Keabsahan Hewan Qurban PMK

Merespon beberapa permintaan mengenai keabsahan hewan qurban yang terjangkit PMK maka kami akan paparkan hasil keputusan musyawarah baik dari hasil Bahtsul Masail tingkat PBNU dan juga tingkat PWNU Jawa Timur.


Berikut penjelasannya.


Menjelang hari raya Idul Adha banyak orang di kalangan umat Islam yang berkecukupan menunaikan ibadah kurban yang sangat dianjurkan oleh syariat. Sebagai konsekuensinya pada momentum tersebut kebutuhan akan hewan ternak kurban, yaitu sapi, kerbau, dan kambing mengalami peningkatan signifikan.


Akan tetapi tidak semua sapi, kerbau, atau kambing dapat dijadikan hewan kurban. Hewan-hewan tersebut harus memiliki spesifikasi khusus agar absah dijadikan kurban. Salah satunya, hewan kurban harus dalam kondisi sehat. Selain itu juga hewan tersebut harus mencapai batas usia minimal yang telah ditentukan dalam kitab-kitab fikih.


Namun akhir-akhir ini dunia peternakan di Indonesia mengalami keresahan yang tak bisa dipandang sebelah mata, yaitu kemunculan Penyakit Mulut dan Kuku (PMK). Penyakit ini sangat rentan menular kepada hewan ternak seperti sapi, kerbau, dan kambing.


Para ahli mengategorikan penyakit ini sebagai penyakit hewan menular serta bersifat akut. Penyebaran penyakit ini terjadi melalui infeksi virus. Beberapa wilayah di Indonesia bahkan sudah dikonfirmasi terjangkit wabah PMK, sementara beberapa wilayah lain masih dalam kategori terduga.


Hewan yang terjangkit PMK akan menunjukkan gejala berupa sariawan, luka pada kaki, penurunan produksi susu, hingga tak jarang berujung pada kematian. Hal ini tentu akan menimbulkan kerugian ekonomis bagi para peternak. Selain gejala-gejala tersebut, tidak semua bagian tubuh hewan yang terjangkit PMK dapat dikonsumsi layaknya hewan sehat. Organ-organ tertentu harus ditangani secara khusus agar aman dikonsumsi. Hal ini tentu menimbulkan kekhawatiran di tengah masyarakat.


Pertanyaan:
1. Apakah hewan yang terjangkit PMK dengan gejala klinis masih memenuhi syarat untuk dijadikan kurban?
Jawaban:
1. Hewan yang terjangkit Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) dengan menunjukkan gejala klinis–meskipun ringan–tidaklah memenuhi syarat untuk dijadikan kurban.

Penjelasan Jawaban:
Salah satu syiar agama Islam adalah berkurban (udhhiyyah). Berkurban dilakukan dengan cara menyembelih hewan ternak pada waktu-waktu tertentu, yaitu dimulai dari Hari Raya Kurban (10 Dzulhijjah) sampai berakhirnya Hari Tasyriq (13 Dzulhijjah). Ibadah kurban disyariatkan berdasarkan teks Alquran, sunah, dan juga ijmak ulama. Syekh Al-Khathib Al-Syarbini menjelaskan sebagai berikut


والأصل فيها قبل الإجماع قوله تعالى {فصل لربك وانحر} [الكوثر: 2] فإن أشهر الأقوال: أن المراد بالصلاة، صلاة العيد وبالنحر الضحايا، وخبر الترمذي عن عائشة – رضي الله عنها – أن النبي – صلى الله عليه وسلم – قال: «ما عمل ابن آدم يوم النحر من عمل أحب إلى الله تعالى من إراقة الدم إنها لتأتي يوم القيامة بقرونها وأظلافها وإن الدم ليقع من الله بمكان قبل أن يقع على الأرض فطيبوا بها نفسا»
[البجيرمي ,حاشية البجيرمي على الخطيب = تحفة الحبيب على شرح الخطيب ,4/329]


Artinya: “Selain ijmak, dalil berkurban adalah firman Allah swt, “Maka laksanakanlah shalat karena Tuhanmu, dan berkurbanlah!” Pendapat yang paling masyhur mengatakan bahwa yang dimaksud dengan ‘shalat’ dalam ayat ini adalah shalat Idul Adha, sementara yang dimaksud dengan ‘nahr’ adalah kurban.
Dalil lainnya adalah hadits riwayat Imam Tirmidzi: Dari Aisyah ra, ia berkata: bahwa Rasulullah saw
bersabda, ‘Tidak ada amalan yang dikerjakan anak Adam (manusia) pada hari raya Idul Adha yang lebih dicintai oleh Allah dari menyembelih hewan karena hewan itu akan datang pada hari kiamat dengan tanduk-tanduk, bulu-bulu, dan kuku-kuku kakinya. Darah hewan itu akan sampai di sisi Allah sebelum menetes ke tanah. Karenanya, lapangkanlah jiwamu untuk melakukannya.’”

Hukum berkurban itu sendiri adalah sunnah mu’akkadah dan berlaku secara kifayah bagi satu keluarga. Konsekuensinya bila salah satu anggota keluarga sudah melaksanakan kurban, maka seluruh anggota keluarga akan mendapatkan keutamaan pahala kurban. Hal ini sebagaimana dijelaskan Imam Nawawi:


قال أصحابنا التضحية سنة على الكفاية في حق أهل البيت الواحد فإذا ضحى أحدهم حصل سنة التضحية في حقهم قال الرافعي الشاة الواحدة لا يضحى بها إلا عن واحد لكن إذا ضحى بها واحد من أهل بيت تأتى الشعار والسنة لجميعهم
[النووي ,المجموع شرح المهذب ,8/384]


Artinya: “Imam Al-Syafi’i dan pengikutnya berpendapat bahwa hukum berkurban adalah sunnah mu’akkadah … Menurut para ulama dari kalangan kami, berkurban masuk dalam kategori sunnah kifayah
bagi satu keluarga. Karenanya jika salah satu dari mereka telah berkurban, tercapailah kesunahan
berkurban bagi mereka semua. Imam Al-Rafi’i berkata: ‘Memang satu kambing hanya bisa disembelih untuk satu orang. Akan tetapi jika salah satu pihak keluarga berkurban dengan satu kambing maka
tercapailah syi’ar dan kesunahan bagi semua anggota keluarga.’”

Sementara hikmah berkurban paling agung adalah agar kita senantiasa mengingat Allah swt. Allah swt berfirman:


{ وَلِكُلِّ أُمَّةࣲ جَعَلۡنَا مَنسَكࣰا لِّیَذۡكُرُوا۟ ٱسۡمَ ٱللَّهِ عَلَىٰ مَا رَزَقَهُم مِّنۢ بَهِیمَةِ ٱلۡأَنۡعَـٰمِۗ فَإِلَـٰهُكُمۡ إِلَـٰهࣱ وَ ٰ⁠حِدࣱ فَلَهُۥۤ أَسۡلِمُوا۟ۗ وَبَشِّرِ ٱلۡمُخۡبِتِینَ }


Artinya: “Bagi setiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), agar mereka menyebut nama
Allah atas rezeki yang Dia karuniakan kepada mereka berupa hewan ternak. Tuhan kalian ialah Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu serahkan diri kalian kepada-Nya. Sampaikanlah (Muhammad) kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah). [QS. Al-Hajj: 34]


Ayat ini mengisyaratkan kandungan hikmah ibadah kurban. Hikmah utama dari ibadah kurban adalah agar manusia senantiasa mengingat Allah swt. Selain itu, dalam ayat ini Allah swt juga hendak menegaskan bahwa Nabi Muhammad saw diutus tak lain untuk melanjutkan ajaran-ajaran Nabi Ibrahim yang saat itu perlahan ditinggalkan.
Syekh Nawawi Al-Bantani menjelaskan:


ولكل أمة من الأمم السالفة من عهد إبراهيم عليه السلام إلى من بعده جعلنا منسكا أي قربانا يتقربون إلى الله تعالى…..أي عند ذبحها وفي هذا تنبيه على أن المقصود الأصلي من طلب الذبائح تذكر المعبود وعلى أن القربان يجب أن يكون من الأنعام فإلهكم إله واحد فلا تذكروا على ذبائحكم غير اسم الله وفي هذا بيان أن الله تعالى واحد في ذاته كما أنه واحد في إلهيته لكل الخلق
[نووي الجاوي ,مراح لبيد لكشف معنى القرآن المجيد ,2/73]


Artinya: “[Bagi setiap umat] dari umat-umat terdahulu-sejak zaman Ibrahim as sampai zaman setelahnya-telah [Kami jadikan satu ritual] yaitu kurban yang dapat dijadikan sarana oleh mereka untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt … [Agar mereka menyebut nama Allah atas rezeki yang dikaruniakan kepada mereka berupa hewan ternak yang dikurbankan]. Pesan penting dalam firman Allah ini menunjukkan bahwa tujuan utama penyembelihan hewan kurban adalah mengingat Zat yang disembah, dan bahwa kurban itu diharuskan menggunakan hewan ternak (an’am). [Maka Tuhan kalian ialah Tuhan Yang Maha Esa] maka janganlah menyembelih untuk selain Allah. Penggalan ayat ini menjelaskan sesungguhnya Allah swt adalah Esa dalam zat-Nya, sebagaimana Dia juga satu-satunya Tuhan bagi seluruh makhluk.”

Ibadah kurban lebih afdal dari sedekah biasa karena di dalam kurban sudah terkandung dimensi sedekah di samping pula terkandung dimensi sebagai salah satu
syiar Allah. Seseorang boleh bersedekah dengan apa saja yang ia mampu meski dengan kondisi tidak sempurna baik hewan maupun lainnya. Namun tidak demikian dengan ibadah kurban. Tidak sembarang hewan dapat dijadikan kurban. Ada kriteria tertentu bagi hewan yang bisa dijadikan kurban. Pertama, dari segi usia. Ibnu Qasim Al-Ghazzi menyebutkan kriteria usia hewan yang sah dijadikan kurban adalah sebagai berikut:


(ويجزئ فيها الجذع من الضأن)، وهو ما له سنة وطعن في الثانية، (والثني من المعز)، وهو ما له سنتان وطعن في الثالثة، (والثني من الإبل) ما له خمس سنين وطعن في السادسة، (والثني من البقر) ما له سنتان وطعن في الثالثة.
[محمد بن قاسم الغزي ,فتح القريب المجيب في شرح ألفاظ التقريب = القول المختار في شرح غاية الاختصار ,page 311]


Artinya: “Hewan yang mencukupi untuk kurban adalah domba berumur 1 tahun menginjak umur 2 tahun, kambing berumur 2 tahun menginjak umur 3 tahun, unta berumur 5 tahun menginjak umur 6 tahun, serta sapi berumur 2 tahun menginjak umur 3 tahun.”

Kedua, hewan tersebut harus terbebas dari cacat. Ada beberapa cacat yang manshush (dinyatakan Nabi Muhammad saw langsung) melalui sabdanya:


” أربع لا تجزئ في الأضاحي: العوراء، البين عورها، والمريضة، البين مرضها، والعرجاء، البين ظلعها، والكسيرة، التي لا تنقي “
[ابن ماجه ,سنن ابن ماجه ,2/1050]


Artinya: “Ada 4 hewan yang tidak sah dijadikan hewan kurban, (1) yang sebelah matanya jelas-jelas buta (Jawa: picek), (2) yang jelas-jelas dalam keadaan sakit, (3) yang kakinya jelas-jelas pincang, dan (4) yang badannya sangat kurus dan tak berlemak.”


Berdasarkan hadis ini para ulama bersepakat bahwa hewan ternak yang mengalami empat jenis cacat berat di atas tidak memadai untuk digunakan sebagai hewan kurban. Mereka juga bersepakat bahwa untuk kategori cacat ringan secara hukum tetap memadai. Berdasarkan hadis di atas pula, para ulama merumuskan sebuah
kaidah khusus (dhabith) dalam menentukan kecacatan yang menyebabkan hewan ternak tidak mencukupi untuk dijadikan kurban. Syekh Ibrahim Al-Bajuri berkata:


والضابط الجامع لجميع ما ذكر كل معيبة بما ينقص اللحم أو غيره ما يؤكل


Artinya: “Kriteria yang menghimpun seluruh (aib yang menyebabkan tidak mencukupinya hewan untuk dijadikan kurban) adalah: segala aib yang dapat mengurangi daging atau bagian tubuh lainnya yang biasa dikonsumsi.”


Berkurangnya daging yang menyebabkan hewan ternak tidak sah dikurbankan ini tidak disyaratkan harus terjadi seketika. Namun seluruh hewan ternak yang dagingnya berkurang saat itu juga (hal) atau pun memiliki potensi kuat berkurang di kemudian hari (ma’al) maka hewan tersebut tidak sah dikurbankan.


شرطها أيضا: حيث لم يلتزمها ناقصة فقد عيب ينقص لحما حالا، كقطع فلقة كبيرة مطلقا، أو صغيرة من نحو أذن، كما يأتي.
أو مآلا كـ (أن لا تكون جرباء وإن قل) الجرب أو رجي زواله؛ لأنه يفسد اللحم والودك وينقص القيمة.
[سعيد باعشن ,شرح المقدمة الحضرمية المسمى بشرى الكريم بشرح مسائل التعليم ,page 696]


Artinya: “Di antara syarat kurban juga–kecuali memang berkomitmen untuk berkurban dengan yang tidak sempurna–adalah tidak adanya aib yang dapat mengurangi daging seketika itu juga, seperti terpotongnya bagian tubuh yang cukup besar secara mutlak, atau terpotongnya bagian tubuh kecil seperti (terpotongnya) telinga, sebagaimana akan dijelaskan nanti. Serta (tidak adanya aib yang dapat mengurangi daging) di kemudian hari, maka hewan ternak tidak boleh terkena kudis–meskipun sedikit atau pun ada harapan sembuh–karena kudis bisa merusak daging, lemak, dan juga mengurangi harga.

Mengenai kelayakan berkurban menggunakan hewan ternak yang terjangkit PMK, dokter ahli yang dihadirkan pada forum Bahtsul Masail LBM PBNU pada 31 Mei 2022 memberikan fakta-fakta sebagai berikut;


1. PMK adalah salah satu penyakit viral yang bersifat akut, sangat menular pada ternak (hewan berkuku belah), terutama sapi, kerbau, kambing, domba, babi, rusa, kijang, unta, dan gajah.

2. Gejala klinis yang ditemukan pada hewan yang terjangkit PMK terkategori ringan adalah munculnya lesi di lidah dan gusi, demam hingga suhu tubuh mencapai 40-41 derajat celcius, nafsu makan menurun, lesi pada kaki, dan beberapa gejala lainnya. Pada tahapan gejala ringan ini hewan akan mengalami penurunan berat badan kisaran 1-2 kilogram per hari tergantung perawatan dan penanganan yang dilakukan. Sementara gejala klinis kategori berat ditandai dengan lepuhan besar yang jika pecah maka akan meninggalkan luka, pincang, penurunan berat badan, penurunan produksi susu secara signifikan, bahkan bisa sampai pada kematian hewan ternak.

3. Daging hewan seperti sapi, kambing, domba, yang terjangkit PMK tetap aman untuk dikonsumsi, termasuk susu, atau pun organ lain yang bisa dikonsumsi. Namun, ada bagian organ tertentu seperti jeroan yang memerlukan penanganan khusus.Dari sini bisa disimpulkan bahwa gejala klinis hewan yang terjangkit PMK memiliki titik persamaan dengan beberapa contoh yang tersebut dalam hadis dan memenuhi kriteria ‘aib (cacat) sebagaimana dijelaskan di atas. Titik persamaan tersebut antara lain berupa penurunan berat badan pada gejala ringan, pincang, dan kematian.

Dengan demikian hewan ternak yang terjangkit PMK dan bergejala klinis ringan–apalagi bergejala sedang dan berat–tidak mencukupi syarat untuk dijadikan hewan kurban.

Sedangkan menurut hasil Bahtsul Masail tingkat PWNU Jatim kurang lebihnya adalah sama, namun lebih memerinci dalam permasalahan memberikan hukum apabila orang yang hendak berkurban telah melakukan nadzar. Berikut perinciannya

Pertanyaan: Bagaiamana jika hewan yg di-ta’yin (sudah dipersiapkan dengan pasti untuk qurban) dinyatakan terjangkit PMK?
Jawaban: Diperinci sebagai berikut
➢ Mu’ayyanah mandzuroh.
• Jika ‘aibnya wujud sebelum imkan untuk menyembelih saat waktu kurban maka:
✓ Mencukupi sebagai udhiyah apabila disembelih saat waktu kurban.
✓ Tidak mencukupi sebagai udhiyah dan dagingnya wajib diberikan kepada fakir
miskin, serta wajib bersedakah sejumlah harga hewan tersebut apabila
disemeblih sebelum waktu kurban.
• Jika ‘aibnya wujud setelah imkan untuk menyembelih maka tidak cukup sebagai
kurban, dan wajib menyembelihnya serta mengganti dengan menyembelih hewan
sejenis yang sehat.
• Jika ‘aibnya wujud saat ta’yin maka wajib disembelih pada waktu udhiyah dan tidak mencukupi sebagai udhiyah
➢ Mu’ayyanah ‘amma fi dzimmah.
• Wajib mengganti dengan hewan sejenis yang sehat

Demikianlah kesimpulan dari fasil musyawaroh Bahtsul Masail PBNU dan juga PWNU Jatim dalam menyikapi permasalahan hewan qurban yang tengah terjangkit virus PMK.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.