Sunah-sunah Wudu Mazhab Syafi’i

Sunah-sunah Wudu Mazhab Syafi'i

Sunah-sunah Wudu Mazhab Syafi’i – Wudu adalah salah satu ritual ibadah penting yang sudah sepatutnya untuk lebih maksimal dalam pelaksanaannya. Karena dalam wudu tidak hanya sekedar membasahi anggota-anggotanya saja. Namun, nilai ibadah yang terkandung dalam wudu juga sangat luar biasa. Para Ulama merumuskan bahwa dalam ibadah wudu bukan hanya sekedar terpenuhinya rukun-rukunnya saja. Akan tetapi mereka juga mengulas tentang kesunahan-kesunahannya. Ini menunjukan betapa lebarnya peluang seorang muslim untuk menjalankan tuntunan iibadah yang telah diajarkan oleh baginda nabi Saw. Lalu apa sajakah Kesunahan-kesunahan wudu. ada berapakah jumlahnya. Akan kami sajikan dalam ulasan singkat berikut ini.

Sunah-sunah Wudu

Sunah merupakan sesuatu yang apabila melakukannya akan mendapatkan balasan bahala. Dan apabila meninggalkannya tidak akan mendapatkan balasan siksa. Sehingga dalam ibadah wudu juga terdapat beberapa kesunahan. Dalam hal ini, Imam Muhammad bin Qasim al-Ghazi, seorang pakar fikih mazhab Syafi’i terkenal, dalam karyanya Fath al-Qarib Mujib menjelaskan bahwa sunah-sunah wudu ada 10 :

  1. Membaca basmalah.
  2. Membasuh kedua telapak tangan.
  3. Berkumur.
  4. Memasukan air ke dalam hidung.
  5. Mengusap seluruh kepala.
  6. Mengusap seluruh telinga.
  7. Menyela-nyelai jenggot yang tebal dan menyela-nyelai kedua tangan dan kaki.
  8. Mendahulukan anggota kanan.
  9. Membasuh atau mengusap sebanyak 3 kali.
  10. Berkesinambungan.
Penjelasan
  • Membaca Basmalah Di Awal Wudu.

Batas minimal membaca basmalah adalah lafaz Bismillah. Sementara batas kesempurnaan dalam membaca basmalah adalah Bismillahirrahmaanirrahiim. Apabila lupa membaca basmalah pada awal wudu, maka boleh membaca basmalah saat ditengah-tengah wudu. Dan ini pun masih tercatat melakukan kesunahan wudu. Oleh karena inilah, apabila membaca basmalah setelah wudu selesai, maka tidak tercatat mendapatkan kesunahan.

Bacaan Basmalah – Bagi yang lupa membacanya di awal – ketika membaca dipertengahan wudu

“بسم الله أوله وأخره”

  • Membasuh Kedua Telapak Tangan. 

Membasuh kedua telapak tangan hingga kedua pergelangan tangannya ikut terbasuh. Dan apabila masih terdapat keraguan akan kesucian pergelangan tangannya, maka basuhannya bertambah hingga 3 kali basuhan.

  • Berkumur. 

Pelaksanaan berkumur adalah setelah membasuh kedua telapak tangan. Batas minimal agar tercatat mendapatkan pahala ibadah sunah adalah dengan memasukan air kedalam mulut, baik diputar-putar dalam mulut kemudian memuntahkannya atau tidak. Namun, apabila hendak mendapatkan kesempurnan adalah dengan memuntahkan air yang telah masuk tersebut. Dalam berkumur juga terdapat anjuran Mubalaghah (melebih-lebihkan) saat berkumur, hal ini agar lebih maksimal apabila terdapat kotoran di dalam mulut.

  • Memasukan Air Ke Dalam Hidung. 

Kesunahan ini sudah bisa hasil dengan memasukan air ke dalam hidung, baik ditarik dengan nafasnya hingga ke janur hidung, lalu menyemprotkannya (membuangnya) ataupun tidak. Namun, jika ingin mendapatkan yang paling sempurna maka harus menyemprotkannya. Dalam kesunahan ini juga terdapat anjuran Mubalaghah (melebih-lebihkan).

  • Mengusap Keseluruhan Kepala.

Prosedur kesunahan mengusap keseluruhan kepala sesuai riwayat-riwayat yang masyhur adalah dengan cara menempelkan tangannya pada ujung kepala lalu menempelkan jari telunjuk dan tiga jari lainnya (pada ujung kepala tersebut) serta kedua jempol ditempelkan ke kedua pelipis lalu ditarik ke belakang dan kembali lagi ke depan. Cara ini masih terhitung satu kali. Sehingga apabila berhenti pada kepala bagian belakang tanpa kembali lagi ke depan maka masih belum bisa terhitung satu kali[1].

  • Mengusap Keseluruhan Telinga Bagian Luar Maupun Dalam Dengan Air yang Baru.

Maksud dari air yang baru adalah bukan air bekas basuhan kepala (basuhan sebelumnya). Adapun prosedur kesunahan mengusap kedua telinga adalah dengan cara memasukkan kedua jari telunjuk ke lubang telinganya, memutar-mutar keduanya pada lipatan-lipatan telinga dan menjalankan kedua ibu jari di telinga bagian belakang, kemudian menempelkan kedua telapak tangan yang dalam kondisi basah pada kedua telinga guna memastikan ratanya usapan air ke telinga tersebut.

Mengusap kedua telinga ini dilakukan setelah mengusap kepala, sebab ini merupakan syarat agar tercatat mendapatkan kesunahan. Sehingga jika mendahulukan mengusap telinga daripada mengusap kepala maka tidak tercatat sebagai kesunahan wudu[2].

  • Menyela-nyelai Jenggot yang tebal dan menyela-nyelai kedua tangan dan kaki.

Prosedur kesunahan menyela-nyelai jenggot yang tebal adalah dengan memasukan jari-jarinya sampai pangkal jenggot (tempat tumbuhnya). Dengan cara inilah maka akan tercatat mendapat pahala sunah.

Sementara menyela-nyelai kedua tangan dan kedua kaki juga termasuk kesunahan wudu. Adapun prosedur kesunahan menyela-nyelai kedua tangan adalah dengan cara Tasybik[3] (Menjalin jari jemari). Sedangkan prosedur menyela-nyelai kedua kaki adalah dengan cara menyela-nyelai menggunakan jari kelingking tangan kanan atau kiri, serta memulainya dari jari kelingking kaki kanan hingga berakhir pada jari kelingking kaki kiri. Menyela-nyelai menggunakan jari kelingking tangan kanan atau kiri itu sudah sesuai dengan keterangan yang dijelaskan oleh para Ulama, diantaranya adalah Imam Haromain.

  • Mendahulukan anggota kanan daripada anggota kiri.

Kesunahan ini hanya berlaku untuk kedua tangan dan kedua kaki. Apabila membasuhnya terbalik (kiri dahulu lalu kanan) maka hukumnya makruh. Begitu pula jika membasuh keduanya secara bersamaan, hukumnya pun juga makruh.

  • Masing-masing basuhan atau usapan adalah sebanyak 3 kali.

Adapun syarat memperoleh kesunahan tiga kali ini adalah harus memenuhi basuhan atau usapan yang wajib dahulu. Andaikan sudah merasa cukup saat mengusap sebagian kepala saja, lalu mengulanginya hingga tiga kali, maka dia mendapat kesunahan tersebut[4].

  • Berkesinambungan (Muwaalah).

Muwalah adalah tidak terjadinya jeda yang lama antara 2 anggota wudu, bahkan setiap anggota wudu langsung disucikan setelah menyucikan anggota sebelumnya. Sekira anggota wudu yang terbasuh sebelumnya itu belum kering akibat pengaruh suhu, cuaca, dan zaman dalam kondisi normal. Tatkala orang yang berwudu mengulangi basuhannya sampai tiga kali maka yang jadi landasan adalah basuhan terakhir.

Kesepuluh sunah ini kami ambilkan dari satu sumber saja. Dan Apabila kita membuka sumber lain, terdapat kemungkinan kesunahan wudu tidak hanya sepuluh saja. Bahkan lebih banyak dari ini. Maka dari itu, jangan pernah bosan untuk menelusuri kesunahan wudu dalam literatur yang lebih luas dan lebih lebar penjelasannya.

Demikianlah penjelasan singkat tentang sunah-sunah wudu mazhab Syafi’i. terus ikuti kami jika ingin menambah wawasan terkait tuntunan ibadah sehari-hari. Sekian semoga bermanfaat.

[1] Syamsuddin Muhammad bin Ahmad Asy-Syarbini Al-Khatib. Iqna’ fi Hilli Alfaz Abi Syuja’, Juz 1 Hal. 48 (Darul Fikr)

[2] Ibrahim al-Bajuri. Hasyiyah al-Baijuri ‘Ala Fath al-Qarib. Juz 1 Hal. 271 (Darul Minhaj)

[3] Ngapu Rancang : Jawa

[4] Nihayah al-Muhtaj ‘Ala Syarh al-Minhaj wa Hasyiyah Syibromulsi. Juz 1 hal. 188 (Darul Fikr)

Baca Juga : Menelusuri faedah siwak part 2

Follow Instagram : Pondok Lirboyo

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.