Surat Izin Merokok Santri Lirboyo

Ini bukan kali pertama saya menikmati bulan puasa di pondok Lirboyo. Beberapa tahun yang lalu juga pernah singgah, berharap dapat satu-dua ilmu pengetahuan agama, serta sepercik berkah untuk bekal meninggalkan alam fana. Karenanya, saya tidak butuh waktu terlalu lama untuk menyesuaikan diri dengan aktivitas di sini, terlebih saya memang punya latar belakang pesantren. Bulan Ramadan kali ini, di Pondok Lirboyo kelihatan sekali lebih banyak dihuni santri pendatangnya. Hal ini terlihat saat salat berjamaah atau mengikuti pengajian, banyak santri yang tidak memakai kopiah hitam.

Untuk mereka yang baru pertama kali, apalagi tidak ‘kenal’ dengan suasana di dalam pesantren, tentu terasa berbeda ikut posonan/ pengajian kilatan di pesantren. Banyak dari mereka yang kemudian menemukan sesuatu yang wah, unik, menarik, atau lain sebagainya, karena memang banyak hal yang baru kali ini mereka jumpai.

Larangan-Merokok-Santri-Pondok-Lirboyo
Terlihat papan larangan merokok pada tembok depan sebuah asrama Pondok Lirboyo

Diantara sesuatu yang dimata mereka menarik itu adalah, pertama, betapa ternyata kehidupan di Pondok Lirboyo itu penuh dengan kebersamaan, keakraban, keceriaan, tenggang rasa, penuh dengan hal-hal mengasikkan. Karena hal inilah, menjadi wajar ketika sudah menjadi alumni keakraban mereka tetap terjalin. Setidaknya begitulah yang saya lihat. Kedua, ternyata di Pondok Lirboyo setiap orang diharuskan bersikap dewasa, dituntut untuk disiplin mematuhi berbagai peraturan sebagai upaya agar bisa fokus pada tujuan keberhasilan belajar. Jangankan bisa menikmati sosial media lewat gadget atau keluar ke warnet, mendengarkan radio saja tidak diperbolehkan. Selain di Pondok Lirboyo, dua hal ini saya kira juga bisa kita temukan pada pesantren lain, khususnya pesantren-pesantren salaf.

Pun bagi sebagian yang lain, tentu ada yang merasa terkekang karena terlalu banyaknya peraturan yang harus dipatuhi. Terutama mereka yang secara usia masih belia, dimana ketika di rumah waktunya lebih banyak dihabiskan untuk bermain dengan teman seusianya. Atau juga mereka yang di rumah sudah terbiasa melakukan ‘aktivitasnya orang dewasa’. Baik sekedar bermain game via gadget, bersosmed ria, hingga menikmati tembakau, tentu menikmati bulan puasa di pondok pesantren menjadi hari-hari yang melelahkan.

Tapi bagi saya pribadi, setidaknya tahun ini ada dua pemandangan menarik yang berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Pertama adalah tentang diberlakukannya peraturan bahwa santri perokok harus mempunyai Surat Izin Merokok (SIM). Beberapa tahun ke belakang, peraturan tentang rokok hanya dibatasi usia. Santri Lirboyo diperbolehkan merokok dengan ketentuan usia mereka sudah lebih dari 20 tahun.

Bentuk dan ukuran kartu SIM ini sama dengan kartu SIM (Surat Izin Mengemudi) yang dikeluarkan kepolisian. Meskipun dari sisi kualitas bahannya lebih bagus miliknya kepolisian, tapi kalau bicara soal teknis mendapatkannya, rasanya masih sulit SIMnya pondok ini.

Untuk mendapatkan kartu ini kang santri harus berjuang. Karena ternyata, setelah coba tanya-tanya, teknis mendapatkan SIM ini tidaklah mudah. Syarat dan mekanismenya sebagai berikut:

1. Berusia minimal 20 tahun;

2. Membuat Surat Keterangan Izin yang ditandatangani orang tua/ wali bahwa anak yang bersangkutan telah direstui merokok;

3. Menunjukkan Surat Keterangan Izin dan Kartu Keluarga (KK) kepada sekretaris pondok untuk mendapatkan Formulir Pemotretan yang hanya dilayani pada jam kerja;

4. Selanjutnya menunjukkan Surat Keterangan Izin dari orang tua/wali, Kartu Keluarga (KK) dan Formulir Pemotretan kepada Pimpinan Pondok pada jam kerja untuk disahkan;

5. Mengikuti pemotoan SIM (Surat Izin Merokok) di kantor Seksi Pramuka dengan membawa Surat Keterangan Izin dari orang tua/ wali, Kartu Keluarga (KK) dan formulir pemotretan.

Selain mekanisme yang tidak mudah, kang santri yang merokok juga harus mematuhi kewajiban, larangan, dan tentunya sanksi yang diberlakukan terkait program kepemilikan SIM ini. Diantara kewajibannya adalah membawa SIM disaat merokok atau membawa rokok, dan juga harus menunjukkan SIM saat membeli rokok. Sedangkan diantara larangannya adalah tidak boleh merokok di area-area yang telah ditetapkan steril dari asap rokok.

Santri-Pondok-Lirboyo-Dilarang-Merokok
Salah satu sudut area yang dilarang merokok.

Pemandangan kedua yang menurut saya menarik adalah, banyaknya santri yang terlihat masih memasuki usia-usia sekolah dasar atau masih belia. Menarik karena hal ini bagi saya menimbulkan rentetan pertanyaan. Misalnya pertanyaan: Apakah saat ini memang sudah dimulainya masa kejayaan pendidikan pondok pesantren berbasis salaf? Ada apa dengan lingkungan sekitar kampung halaman mereka, sampai-sampai sedini itu orang tua memasukkan buah hatinya ke pesantren?

Terlepas dari pertanyaan itu, kehadiran mereka ikut pesantren kilat menambah suasana jadi asik. Apalagi kalau melihat mereka di dalam kelas atau sedang mengikuti pengajian. Terlihat sekali pak ustadz yang memberikan materi harus ekstra sabar. Jangankan berharap mereka bisa langsung menangkap atau memahami dan mempraktekkan materi yang disampaikan, untuk bisa duduk manis dengan rapi saja butuh perjuangan. Sabar pak ustadz, saya yakin perjuanganmu tidaklah sia-sia.

Penulis : M. Al Faris

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.