hadist riwayat Imam al-Bukhari berikut ini :

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ : إِنَّ إِخْوَانَنَا مِنَ الْمُهَاجِرِينَ كَانَ يَشْغَلُهُمُ الصَّفْقُ بِالْأَسْوَاقِ وَإِنَّ إِخْوَانَنَا مِنَ الْأَنْصَارِ كَانَ يَشْغَلُهُمُ العَمَلُ فِي أَمْوَالِهِمْ

Sesungguhnya saudara-saudaraku dari kalangan Muhajirin fokus dengan transaksi-transaksi di pasar. Dan sesungguhnya para saudaraku dari kalangan Anshar fokus menggarap harta (tanah) mereka.” (HR. al-Bukhari & Muslim)

Baik dari Imam al-Bukhari maupun Imam Muslim, sanad keduanya bersumber dari Abu Hurairah. Jika kita telisik, Abu Hurairah baru masuk Islam pada tahun terjadinya perang Khaibar,[6] Dengan demikian, kondisi sosial ekonomi yang di sampaikan Abu Hurairah tentunya berkisar antara tahun ketujuh Hijriah sampai kewafatan Nabi. Sehingga, pada tahun tersebut geliat ekonomi pada masa pemerintahan Nabi terbilang sangat gemilang.

Kesimpulan

Kesimpulannya, Nabi Muhammad Saw sebagai pemimpin Madinah tidak hanya konsentrasi pada urusan dakwah saja. Beliau juga sangat memperhatikan perekonomian masyarakat. Sehingga ada beberapa strategi yang beliau terapkan seperti memperluas akses ekonomi, mengupayakan terciptanya lapangan kerja serta meperhatikan sektor pertanian.[7] Demikianlah Strategi Jitu Nabi dalam Ekonomi yang kami sampaikan. semoga kita mendapat pertolongan untuk senantiasa mengamalkan apa yang beliau terapkan dalam sektor ekonomi. amiin.

Anda bisa membaca artikel kami yang lain di website lirboyo.net dan jangan lupa kunjungi media sosial : Pondok Lirboyo

Baca Juga : Mengenal Arti Ijtihad Beserta Komponennya

Strategi Jitu Nabi dalam Ekonomi

Referensi :

[1] ‘Aly Ahmad al-Jurjawi, Hikmah at-Tasyri wa falsafatuhu, (Mesir at-Taufiq, 2003) 11/120.

[2] As-Samhudi as Syafi’i, al-Wafa’ bi al-Wafa’ (Beirut Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1419) 1/256

[3] Jalal ad-Din as-Suyuthi, ad-Dur al-Mantsur fi Tafsir bil Ma’tsur (Beirut Dar al-Fikr)

[4] Ahmad ‘Ajaj, al-Idarah fi Astr ar-Rasul (Mesir: Dår as-Salam, 1427 H.), 79.

[5] Badruddin al-‘Aini, ‘Umdah al-Qari (Beirut Dâr al-Ihya’ at-Turats), 11/217

[6] Al-Qurthubi, al-Isti’ab fi Ma’rifat al-Ashhab (Beirut : Dar al-Jalil, 1992).

[7] FKI Qolamunji Lirboyo, Politik Kebangsaan Studi Interpretasi Hadis-Hadis Politik (Kediri : Lirboyo Press, 2023).

One thought on “Strategi Jitu Nabi dalam Ekonomi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.