Muharram dengan Muhasabah: Pandangan Imam Ghazali

muharram dengan muhasabah

Pada kesempatan kali ini, akan dibahas tentang momentum penghujung tahun bulan Dzulhijah dan awal bulan Muharram dengan muhasabah. Karena pada waktu ini, menjadi waktu yang paling tepat untuk kita mengintropeksi diri dari hiruk pikuknya kehidupan yang kita jalani, berkaca tentang segala kekurangan yang telah kita lakukan selama perjalanan setahun ini. Baca selengkapnya di bawah ini!

Tidak terasa bahwa waktu benar-benar berjalan begitu cepat dan berlalu begitu dinamis. Saat ini, kita sama-sama dipertemukan kembali di penghujung dan permulaan tahun. Bulan Dzulhijjah telah berlalu, dan Muharam bersiut menyapa.

Selayaknya hari ulang tahun, bertambahnya tahun mengajak kepada kita untuk bermuhasabah. Melakukan evaluasi diri akan aktivitas yang telah dilakukan. Mengevaluasi amal baik yang masih banyak kekurangan, maupun perbuatan buruk yang perlu untuk kita kurangi. Evaluasi ini bertujuan agar seseorang lebih giat dalam meningkatkan ketakwaannya kepada Allah Swt.         

Keutamaan Bermuhasabah

Orang yang bermuhasabah, layaknya seseorang yang sedang bercermin. Berkaca pada diri sendiri, sehingga dapat menilai di mana letak kekurangan dan kelebihannya. Kiat ini memiliki banyak sekali keutamaan yang bisa didapat. Imam al-Ghazali berasumsi:

وَاعْلَمْ أَنَّ مَنْ حَاسَبَ نَفْسَهُ رَبِحَ وَمَنْ غَفَلَ عَنْهَا خَسِرَ وَمَنْ نَظَرَ فِي الْعَوَاقِبِ نَجَا وَمَنْ أَطَاعَ هَوَاهُ ضَلَّ

“Dan ketahuilah! Barangsiapa yang bermuhasabah (intropeksi diri), maka ia akan mendapatkan kemenangan. Sedang siapa yang mengabaikannya, maka ia akan merugi. Barangsiapa yang memikirkan suatu akibat, maka ia akan selamat. Dan barangsiapa yang menuruti hawa nafsunya, maka ia akan tersesat.”[1]

Pada dasarnya, bermuhasabah tidak harus menunggu akhir maupun awal tahun. Intropeksi diri ini bisa dilakukan kapan dan di mana saja, tanpa batas waktu dan tempat. Namun seringkali orang mengabaikan akan hal ini. Barangkali dengan bertambahnya tahun, kita tergugah untuk menemukan momentum bermuhasabah. Mencoba untuk mewujudkan pribadi ini menjadi lebih baik lagi.

أَنَّ رَجُلًا قَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ , أَيُّ النَّاسِ خَيْرٌ؟ قَالَ: «مَنْ طَالَ عُمْرُهُ , وَحَسُنَ عَمَلُهُ» قَالَ: وَأَيُّ النَّاسِ شَرٌّ قَالَ: «مَنْ طَالَ عُمْرُهُ وَسَاءَ عَمَلُهُ

Seorang laki-laki berkata: Wahai Rasulullah, siapakah orang yang baik itu? Beliau bersabda: “Orang yang panjang umur dan amalnya baik.” Kemudian laki-laki berkata kembali: “Dan siapakah orang yang buruk itu?” Beliau menjawab: “Orang yang panjang umur dan buruk amalnya.[2]

Dari hadis ini, kita bisa memetakan siapa orang baik yang dikehendaki Nabi, dan siapa orang yang buruk. Orang yang baik adalah mereka yang di umur panjangnya, terus berusaha untuk memperbaiki diri. Sedangkan orang yang buruk adalah mereka yang di sisa umurnya tidak mau berusaha untuk menjadi lebih baik. Mewujudkan pribadi yang baik ini tidak lain caranya adalah dengan bermuhasabah.

Muhasabah dalam Sudut Pandang Lain

Menilik dari sudut pandang lain, bermuhasabah tidak melulu kita merenung dan mencoba menemukan kekurangan dalam pribadi kita, kemudian memperbaikinya. Syaikh Hasan Bashri berkesimpulan bahwa ketika ada orang yang menegur atau menasehati kita, kemudian kita menerima dan mau untuk memperbaikinya, hal itu juga dinamakan sebagai muhasabah.

لَا يَزَالُ الْعَبْدِ بِخَيْرٍ مَا كَانَ لَهُ وَاعِظٌ مِنْ نَفْسِهِ، وَكَانَتْ اَلْمُحَاسَبَةُ مِنْ هِمَّتِهِ.

“Seorang hamba tetap dalam keadaan baik, selama dia memiliki seseorang yang mau mengingatkan akan pribadinya, dan selama muhasabah menjadi sebagian dari himmah (cita-cita) nya.”[3]

Bersyukurlah ketika masih ada orang yang mau menegur dan mengarahkan hidup kita. Selalu berprasangka baik kepada orang-orang yang menginginkan hidup kita menjadi lebih baik (meskipun hal tersebut menggunakan cara yang berbeda).[]

[1] Imam al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, hlm. 56, vol. IV (CD: Maktabah Syamilah)
[2] Sulaiman bin Ahmad At-Thobarani, Al-Mu’jam As-Soghir li-Thobarani, hlm. 81, vol IV (CD: Maktabah Syamilah)
[3] Ismail bin Umar bin Katsir al-Qarasyi, Al-Bidayah wa Nihayah, hlm. 301, vol. IX (CD: Maktabah Syamilah)

angan lupa untuk dukung youtube dan media sosial Pondok Lirboyo, agar semakin berkembang dan maju. Baca juga khutbah jumat paling bagus lainnya di lirboyo.net

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.