Mulia Karena Empat Perkara

Ada empat perkara yang menjadikan derajat seseorang naik. Pertama, orang yang berilmu bisa mengangkat derajatnya naik. Entah ilmu syariat, entah ilmu formal. Kalau ilmu syariat, mulia ‘indallah (disisi Allah) dan ‘indannas (dimata manusia), tapi kalau formal, mulia ‘indannas. Sehingga orang mencari ilmu, kalau mati, (dicatat) mati syahid. Kedua, tata krama. (Tata krama) itu penting sekali. Dengan guru bisa memuliakan, dengan teman bisa berbaik hati. Bisa ngapiki, dengan anak kecil bisa mengasihi, itu penting sekali. Monggo, kita mondok jauh-jauh mencari ilmu syariat, kita berbuat baik pada teman kita, memuliakan pada guru-guru kita, itu penting sekali. Yang ketiga, itu temen (jujur). Ngalor, nggih ngalor, ngidul nggih ngidul. Maksudnya, dengan temannya, dengan gurunya, yang jujur. Orang kalau jujur, temen, insyaallah hidupnya bakal enak.

إِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي إِلَى البِرِّ، وَإِنَّ البِرَّ يَهْدِي إِلَى الجَنَّةِ،

“Sesungguhnya kejujuran menyampaikan kepada kebaikan. Dan kebaikan menyampaikan kepada surga.” (HR. Bukhari)

Sekarang mencari orang jujur itu sulit, monggo kita biasakan di pondok sejujur mungkin. Insya Allah kalau sudah terbiasa, di masyarakat nanti akan jujur. Temen (jujur) hidupnya, temen pergaulannya. Keempat, bisa dipercaya. Dititipi barang bisa dipercaya, dititipi jabatan bisa dipercaya. Itu penting sekali. Karena orang kalau tidak bisa dipercaya (akan) berat sekali. Dititipi uang kancane, hilang. Dititipi jabatan, diselewengkan. Nggak bisa ngrekso (menjaga) amanahnya. Kita harus bisa dipercaya, amanah itu penting sekali. Keempat-empatnya ini insya Allah di pondok diajarkan.

Untung-untungnya anak, anak yang ada di pondok. Sebab di Pondok, insya Allah anaknya mengaji, ibadah, insya Allah tidak maksiat. Dan juga orang tuanya beruntung. Untung-untungnya orang tua, (adalah) yang anaknya di pondok. Karena dia nyambut gawe (bekerja), nafaqohi anak, untuk mengaji, insya Allah barokah.

وَالَّذِينَ آمَنُوا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُم بِإِيمَانٍ أَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ

“Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka.” (QS. At-Thur: 21)

Besok, di akhirat, antara anak dan orang tua, dikumpulkan. Seiman tapi (syaratnya), kalau orang tua Islam, anaknya Islam, dikumpulkan. Bilamana orang tua derajatnya lebih tinggi, maka anaknya akan dikumpulkan ke orang tuanya. Begitu juga sebaliknya, bila anaknya derajatnya lebih tingi, orang tua akan dikumpulkan dengan anaknya. Dan disamakan, dzurriyah bin nasab (keturunan dengan jalur nasab), adalah dzurriyah bissabab. Dzurriyah bissabab, itu seperti antara murid dan guru. Besok di akhirat, antara murid dan guru dikumpulkan. Guru dengan-gurunya dikumpulkan. Sampai (kelak dikumpulkan dengan) kanjeng Nabi.

Orang yang paling dekat-dekatnya dengan kanjeng Nabi, orang yang paling banyak sholawat. Kita membaca sholawat penting sekali. Karena kita masuk surga kalau tidak mendapat syafaat dari kanjeng Nabi, tidak bisa. Kita melbet surgo mboten mergo ibadahe (masuk surga bukan karena ibadah), tapi mergo syafaate kanjeng Nabi. Maka sholawat itu fadhilahnya besar sekali. Kalau banyak membaca sholawat, menyebabkan hati menjadi qona’ah. Syukur. Wes gak pengen opo-opo. Orang harus punya sifat qona’ah, kalau nggak punya sifat qona’ah, ndak ada syukurnya. Seperti dawuhe Mbah Mad Jipang[1], “namanya orang sugih itu, orang yang ndak pingin opo-opo.

Walaupun bukan kiai, kalau mahabbah (cinta) dengan kiai, kalau mahabbah dengan orang alim. Insya Allah anak turunnya nanti jadi orang alim. Pentingnya kita senang, mahabbah dengan orang alim, dengan sholihin (orang-orang saleh), mbok menowo anak turun kita dijadikan orang alim, minassholihin. itu penting sekali.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.