Kisah Hikmah: Kebijaksanaan Khalifah Umar Bin Abdul Aziz

Saat masa Kekhalifaan Bani Umayyah, semua khatib Jumat pasti menyisipkan celaan laknat kepada Sayyidina Ali. Mereka meyakini bahwa hal itu adalah sunnah. Memandang fenomena itu, Khalifah Umar bin Abdul Aziz berkeinginan menghilangkan tradisi tersebut.

Setelah berpikir beberapa saat, beliau menemukan ide. Diam-diam beliau memanggil Ibnu Hakhan, salah seorang pemuka Yahudi. Setelah hadir beliau mengungkapkan maksudnya,

 “Aku memanggilmu untuk merencanakan sesuatu,”

“Apakah itu?”

Khalifah menjelaskan rencana yang akan dilakukan dan mengarahkan apa yang harus diperankan oleh Ibnu Hakhan. Ibnu Hakhan pun mengiyakannya.

Tibalah hari jumat. Ketika Khalifah sudah naik ke mimbar dan hendak menyampaikan khutbahnya, Ibnu Hakhan yang ikut Hadir itu berdiri dan berkata,

“Wahai, sang pemimpin! Aku punya permintaan untukmu!”

Sontak saja, hal itu membuat para hadirin geram. Mereka membentak-bentak si yahudi Ibnu Hakahan itu dan hendak mengusirnya. Sebegitu lancangnya seorang yahudi menghentikan sang Khalifah yang hendak berkhutbah.

“Biarkan saja,” Seru Khalifah kepada para hadirin.

“Apa yang kau inginkan dariku?” Tanya khalifah.

 “Aku datang kemari dengan tujuan untuk meminang putrimu. Menjadikannya sebagai istriku!”

Mendengar itu, Khalifah mengeluarkan ekspresi geram dan membentak Ibnu Hakhan,

 “Bagaimana bisa! Sementara kamu seorang Yahudi!”

 “Jika alasannya karena Agama, mengapa nabi kalian menikahkan fatimah Putrinya dengan Ali bin Abi Thalib. Sementara dia kafir!” Jawab Ibnu Hakhan.

Kembali Kahlifah membentak si Ibnu Hakhan,

“Jaga mulutmu hai, Ibnu Hakhan! Ali bin Abi Thalib adalah keponakan nabi, beliau orang yang istimewa dengan berbagai keutamaan-keutamaannya!” Jawab Sang Khalifah sambil menyebutkan keistimewaan-keistimewaan sayyidina Ali.

“Kalau Ali bin Abi Thalib memiliki derajat yang sedemikian tingginya, mengapa setiap Khutbah Jumat kalian senantiasa menghujat dan melaknatnya di atas mimbar?!” seloroh Ibnu Hakhan.

Para Hadirin yang mendengarkannya pun terdiam menyaksikan hujatan si Ibnu Hakhan.

“Baiklah, mulai saat ini sampai seterusnya kami tidak akan menghujat sayyidina Ali lagi.” Jawab Khalifah Umar.

Akhirnya, sang Khalifah menggantinya dengan membaca firman Allah Ta’ala:

إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيْتَائِ ذِي الْقُرْبَى وَ يَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَ الْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ*

Berkat skenario sang Khalifah dan Ibnu Hakhan, sejak saat itu tidak terdengar lagi celaan kepada Sayyidina Ali dalam khutbah-khutbah Jumat.

***

Berdakwah dan mengajak kebaikan tidak selamanya harus dengan terang-terangan dan menasihati langsung. Bahkan seringkali melalui strategi atau skenario maksud dakwah lebih mudah untuk tersampaikan. (IM)

*sumber: Syarah Yaqut an-Nafis

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.