Salat ‘Rebo Wekasan’ dalam Tinjauan Fikih

Salat ‘Rebo Wekasan’ tidaklah asing di telinga kita. Terutama kita yang berasal dari masyarakat budaya Jawa. ‘Rebo Wekasan’ sendiri merupakan istilah dari hari Rabu terakhir pada bulan Shafar. Dalam banyak keterangan, hari ini hari di mana Allah swt. menurunkan segala bala` (cobaan) dan marabahaya ke dunia. Bala` yang turun ini terlebih dahulu difilter oleh seorang Wali Quthb (wali tertinggi) dan barulah kemudian menimpa umat manusia.

Imam al-Dairabi berkata :

ذَكَرَ بَعْضُ الْعَارِفِيْنَ مِنْ أَهْلِ الْكَشْفِ وَالتَّمْكِيْنِ أَنَّهُ يَنْزِلُ فِي كُلِّ سَنَةٍ ثَلَاثُ مِئَةِ أَلْفِ بَلِيَّةٍ وَعِشْرُوْنَ أَلْفًا مِنَ الْبَلِيَّاتِ وَكُلُّ ذَلِكَ فِيْ يَوْمِ الْأَرْبِعَاءِ الْأَخِيْرِ مِنْ صَفَرَ فَيَكُوْنُ ذَلِكَ الْيَوْمُ أَصْعَبَ أَيَّامِ السَّنَةِ

Sebagian ulama Arifin dari Ahli Kasyf menuturkan bahwa pada setiap tahunnya diturunkan 320 ribu bala’ (cobaan). Yaitu terjadi pada hari Rabu terakhir dari bulan Shafar. Pada waktu itu merupakan hari terberat dari sekian banyak di hari dalam satu tahun.”

Di tempat lain Al-Syaikh Al-Buni mengatakan :

اِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ يُنَزِّلُ بَلَاءً فِي آخِرِ أَرْبِعَاءَ مِنْ صَفَرَ بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْاَرْضِ فَيَأْخُذُهُ الْمُوَكَّلُ بِهِ وَيُسَلِّمُهُ اِلَى قُطْبِ الْغَوْثِ فَيُفَرِّقُهُ عَلىَ الْعَالَمِ فَمَا حَصَلَ مِنْ مَوْتٍ اَوْ بَلَاءٍ اَوْ هَمٍّ اِلَّا وَيَكُوْنُ مِنَ الْبَلَاءِ الَّذِيْ يُفَرِّقُهُ الْقُطْبُ

Sesungguhnya Allah menurunkan bala’ di hari Rabu terakhir dari bulan Shafar di antara langit dan bumi. Kemudian bala’ tersebut diterima oleh malaikat yang bertugas dan diserahkan kepada wali Quthb al-Ghauts lalu disebar ke seluruh penduduk alam semesta. Segala bentuk kematian, bala’ atau kesusahan tidak lain adalah berasal dari bala’ yang disebarkan oleh sang wali quthb tersebut.”

Untuk menghadapi hari yang begitu berat ini banyak ulama yang menganjurkan untuk melakukan amalan ibadah berupa salat dengan tata cara (kaifiyyah) tertentu. Namun dar itu, ada juga ulama yang mengatakan bahwa salat dengan kaifiyyah tertentu itu dihukumi bid’ah yang memerlukan sebuah jalan tengah.

Kita mulai dari pendapat ulama yang menganjurkannya terlebih dahulu. Para ulama berbeda-beda dalam memberikan tata cara salat Rebo Wekasan. Di antaranya:

  1. Imam Al-Dairabi

Melakukan salat sunah sebanyak empat rakaat. Pada tiap rakaat, setelah membaca surat al-Fatihah membaca surat Al-Kautsar 17x, surat Al-Ikhlash 5x, Al-Mu’awwidzatain (Al-Falaq dan Al-Nas) 1x. Kemudian setelah salam membaca doa :

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ وَصَلىَّ اللهُ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلىَ اَلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ اللَّهُمَّ يَا شَدِيْدَ الْقُوَى وَيَا شَدِيْدَ الْمِحَالِ يَا عَزِيْزُ ذَلَّتْ لِعِزَّتِكَ جَمِيْعُ خَلْقِكَ اِكْفِنِيْ مِنْ جَمِيْعِ خَلْقِكَ يَا مُحْسِنُ يَا مُجَمِّلُ يَا مُتَفَضِّلُ يَا مُنْعِمُ يَا مُكْرِمُ يَا مَنْ لَا اِلَهَ اِلَّا أَنْتَ اِرْحَمْنِيْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ اللهم بِسِرِّ الْحَسَنِ وَأَخِيْهِ وَجَدِّهِ وَأَبِيْهِ وَأُمِّهِ وَبَنِيْهِ اِكْفِنِيْ شَرَّ هَذَا الْيَوْمِ وَمَا يَنْزِلُ فِيْهِ يَا كَافِيَ الْمُهِمَّاتِ يَا دَافِعَ الْبَلِيَّاتِ فَسَيَكْفِيْكَهُمُ اللهُ وَهُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ وَحَسْبُنَا اللهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ اِلَّا بِاللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ وَصَلىَّ اللهُ تَعَالىَ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلىَ الِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ

  1. Al-Buni

Melakukan salat sunah sebanyak 6 raka’at. Raka’at pertama membaca surat Al-Fatihah dan Ayat Kursi dan rakaat kedua dan selanjutnya membaca surat Al-Fatihah dan surat Al-Ikhlash. Kemudian setelah salam membaca shalawat kepada Rasulullah Saw dengan bagaimanapun bentuk shighatnya, Serta diakhiri dengan membaca do’a sebagai berikut :

اللهم إنِّي أَسْأَلُكَ بِأَسْمَائِكَ الْحُسْنَى وَبِكَلِمَاتِكَ التَّامَّاتِ وَبِحُرْمَةِ نَبِيِّكَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ تَحْفَظَنِيْ وَأَنْ تُعَافِيَنِيْ مِنْ بَلَائِكَ يَا دَافِعَ الْبَلَايَا يَا مُفَرِّجَ الْهَمِّ وَيَا كَاشِفَ الْغَمِّ اكْشِفْ عَنِّي مَا كُتِبَ عَلَيَّ فِي هَذِهِ السَّنَةِ مِنْ هَمٍّ أَوْ غَمٍّ إِنَّكَ عَلىَ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٍ وَصَلىَّ اللهُ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلىَ آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا

  1. Menurut ba’dh al-shalihin

Dalam kaifiyyah ini tidak dilakukan dengan melakukan salat, akan tetapi dengan membaca surat Yasin sebanyak  1x. Ketika sampai pada ayat: سلام قولا من رب رحيم ayat ini diulangi sebanyak 313x. Kemudian membaca do’a :

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَاةً تُنْجِيْنَا بِهَا مِنْ جَمِيْعِ الْاَهْوَالِ وَالْآفَاتِ وَتَقْضِيْ لَنَا بِهَا جَمِيْعَ الْحَاجَاتِ وَتُطَهِّرُنَا بِهَا مِنْ جَمِيْعِ السَّيِّآتِ وَتَرْفَعُنَا بِهَا أَعْلىَ الدَّرَجَاتِ وَتُبَلِّغُنَا بِهَا اَقْصىَ الْغَايَاتِ مِنْ جَمِيْعِ الْخَيْرَاتِ فِي الْحَيَاةِ وَبَعْدَ الْمَمَاتِ اَللَّهُمَّ اصْرِفْ عَنَّا شَرَّ مَا يَنْزِلُ مِنَ السَّمَاءِ وَمَا يَخْرُجُ مِنَ الْاَرْضِ اِنَّكَ عَلىَ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٍ وَصَلىَّ اللهُ تَعَالىَ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلىَ الِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ

Kemudian salah satu ulama yang mengatakan salat ‘Rebo Wekasan’ tidak boleh adalah Syaikh Abd al-Hamid Quds Al-Makky. Beliau menungkapkan hal tersebut ketika mengomentari pernyataan Syaikh Zainuddin Al-Malibari dalam Irsyad al-‘Ibad tentang salat-salat yang dianggap bid’ah. Berikut cuplikannya:

قَالَ الْعَلَّامَةُ الشَّيْخُ زَيْنُ الدِّيْنِ تِلْمِيْذُ ابْنِ حَجَرٍ اَلْمَلِكِى فِى كِتَابِهِ اِرْشَادِ الْعِبَادِ كَغَيْرِهِ مِنْ عُلَمَاءِ الْمَذْهَبِ: وَمِنَ الْبِدَعِ الْمَذْمُوْمَةِ الَّتِى يَأْثَمُ فَاعِلُهَا وَيَجِبُ عَلَى وُلَاةِ الْأَمْرِ مَنْعُ فَاعِلِهَا صَلَاةَ الرَّغَائِبِ -اِلَى أَنْ قَالَ- أَمَّا أَحَادِيْثُهَا فَمَوْضُوْعَةٌ بَاطِلَةٌ وَلَا يَغْتَرُّ عَنْ ذِكْرِهَا اهـ، قُلْتُ وَمِثْلُهُ صَلَاةُ الصَّفَرِ فَمَنْ أَرَادَ الصَّلَاةَ فِى وَقْتِ هَذِهِ الْأَوْقَاتِ فَلْيَنْوِ النَّفْلَ الْمُطْلَقَ فُرَادَى مِنْ غَيْرِ عَدَدٍ مُعَيَّنٍ وَهُوَ مَا لَا يَتَقَيَّدُ بِوَقْتٍ وَلَا سَبَبٍ وَلَا حَصْرَ لَهُ اهـ

“Syaikh Zainuddin (Al-Malibari) menungkapkan dalam kitabnya Irsyad al-Ibad seperti halnya ulama lain dari mazhab Syafi’i bahwa termasuk dari bid’ah yang tercela pelakunya berdosa dan wajib dilarang oleh pemerintah adalah salat Ragha`ib, hadis-hadis yang dipakai adalah hadis maudhu’ maka jangan terpancing untuk menuturkannya. Saya (Syaikh Zainuddin) berkata: termasuk dari bid’ah adalah salat bulan Shafar. Maka siapa yang ingin mengerjakan salat di waktu ini, niatilah salatnya dengan niat salat sunah mutlak secara sendiri dan tanpa hitungan tertentu. Sebab salat sunah mutlak itu tidak terikat dengan sebab dan tidak terikat dengan batas.”

One thought on “Salat ‘Rebo Wekasan’ dalam Tinjauan Fikih

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.