Hukum Mempelajari Ilmu Mantiq

Hukum Mempelajari Ilmu Mantiq | Di samping lahirnya beberapa karya di atas, para ulama masih berselisih mengenai hukum mempelajarinya. Sebagaimana yang diutarakan oleh al-Akhdori (W: 983 H), menyebutkan dalam Kitab Sullam Munawwraq-nya bahwa;

و الخلف في جواز الإشتغال ** به على ثلاثة الأقوال
فابن الصلاح و النواوي حرما ** و قال قوم ينبغي ان يعلما
و القولة المشهورة الصحيحة ** جوازه لكامل القريحة
ممارس السنة و الكتاب ** ليهتدي به الى الصواب

Menurut perkataan Al-Akhdhari (mushonef) di atas, bisa disimpulkan bahwa hukum mempelajari ilmu Mantiq ada 3: Pertama, haram. Ini merupakan pendapat Imam Ibnu Shalah (643 H), dan Imam An-Nawawi (631-676 H). Kedua, boleh. Ini disandarkan pendapat sebagian ulama, di antaranya Imam Abu Hamid Al Ghazali (450-505 H). Beliau bahkan berkata; “Siapa saja yang tidak mengetahui mantiq, maka ilmunya patut diragukan.” Ketiga, apabila para pelajar mantiq mempunyai kecerdasan yang mumpuni, pemahaman yang kuat, dan intelektual yang tinggi, serta mereka orang yang paham dan mengamalkan Al-Quran dan sunah, maka boleh menyibukkan diri dengan mantiq (mempelajarinya). Jika tidak demikian, maka tidak boleh.

Tapi ada hal penting yang harus diketahui bahwa ikhtilaf (perbedaan pendapat) ulama-ulama di atas hanyalah pada mantiq yang disusupi kalam-kalam dan kesesatan filsafat, seperti yang tertuang dalam kitab Thawali’ul Anwar karya Al-Baidhawi (680 H). Jika mantiq yang dipelajari tidak tersentuh dengan syubhat-syubhat filsafat, seperti kitab Mukhtashar karya Al-Sanusi, Syamsiyah karya Abi al-Hasan al Qazwini, Isagoji, Sullam Munawraq karya Al-Akhdhari dan sebagainya, maka tidak ada alasan untuk mengharamkan ilmu mantiq. Para ulama telah sepakat mantiq model ini boleh dipelajari. Bahkan hukumnya Fardhu Kifayah jika harus digunakan untuk melawan syubhat-syubhat yang ditujukan kepada agama Islam. 

Setelah ditransfer ke dunia Islam, mantiq Yunani terbagi menjadi tiga corak. Berikut keterangannya;

  1. Mantiq hasil karya kelompok Peripateticieus (Masya’ayun) atau mantiq aliran Peripatetisme (Massaiah, yaitu perkembangan metode aristo mabtu).
  2. Mantiq hasil karya Stoicieus (Rawakiyun) atau mantiq aliran Stoicism (Rawakiyun) yang di kembangkan oleh ahli ilmu kalam dan ahli ushul fiqh.
  3. Mantik hasil karya ahli tasawuf yang disebut dengan mantiq Isyaraqi (Mantiq Isyaraqi).

Dalam kategori lain, ilmu mantiq mempunyai corak yang dikelompokan menjadi tiga kelompok antara lain: