Wanita Haid Memotong Kuku dan Rambut

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Apakah benar ketika seorang perempuan sedang datang bulan ia dilarang untuk memotong kuku, dan ketika ada rambut yang rontok harus dikumpulkan kemudian diikutkan saat mandi setelah ia suci? Mohon penjelasannya, karena itu sudah masyhur di masyarakat.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

(Putri A., Sampang-Madura)

_____________________________

Admin- Wa’alaikumsalam Wr. Wb

Salah satu hal makruh yang lebih baik ditinggalkan bagi wanita haid (dating bulan/menstruasu) atau seseorang yang memiliki kewajiban mandi besar (junub) adalah menghilangkan sebagian anggota tubuhnya sebelum melakukan mandi wajib, seperti kuku, rambut, dan semacamnya.

Syekh Nawawi al-Bantani menjelaskan dalam salah satu karyanya yang berjudul Nihayah Az-Zain dengan ungkapan berikut:

وَمَنْ لَزِمَهُ غُسْلٌ يُسَنُّ لَهُ أَلَّا يُزِيْلَ شَيْئاً مِنْ بَدَنِهِ وَلَوْ دَمًا أَوْ شَعَرًا أَوْ ظُفْرًا حَتَّى يَغْتَسِلَ لِأَنَّ كُلَّ جُزْءٍ يَعُوْدُ لَهُ فِي اْلآخِرَةِ فَلَوْ أَزَالَهُ قَبْلَ الْغُسْلِ عَادَ عَلَيْهِ الْحَدَثُ الْأَكْبَرُ تَبْكِيْتًا لِلشَّخْصِ


Barang siapa yang wajib mandi maka agar tidak menghilangkan satu pun dari anggota badannya walau hanya berupa darah atau kuku sehingga mandi, karena semua anggota badan akan kembali kepadanya di akherat. Jika dia menghilangkannya sebelum mandi maka hadats besar akan kembali kepadanya sebagia teguran kepadanya.”[1]


Salah satu alasan kemakruhannya adalah karena kelak di akhirat anggota yang terpotong tersebut akan kembali kepadanya dalam keadaan junub (belum suci). Pendapat ini senada dengan apa yang dipaparkan oleh Al-Ghazali dalam karya monumentalnya, Ihya ‘Ulumuddin


Namun ulama lain tidak sependapat perihal alasan tersebut. Salah satunya adalah Imam al-Bujairomi, ia menjelaskan bahwa anggota tubuh yang dikembalikan padanya di hari kiamat adalah anggota yang ada pada saat dia meninggal dunia, bukan yang telah terpotong sebelumnya. Sebagaimana penjelasan beliau yang dikutip dalam kitab Hasyiyah As-Syarwani berikut:


عِبَارَةُ الْبُجَيْرَمِيِّ فِيهِ نَظَرٌ ، لِأَنَّ الَّذِي يُرَدُّ إلَيْهِ مَا مَاتَ عَلَيْهِ لَا جَمِيعُ أَظْفَارِهِ الَّتِي قَلَّمَهَا فِي عُمُرِهِ ، وَلَا شَعْرِهِ كَذَلِكَ

Ungkapan Al-Bujairomi: Perlu dipertimbangkan dalam pendapat tersebut, karena anggota tubuh yang dikembalikan adalah adalah anggota yang ada pada saat dia meninggal dunia, bukan seluruh kuku yang dia potong selama hidupnyaya, begitu juga bukan seluruh rambutnya.”[2]


Dengan demikian, memotong rambut atau kuku bagi wanita haid atau pun orang yang junub tetap diperbolehkan dan tidak diwajibkan untuk dibasuh saat mandi wajibnya. []waAllahu a’lam


[1] Nihayah Az-Zain, vol. I hal. 31

[2] Hasyiyah as-Syarwani, vol. I hal. 284, CD. Maktabah Syamilah

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.