Mengusap Wajah Setelah Qunut

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Ketika selesai melantunkan doa Qunut, sering kali sebagian orang mengusap wajah dengan kedua tangannya dan ada pula yang tidak melakukannya. Sebenarnya bagaimana yang sebaiknya kita lakukan? Terimakasih.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

 (Husnul M.- Tuban, Jawa Timur)

______________________________

Admin- Wa’alaikumsalam Wr. Wb.

Salah satu perkara yang sering dilakukan sebagian masyarakat adalah mengusap wajah setelah melaksanakan doa Qunut. Pada dasarnya, hal tersebut tidak disunahkan. Maka maklum saja ketika sebagian masyarakat yang lain tidak melakukannya. Sebagaimana penjelasan Sayyid Bakr Syato ad-Dimyati dalam kitabnya yang berjudul I’anah At-Thalibin berikut:

وَلَا يُسَنُّ مَسْحُ الْوَجْهِ وَغَيْرِهِ بَعْدَ الْقُنُوْتِ بَلْ قَالَ جَمْعٌ: يُكْرَهُ مَسْحُ نَحْوِ الصَّدْرِ.

Tidak disunnahkan mengusap wajah atau selainnya setelah doa Qunut. Bahkan para ulama lain mengatakan makruh untuk mengusap dada atau sesamanya.”[1]

Senada dengan penjelasan tersebut, dalam redaksi lain juga dijelaskan:

لَا يُشْرَعُ مَسْحُ الْوَجْهِ أَوِ الصَّدْرِ بِالْيَدَيْنِ بَعْدَ الْقُنُوْتِ لِعَدَمِ الدَّلِيْلِ عَلَى ذَلِكَ، قَالَ الْبَيْهَقِيُّ فِيْ سُنَنِهِ : فَأَمَّا مَسْحُ الْيَدَيْنِ بِالْوَجْهِ عِنْدَ الْفِرَاغِ مِنَ الدُّعَاءِ فَلَسْتُ أَحْفَظُهُ عَنْ أَحَدٍ مِنَ السَّلَفِ فِيْ دُعَاءِ الْقُنُوْتِ

Tidak disyariatkan mengusap wajah atau dada menggunakan kedua tangan setelah doa Qunut, karena tidak ada dalil yang mendasarinya. Imam Al-Baihaqi berkata dalam kitab Sunan Al-Baihaqi: Adapun mengusapkan kedua tangan pada wajah setelah merampung bacaan doa, maka aku tidak menemukan satu pun dari ulama salaf (yang melakukannya) dalam doa Qunut.”[2]

Apabila sudah terlanjur melakukan, itu tidak menjadi persoalan. Karena tidak berpengaruh terhadap keabsahan salat yang ia lakukan. Bahkan imam An-Nawawi menjelaskan sebagian ulama pengikut Madzhab Syafi’i ada yang tetap menganjurkan untuk tetap mengusap wajah setelah doa Qunut.[3] []waAllu a’lam


[1] Hasyiyah I’anah At-Thalibin, I hal. 186

[2] Shahih Fiqh As-Sunnah Wa Adillatuhu, vol. I hal. 393

[3] Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzdzab, vol. III hal. 501

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.